Dispensasi Nikah, Menyerah pada Masalah?

UMMU SAIF

Menurut Ketua Panitera Pengadilan Agama Jepara Taskiyaturobihah seperti dilansir dari Antara di Jepara pada Minggu (26/7). Tercatat sekitar 240 remaja melakukan permohonan dispensasi nikah. Sekitar 50% mengajukan permohonan karena hamil di luar nikah, sisanya karena faktor keinginan untuk menikah tapi usia belum genap 19 tahun sebagaimana aturan terbaru.

Kebijakan tersebut menunjukkan fakta, bahwa saat ini sudah tak sedikit lagi anak muda yang terjebak dalam perbuatan zina. Padahal, dalam Islam zina adalah dosa besar. Jika kita cermati, dispensasi nikah seolah memaklumi fenomena seks bebas di kalangan remaja. Padahal, seks bebas menjadi pemicu terjadinya masalah sosial yakni kehamilan tidak diinginkan (KTD) yang berujung pada pernikahan usia dini. Maka menikah di usia belia menjadi pelarian dan solusi pragmatis bagi mereka yang mengalami masalah sosial tadi.

Iklan Pemkot Baubau

Naluri seksual adalah fitrah, naluri ini akan muncul ketika ada ransangan dari luar. Kemunculannya tidak lepas dari apa yang dipahami orang tersebut berdasarkan fakta yang diindra. Sayangnya hari ini banyak hal yang mampu menjadi stimulant seks bagi orang-orang yang sudah dewasa secara biologis. Seperti, tontonan bernuansa pornografi dan pornoaksi dalam film, sinetron, media sosial ataupun fakta yang dipertontonkan langsung dalam kehidupan nyata oleh para liberal.

Ransangan ini menuntut pemenuhan, bagi remaja yang tidak mampu meredam gejolak syahwat maka mereka akan melampiaskannya. Tak heran, saat ini banyak remaja yang memilih pacaran hingga jatuh dalam perzinaan. KTD terjadi, karena tingkat kematangan secara fisik dan biologis remaja saat ini tidak diiringi dengan kematangan berpikir. Ditambah lagi dengan konten yang merangsang munculnya naluri seks remaja justru dianggap membawa keuntungan bagi para pengusaha hingga media tak lagi segan menampilkan yang demikan.
Kondisi yang demikian, membuat zina sangat mudah dilakukan oleh remaja. Mereka memilih zina namun tak siap menjadi dan menjalankan peran sebagai orangtua.

Maka, dispensasi nikah justru bisa menjadi jalan munculnya persoalan baru dalam biduk rumah tangga seperti kekerasan dalam rumah tangga, tidak memahami pola asuh anak hingga berujung pada perceraian sebab remaja tidak punya kesiapan. Sistem kehidupan sekuler yang menafikan agama dalam kehidupan, membuat remaja dijauhkan dari agama. Syariat Islam tak lagi menjadi standar perbuatan, hingga moral mereka kian tergerus dan hatinya kering dari nilai ruhiyah serta mudah tergiur dengan kemaksiatan.

Ancaman yang sesungguhnya dihadapi generasi muda adalah sistem liberal-sekular yang darinya lahirlah pergaulan bebas. Maka hendaknya yang dilakukan adalah bagaimana menaungi remaja dengan aturan Islam hingga tebentuk kepribadian yang tangguh dan kokoh serta tidak gampang terpengaruh oleh tantangan zaman. Seyogianya kebijakan yang dikeluarkan bertujuan untuk menyelesaikan pergaulan bebas yang ada. Bukan seolah memaklumi masalah dengan dispensasi.

Sebagai Negara mayoritas muslim, hendaknya menengok bagaimana Islam mendidik generasi. Dalam Islam, sejak usia balita hingga belia para orangtua sudah menanamkan tata aturan pergaulan Islam. Agar terhindar dari perbuatan zina hingga berakhir dengan kehamilan tak diinginkan. Menyiapkan anak sejak dini menjadi hal sangat utama. Anak-anak yang terdidik dengan aqidah Islam akan memiliki kesadaran untuk terikat dengan aturan Islam, dengan demikian aqidah yang kokoh akan mencegahnya dari maksiat.

Pendidikan dan pembinaan hendaknya benar-benar diupayakan berjalan optimal agar pola pikir aqliyah dan nafsiyah serta pola sikap dibentuk dengan baik hingga saat menerima taklif hukum, mereka telah siap menjalankannya. Termasuk perihal pernikahan, sebab kesiapannya telah dibangun sejak dini.

Nikah muda pun tidak lagi menjadi masalah, yang jelas syarat dan rukun nikah terpenuhi dan dipastikan tidak terjadi pelanggaran hukum syara. Menikah muda tak dilarang asal mampu bertanggungjawab dengan pilihannya, memenuhi perannya sebagai istri atau suami. Menikah berdasarkan niat, bukan nekat bin kebelet.

Negara seyogianya menambah efektif suasana pendidikan generasi Islam. Negara bertanggungjawab agar hal-hal yang mengganggu pendidikan anak di luar rumah berada di titik minimum. Tidak ada kehidupan hura-hura, pornografi, campur baur lai-laki dan perempuan, miras ataupun tawuran sebab keyakinan terhadap Allah menjadi tameng bagi para generasi cemerlang. Dengan demikian, moral generasi akan tetap terjaga, sebab Negara dan keluarga saling bersinergi memberikan pendidikan yang terbaik. Wallahu ‘alam.

UMMU SAIF