Peran Besar Intelektual Muda Dalam Perubahan

IMG 20201020 WA0010
Ummi Atiyah

TEGAS.CO., NUSANTARA – Aksi demonstrasi menolak UU Omnibus Law Ciptaker yang terjadi beberapa hari yang lalu sangat riuh hingga menggemparkan media dalam negeri maupun internasional.

Bahkan, hampir semua elemen masyarakat melakukan aksi penolakan. Salah satunya adalah mahasiswa yang aktif menyuarakan aspirasi rakyat terkait penolakan UU Ciptaker yang menyengsarakan rakyat. Pemerintah dan beberapa pihak yang berkepentingan pun menanggapi hal tersebut.

Dilansir dari detik.com – Pemerintah yang diwakili Menteri Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto pada Kamis (08/10/2020), mengatakan bahwa demo mahasiswa tersebut adalah demo yang disponsori. Airlangga mengklaim mengetahui siapa datang yang menggerakkan demo dan mengaku tahu pihak-pihak yang membiayai aksi demo itu.

“Sebetulnya Pemerintah tahu siapa behind demo itu, kita tahu siapa yang menggerakkan, kita tahu sponsornya, kita tahu siapa yang membiayainya,” ucapnya.

Airlangga juga menyinggung pihak yang dituding sebagai sponsor aksi demo penolakan UU Omnibus Law Cipta Kerja.

“Tentu kita juga melihat bahwa tokoh-tokoh intelektual ini saya lihat mempunyai, ya cukup dapat tanda petik ego sektoralnya yang cukup besar. Karena para tokoh ini tidak ada di lapangan, mereka di balik layar,” tambahnya.

Tak ketinggalan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim pun ikut bertindak. Kemendikbud pun menerbitkan surat larangan untuk mahasiswa yang mengikuti demonstrasi. Bahkan para dosen diminta untuk tidak memprovokasi mahasiswa untuk menolak UU Cipta Kerja untuk turun ke jalan melalui surat No.1035/E/KM/2020. (pikiranrakyat.com, minggu 11/10/2020)

Ancaman dan larangan yang ditujukan kepada para demonstran tak berhenti disitu. Mahasiswa dan pelajar peserta aksi juga diancam akan di DO bahkan tidak akan dapat kerja setelah lulus. Hal Itu disampaikan oleh pejabat sementara wali kota Depok Dedi Supandi yang mengatakan, pelajar yang diamankan polisi akan menerima konsekuensi atas perbuatannya.

Hal serupa juga disampaikan oleh wakil Ketua Umum Asosiasi Pekerja Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Widjaja Kamdani yang mengatakan jika mahasiswa ikut aksi demo tolak UU Omnibus Law Cipta Kerja lalu nanti mau kerja dimana?

“Mahasiswa itu kan pencari kerja nantinya. Jadi ini kan kita lakukan untuk mereka juga gitu supaya lapangan kerjanya ada. Kok malah demo. Kadang-kadang kita juga nggak ngerti nih tujuannya apa kok bisa ada demo-demo mahasiswa seperti ini. Jadi ini mereka nanti setelah lulus mau kerja dimana kalau nggak ada kerjaannya?,” sebutnya. (detik.com, kamis 08/10/2020)

Aksi mahasiswa yang tujuannya menyuarakan aspirasi rakyat malah dianggap negatif, diduga bersponsor, diancam dengan nilai akademis, hingga kehilangan kesempatan kerja. Benar-benar tidak ada independensi mahasiswa dalam menyuarakan perubahan bangsa di negeri ini.

Respon penguasa Seperti ini menunjukkan bahwa penguasa tidak memberi rakyat hak muhasabah (koreksi) kepada penguasa. Apalagi respon yang ditunjukkan penguasa justru memberi ancaman, jika dibiarkan hal ini terus terjadi tidak menutup kemungkinan negara ini berubah menjadi otoriter yang anti kritik.

Jelas dari peristiwa ini semakin menunjukkan sistem demokrasi kapitalisme tidak ramah bagi intelektual muda, terlebih pada mahasiswa. Para intelektual muda yang memiliki potensi sebagai agen perubahan justru dikerdilkan untuk sekedar memikirkan kemaslahatan pribadinya atau dimandulkan arah perubahannya untuk sekedar memenuhi kebutuhan pihak berkepentingan.

Alhasil perubahan yang di bawa tidak sampai menghantarkan pada perubahan mendasar. Padahal siapa pun tidak dapat memungkiri jika energi pemuda dalam agenda perubahan sangatlah besar.

Hal ini tidak terlepas dari potensi yang mereka miliki. Secara kualitatif kaum pemuda memang lebih kreatif, inovatif, dan memiliki idealisme yang murni. Sehingga bukan sesuatu yang berlebihan jika gelar “agent of change” disematkan kepada kaum pemuda. Ada ungkapan dalam bahasa Arab yang menggambarkan potensi kaum pemuda yaitu “Syubanul al-yaum rijalu al-ghaddi” (pemuda hari ini adalah tokoh pada masa yang akan datang).

Oleh karena Itu, Islam memberi perhatian besar kepada generasi muda mereka. Perhatian tersebut diwujudkan dalam bentuk edukasi kepada para generasi muda agar mereka mempunyai kepribadian Islam (Syakhshiyah Islamiyah), baik dalam pola pikirnya (‘Aqliyah) yang menjadikan para generasi memiliki standar berpikir sesuai Islam, maupun dalam pola sikap dan perilakunya (Nafsiyah) yang menjadikan para generasi mengambil sikap sesuai hukum Syari’at.

Sehingga dalam kehidupan mereka baik secara individu maupun masyarakat dan bernegara mereka beramal sesuai dengan perintah Allah Swt. termasuk ketika mereka mengoreksi kebijakan yang dikeluarkan penguasa. Para generasi muda akan bergerak bukan hanya didorong adanya kezaliman atau kemungkaran yang terjadi, melainkan karena ketaatannya terhadap syari’at Allah SWT yaitu melakukan amar makruf nahi mungkar dan bentuk kepedulian mereka terhadap negaranya.

Terbukti, Khilafah Islamiyah menorehkan jejak sejarah yang gemilang selama 1.300 tahun. Khilafah mampu menguasai dan mengatur kepemimpinan global yang menyejahterakan, mendamaikan, dan menyejukkan.

Bahkan jika sistem ini kembali diterapkan, maka Allah SWT Maha Pencipta alam semesta sendiri yang menjanjikan keberkahannya.

Allah SWT berfirman, “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan-Ku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS An Nur: 55)

Oleh karenanya, jika menyadari agenda besar mahasiswa sebagai agen perubahan atau pembaharu, seyogianya gerakan mahasiswa segera melakukan refleksi dan reorientasi visi gerakan ideologis yang lebih terukur.

Para aktivis pergerakan mahasiswa harus memahami kunci kebangkitan umat yaitu ideologi Islam dan sistem pemerintahan Khilafah sebagai metode penerapnya.

Berikutnya, aktivis mahasiswa harus menyatukan visi gerakannya dalam sebuah bingkai perjuangan menegakkan penerapan syariat Islam secara kaffah dalam institusi kenegaraan yang paling diridai Allah, yakni Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah. Wallahu ‘alam bisawwab

Penulis: Ummi Atiyah
Editor: H5P