Berbagi Kekuasaan di Tengah Wabah

ILUSTRASI

“Anjing menggonggong, kafilah berlalu”
Ungkapan tersebut seakan menggambarkan keadaan saat ini, tak peduli wabah masih mengancam dan angka penularan virus Covid-19 masih tinggi, bagi-bagi kuasa harus tetap jalan. Penyelengaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tetap diselenggarakan meski di era New Normal ini virus Covid-19 masih mengancam nyawa rakyat.

Berbagai cara dilakukan agar penyelengaraan Pilkada bisa berjalan, salah satunya menyeleksi para penyelenggara dengan melakukan rapid dan swab test. Dilansir oleh visinews.com sebanyak 390 penyelenggara Pilkada di wilayah Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung mulai dari Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), termasuk Panitia Pengawasan Kecamatan (Panwascan) hingga Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP) menjalani rapid dan swab test yang digelar di halaman Kantor Kec. Cileunyi hari Senin tanggal 13/07/2020.

Iklan Pemkot Baubau

Dari 390 orang tersebut 343 di-rapid dan 47 di-swab test, dan hasilnya pada rapid test terdapat 1(satu) orang yang diketahui reaktif. Hal ini tidak menyurutkan penyelenggaraan Pilkada.
Mengingat masih tingginya kasus penularan Covid-19 terutama di Bandung, dalam sehari kasus mencapai 161. Dikutip Home Bandung Raya tanggal 25 Juli 2020 mengonfirmasikan dari 161 kasus tersebut, 26 di antaranya berstatus kasus aktif, 130 dinyatakan sembuh dan 5 orang meninggal dunia. Setiap harinya kasus Covid-19 malah bertambah dan tidak ada tindakan yang serius dari pemerintah.

Ketika nafsu dunia yang berbicara tidak akan ada kata takut atau khawatir wabah mengancam, penularan masih tinggi, nyawa rakyat yang jadi korban. Tetap “keukeuh” menyelenggarakan Pilkada demi untuk berbagi kekuasaan meski di tengah wabah pandemi virus Covid-19 dan belum ada tanda-tanda akan berlalu. Hal ini semakin menunjukkan wajah asli demokrasi hasil dari sistem kapitalisme sekuler. Nyawa rakyat sudah tidak ada harganya bagi para penguasa yang jelas amanah ada di tangan mereka.

Mementingkan bagaimana bisa berbagi kekuasaan dan berbagi kursi jabatan untuk melanggengkan kekuasaannya, itulah yang menjadi tujuannya. Meski ada banyak rakyat yang berpotensi terancam penularan virus Covid-19 dan menjadi taruhan untuk kedudukan para penguasa.

Suara rakyat seolah hanya dibutuhkan pada saat pemilihan tanpa dijamin keselamatan kesehatan rakyat dinomor duakan. Rakyat hanya dibutuhkan suaranya demi tercapainya kursi jabatan dan kekuasaannya langgeng.
Berbeda jika suatu bangsa secara kaffah menerapkan dan berpegang teguh pada syariat Islam, tidak akan ada nyawa rakyat yang sia-sia bahkan makhluk hidup yang lain pun akan dijamin keberlangsungan hidupnya.

Dalam Islam, saat terjadi wabah pemimpin akan benar-benar mengurusi rakyat dengan sebaik-baiknya dan mengambil keputusan selalu berlandaskan atas apa yang Allah dan Rasul-Nya perintahkan. Kerena landasan kepemimpinannya adalah ketakwaan kepada Allah Swt., bukan berlandaskan materi semata. Sebagaimana Sabda Rasulullah saw.
“Imam itu adalah pemimpin dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR Al Bukhari)

Adalah kebijakan yang lalai dari penguasa di tengah penularan virus Covid-19 masih tinggi jika penyelenggaran Pilkada tetap dilakukan tanpa memperhatikan pertimbangan kesehatan dan keadaan masyarakatnya saat ini.
Dalam sistem pemerintahan Islam kepala daerah tidak dipilih oleh rakyat tapi langsung oleh Khalifah, sebagaimana telah dituntun oleh Rasulullah saw. yang berdasarkan wahyu dari Allah Swt. Hal ini menjadikan proses pemilihan demikian efisien, murah dan cepat.

Meski demikian Beliau saw. juga menjelaskan kriteria pemimpin/pejabat, termasuk kepala daerah harus dipilih berdasarkan kelayakan, kapasitas dan keamanannya. Sabda beliau:

“Jika amanah telah disia-siakan, tunggulah kehancuran.” Seorang Arab baduwi berkata, “Bagaimana amanah itu disia-siakan?” Beliau bersabda, “Jika urusan diserahkan kepada selain ahlinya, tunggulah saat-saat kehancuran.” (HR Al Bukhari dan Ahmad).

Rasulullah saw. memperingatkan, jika urusan itu dipercayakan kepada orang yang bukan ahlinya (tidak layak) maka akan terjadi kerusakan. Itu berarti menyia-nyiakan amanah. Jabatan hendaknya tidak diberikan kepada orang yang memintanya, berambisi apalagi terobsesi dengan jabatan itu.
Contoh saat kepemimpinan Khalifah Umar pada saat wabah melanda, beliau memilih mengambil kebijakan tegas yaitu lockdown seperti dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abdurahman bin Auf. Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda :

“Jika kalian mendengar suatu negeri dilanda wabah, maka jangan kalian memasukinya. Jika wabah itu terjadi di negeri yang kalian berada didalamnya, maka janganlah kalian keluar darinya.” (Muttafaqun ‘alaih)
Dengan kebijakan tegas yang diambil oleh khalifah, maka akan membawa keselamatan bagi rakyatnya, karena wabah tidak akan menyebar luas ke seluruh penjuru dunia.

Segala kebijakan yang diambil Khalifah tidak akan mengorbankan rakyatnya, karena keputusan dalam pengambilan kebijakan selalu berlandaskan ketaqwaan kepada Allah. Dan hal itu hanya ada ketika sistem yang diterapkan adalah sistem dari Allah Swt. sebagai satu-satunya Pencipta kita, yakni sistem Khilafah.
Wallahu a’lam bi shawab

IIS NUR

PUBLISHER: MAS’UD