Pemkab Kolut Bangun Pabrik Kakao, Petani Coklat Untung Besar

pabrik pengolahan kakao berdiri di lahan 8 Hektar di Desa Ponggiha, Kecamatan Lasusua, Kabupaten Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara

TEGAS.CO., KOLAKA UTARA – Pemerintah kabupaten (Pemkab) Kolaka Utara (Kolut) melalui Dinas Perkebunan dan Pertanian membangun pabrik pengolahan kakao dengan anggaran tahap pertama tahun 2020 sebesar Rp. 6 milyar, pabrik pengolahan kakao berdiri di lahan 8 Hektar di Desa Ponggiha, Kecamatan Lasusua, Kabupaten Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra).

Kadis Perkebunan dan Pertanian, Ismail Mustafa, ST mengatakan, tahun 2020 ini sementara membangun pabrik coklat, pembangunan fermentasi dan bangunan pengering yang sudah berjalan sekitar 30 persen.

“Di Tahun 2021 nantinya akan dibangun pusat gedung pembibitan advokasi dan gedung pusat pelatihan dan pengembangan,” ujarnya.

Menurut Dia, saat ini pihaknya sudah melakukan sosialisasi pembentukan koperasi di wilayah selatan, berada di Kelurahan Ranteangin Kecamatan Ranteangin, wilayah tengah. Dipusatkan di Kelurahan Lapai Kecamatan Ngapa di bagian utara berada di Desa Latali Kecamatan Pakue Tengah, untuk pembelian biji kakao ke Petani.

“Insyaallah Desember 2020 koperasi sudah terbentuk dan nantinya Koperasi ini membentuk tim untuk pembelian biji kakao ke petani dan dikumpul ke koperasi, kemudian langsung di jual Ke pabrik,” ungkapnya.

Dimana keuntungan petani, lanjutnya, jawabannya simpel yakni, biasanya para petani menjual kakao basah dengan harga Rp. 8.000; per kilo, sementara pihak pabrik siap membeli kakao basah dengan harga Rp. 10 ribu per kilo, namun tidak menutup kemungkinan biji kakao basah bisa kami beli 15 ribu per kilonya, begitu juga Pembelian biji Kakao yang Kering.

“Pemkab Kolut sudah mempertimbangkan dimana keuntungan petani dan berapa pengeluaran mereka untuk merawat pohon kakaonya,” ujarnya.

Untuk wilayah pemasarannya akan dialokasikan ke warga Kolaka Utara dan keluar negeri. Hingga kini, sudah dilakukan penjualan dalam bentuk Kakao yang sudah di fermentasi. Negara Perancis dan Belanda sudah tertarik dengan hasil fermentasi biji kakao Kolut karena kualitasnya sangat memuaskan, punya ciri khas dan memiliki aroma rempah yang berkualitas Internasional.

“Bahkan kedua negara ini sudah meminta untuk dipercepat hubungan kerja samanya,” jelasnya.

Saat ini, tambahnya, pabrik kakao Kolut belum mampu membuat fermentasi secara permanen karena buah kakao hasil revitalisasi bupati dan wakil bupati Kolut, Nur Rahman Umar bersama H. Abbas belum keseluruhan menghasilkan buah kakao yang banyak sesuai permintaan 2 negara tersebut.

Untuk mengantisipasi kurangnya biji kakao, pihaknya sudah menanam kakao di Lahan 17 HA, milik masyarakat dalam kelompok “Saung Tani” yang berada mulai dari pinggir jalan masuk sampai di depan pabrik, agar siapapun yang datang, ada kesan bahwa disinilah contoh pabrik kakao Sultra.

“Kedepan direncanakan lahan kakao 17 HA ini akan dijadikan tempat wisata, disamping itu akan dibuat juga kolam renang,” imbuhnya.

“Harapan kami agar petani merawat pohon kakaonya dengan baik karena harga akan membaik dan menguntungkan petani,” tutupnya.

REPORTER: IS
EDITOR: H5P