TEGAS.CO., – NUSANTARA – Begitu tegas Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Kemananan (Menkopulhukam), Mahfud MD. Ia menginstruksikan agar aparat kepolisian segera mengungkap kasus penusukan terhadap ulama Syekh Ali Jaber di Bandar Lampung, 13/9/2020.
Dengan lantangnya ia mengatakan pelaku penusukan adalah musuh kedamaian dan perusak persatuan yang memusuhi Ulama. Sehingga harus diadili secara fair dan terbuka, serta dibongkar jaringan-jaringannya yang mungkin ada di belakangnya. (viva.co.id, 13/9/2020)
Namun sayangnya, sikap reaktif dari Menkopolhukam tampaknya tidak memberi pengaruh banyak terhadap keamanan ulama. Hal tersebut dinilai publik sebagai bentuk sikap simpatik di awal saja, mengingat banyak masyarakat yang mengecam tindakan kriminal tersebut.
Jika memang mau memberi rasa aman kepada Ulama dengan sikap yang tegas seperti yang dilontarkan oleh Pak Mahfud, mengapa baru saat ini diungkapkan? Sementara peristiwa penusukan yang lagi-lagi menyebut ‘orang gila’ sebagai pelakunya telah terjadi sejak dua tahun lalu.
“Orang gila” bahkan menjadi trending topik di Twitter Indonesia. Topik “ Orang Gila” dicuitkan sebanyak 44 ribu kali dan nangkring di posisi lima setelah penusukan yang dialami Syekh Ali Jaber. Dilansir dari Jatim.suara.com, (14/9/2020), tercatat deretan kasus penusukan ulama diduga dilakukan oleh orang gila yang terjadi di beberapa wilayah.
Pertama, terjadi penusukan terhadap Syekh Ali Jaber di Masjid Falahuddin Lampung, mengakibatkan luka di lengan kanan hingga harus mendapatkan perawatan medis, diduga pelakunya orang gila. Kedua, Imam Masjid Al Falah Darul Muttaqin, Ustaz Yazid, ditusuk oleh jamaahnya menggunakan pisau saat memimpin doa usai salat Isya berjamaah, kamis (23/7/2020) malam. Pelaku merupakan salah seroang warga yang sering dirukiah oleh Ustaz Yazid, dan menurut polisi pelaku diduga orang gila.
Ketiga, Pengurus Persis di Cigondewah, Bandung, Jawa Barat, H.R Prawoto meninggal dunia usai dianiaya oleh AM (45) tetangganya sendiri pada awal 2018 lalu. Dari pemeriksaan pelaku mengalami gangguan jiwa. Keempat, seorang pria diduga gila menyerang pengurus Ponpes Karangasem, Lamongan, Jawa Timur, bernama Kiai Hakam Mubarok pada Minggu (18/2/2018). Beruntung korban tak mengalami luka serius.
Terakhir, kelima, seorang pria yang diduga mengalami gangguan jiwa mengamuk di Masjid Baitur Rohim, Karangsari, Tuban pada Selasa (13/2/2018).
Tampak jelas dari sederet peristiwa di atas, publik menilai bahwa negeri ini sedang menghadapi darurat ‘orang gila’ yang mengancam keamanan para Ulama. Ancaman nyata di hadapan mata, tapi sayangnya sering tak diungkapan secara terbuka pada kita. Kasus demi kasus akan hilang dengan sendirinya.
Jika bukan perkara penusukan pada Ulama, Ulama dipersekusi atau berakhir di jeruji besi karena dianggap melanggar UU ITE dsb di negeri ini. Tapi tiba masa pilkada, Ulama akan dkunjungi untuk diminta dukungan riilnya terhadap pasangan calon yang telah mereka ajukan agar dimenangkan dalam pemilu. Ironis bukan?
Perlindungan Terhadap Ulama Hanya Pepesan Kosong
Ucapan Pak Mahfud MD begitu menyiratkan kebaikan bagi Ulama, lewat lisannya mewakili pemerintah, ia berucap “ Pemerintah menjamin kebebasan ulama untuk terus berdakwah amar makruf nahi munkar, Dan saya menginstruksikan agar semua apart menjamin keamanan kepada para ulama, yang berdakwah dengan tetap mengikuti protokol kesehatan di era Covid-19,” (viva.co.id, 13/9/2020)
Bagaimana publik dapat percaya atas setiap pernyataan para pejabat negara? Disebabkan setiap ucapan mereka sering kali tidak sejalan dengan apa yang terjadi di tengah masyarakat. Mengatakan akan menjamin kebebasan Ulama untuk terus berdakwah amar makruf nahi munkar, tapi langsung seperti cacing kepanasan jika Ulama bersuara tegas menyampaikan dakwah Khilafah. Dianggap akan mengancam keutuhan NKRI dsb. Narasi-narasi jahat pun tak sedikit yang dilayangkan kepada Ulama yang berjuang untuk menerapkan Islam secara Kaffah .
Munculnya ide sesat untuk melakukan sertifikasi Ulama agar sesuai dengan rambu-rambu pemerintah. Bukankah ini bentuk mencurigai Ulama atau bisa dikatakan memata-matai Ulama? Meski pemerintah mengungkapkan demi kebaikan jalannya pemerintahan dilakukan sertifikasitersebut, tapi publik menganggap ini salah satu cara “membungkam” Ulama yang vokal kontra terhadap pemerintah.
Ketua Umum Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI), KH Hamid Fahmy Zarkasyi pernah menyoroti peristiwa kriminalisasi terhadap ulama. Hal ini dinilai bentuk pertarungan ideologi sekuler melawan Islam. (kiblat.net, 19/1/2018)
Ketidakadilan rezim terhadap Ulama dan umat Islam dalam perlindungan keamanan,hal itu yang didapatkan. Karena berbagai opini yang beredar di tengah umat Islam bahwa sebaiknya tidak terpancing emosi dan disaat yang sama terus berjatuhan Ulama yang diserang bahkan dibunuh.
Semua masalah ini berakar dari minimnya keamanan dan perlindungan terhadap ulama serta lambatnya penyelesaian yang diberikan oleh aparat penegak hukum. Hingga wajar kriminalisasi pada ulama semakin merajalela. Wacana untuk melindungi Ulama ketika melakukan amar makruf nahi munkar dapat dipastikan hanya pepesan kosong semata. Tak ada apapun yang bisa diharapkan atas pernyataan tersebut.
Hanya Khilafah yang Bisa Jaga Ulama Kita
Bagaimana mungkin umat berharap pada Demokrasi untuk melindungi para Ulama. Meski Demokrasi memberikan tempat bagi kelompok yang menyuarakan syariah Islam, namun tidak memberikan tempat agar syariah Islam tersebut dapat diterapkan. Hal ini karena demokrasi telah menetapkan dengan tegas bahwa agama tidak boleh terlibat dalam mengatur masalah publik.
Sementara Ulama terus berupaya menyadarkan umat untuk kembali pada syariat-Nya. Agar kehidupan selamat Dunia wa akhirat. Apalagi Ulama yang menyadari bahwa keterpurukkan umat saat ini karena diterapkan sistem dan rezim yang datangnya bukan dari Islam, namun mengadopsi sistem dan ide-ide Barat yang merupakan aturan buatan manusia. Apakah sistem yang tidak sesuai dengan Islam ini dapat melindungi para Ulama?
Kehadiran ulama sangat dibutuhkan oleh umat untuk menjaga umat dari tindak kejahatan, pembodohan dan penyesatan yang dilakukan oleh kaum liberalis,serta penebar ide yang justru mengkerdilkan Islam. Karena ulama yang berani melakukan amar makruf nahi munkar tentu menjadi musuh sistem politik yang menghalalkan segala cara.
Ulama sebagai pewaris perbendaharaan ilmu agama. Sehingga ilmu syariat terus dipelihara kemurniannta tidak tercampur atau ternodai dengan berbagai konsep ide-ide kufur yang dimasukkan ke dalam agama Islam.
Bahkan, Allah SWT berfirman, “Wahai Nabi! Sungguh Kami mengutus engkau sebagai saksi, sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan. Dan sebagai orang yang mengajak kepada Allah dengan izin-Nya, dan sebagai pelita pemberi cahaya. Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang beriman, bahwa mereka akan memperoleh karunia yang besar dari Allah Swt (QS Al-Ahzab[33]: 45-47)
Hujjatul Islam Imam Ghazali merincinya dalam perkataan masyhurnya yang beliau tuliskan dalam kitab Ihya’-nya: “Tidaklah terjadi kerusakan rakyat itu kecuali dengan kerusakan penguasa, dan tidaklah rusak para penguasa kecuali dengan kerusakan para Ulama.
Sejatinya Ulama dihormati dan tidak dikriminalisasi apalagi menjadi sasaran untuk dilukai hanya terjadi dalam Khilafah. Para Ulama mendapatkan tempat terhormat sebagai penasihat yang menentukan kebijakan penguasa. Ulama juga yang akan memastikan penguasa selalu berada di jalan kebenaran dan hanya taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Hubungan Ulama dan Umara pun terjalin dengan baik dan diberkahi serta dirahmati Allah SWT. MasyaAllah.
Penulis: Rindyanti Septiana S.H.I(Kontributor Muslimah News, Pemerhati Sosial & Politik)
Editor: H5P