TEGAS.CO., NUSANTARA – Efek virus corona yang melanda kita semua tak hanya berimbas pada sector ekonomi-kesehatan, tetapi juga pendidikan. Sejak ditetapkannya PSBB sekitar 7 bulan lalu, tak ayal kegiatan belajar dirumah harus ditempuh. Belajar daring atau belajar online ini bukan hanya membuat anak pusing, bahkan orang tua juga menjadi pusing, stress-bunuh diri (kompas.com/ 18 oktober2020), bahkan terjadi banyak kasus tindakan kekerasan pada anak akibat belajar daring (suara .news/september22,2020). Guru sebagai penyampai ilmu juga pusing menghadapi realitas belajar daring, mulai dr keterbatasan kemampuan menggunakan tekhnologi, keterbatasan HP, anak anak yang sulit dijangkau, sinyal, bahkan proses penilaian sampai dengan menurunkan standar penilaian dll. Kementerian pendidikan dan kebudayaan akan menerapkan asesmen nasional sebagai pengganti ujian nasional pada 2021 (kompas.com/ 11 oktober2020). Mengutip dari laman kemendikbud, asesmen nasional 2021 diartian sebagai pemetaan mutu pendidikan pada sekolah, madrasah, program kesetaraan jenjang sekolah dasar dan menengah.
Dari realitas proses daring yang sedang kita alami ini Allah sang pencipta virus corona telah memberikan cermin bagi kita semua untuk berkaca bahwa banyak sekali dari berbagai komponen belajar mulai peserta didik, orang tua, guru, kurikulum, sampai pengampu kebijakan yang tidak siap dengan belajar daring. Ketidak siapan ini tentu berefek buruk terutama pada anak didik, mereka peserta didik tidak dapat menikmati proses belajar karena selalu dibur buru untuk mengerjakan soal-soal yang banyak. Anak didik juga tidak dapat memahami setiap pelajaran dengan benar dan utuh karena materi belajar yang begitu banyak serta tidak mampu dipahami kerangka berfikirnya. Ujian nasional yang kemudian akan menjadi asesmen melaui program merdeka belajar bukan babak akhir dr proses pendidikan yang diraih.
Ketidak siapan dalam proses pendidikan ini menunjukan bahwa proses belajar serta arah pendidikan yang ingin diraih terfokus pada nilai, hal ini terlihat dr tumpukan tugas yang membebani peserta didik, serta penilain akhir asesmen. Inilah arah yang ingin dituju dari pendidikan kapitalisme saat ini. Kapitalisme sebagai sebuah pandangan kehidupan menilai segala sesuatu pada capital/ modal/ nilai. Materi/angka. Ideologi inilah yang kemudian merusak tujuan pendidikan yang sesungguhnya. Hakekat pendidikan adalah proses panjang dalam mencari/ mendapatkan ilmu yang ilmu ini akan difahami, diamalkan dan diterapkan dalam kehidupan. Ilmu juga yang akan menjadi penilai amal benar-salah, halal-haram, baik-buruk. Sehingga proses belajar sesuangguhnya bukan untuk menacari nilai semata tetapi ilmu untuk dipakai dalam menghadapi kehidupan.
Proses serta tujuan pendidikan inilah yang seharusnya difahami oleh orang tua dan negara dalam mencetak generasi. Diantara ketidak pastian arah dan kurikulum pendidikan ini maka perlu kiranya ibu sebagai pendidik membangun kepercayaan diri serta kemampuan, menjadi pendidik pertama dan utama. Para ibu harus lebih sigap dan cepat dalam menjalankan tugas tugas dirumah. Karena proses belajar anak bukan hanya perkara mengerjakan dan mengumpulkan soal. Ibu harus membangun suasana belajar dirumah sejak pagi hari. Pola bangun tidur, sholat subuh, mandi, pekerjaan rumah, sarapan, olah raga pagi, kemudian belajar harus dijalankan karena ibu dan anak akan belajar bersama dalam memahami materi pembelajaran. Rutinitas ini jika difahami sebagai sebuah kebaikan dan amal sholih maka pasti akan dijalani dengan happy, tanpa ada keberatan apalagi beban. Kemandirian ibu dalam mendidik anak anak juga harus didudkung penuh oleh negara. Negara memiliki peran besar membangun kepercayaan diri para orang tua terutama ibu untuk menjadi pendidik pertama. Menyediakan berbagai fasilitas yang memudahkan ibu dalam memahamkan materi ajar kepada anak anaknya dirumah dan membuka kelas kelas parenting agar orang tua bisa meningkatkan potensinya sebagai pendidik agar menjadi semakin baik. Jika hal ini bisa diwujudkan maka ibu akan terfokus untuk memperbaiki kondisi belajar setiap hari.
Tentu saja kemandirian belajar ini tidak akan bisa diwujudkan dalam ideology kapitalisme, karena kapitalisme berdiri dari asas capital. Kita harus keluar mencari alternative ideologi yang mendasarkan pendidikan pada tujuan ilmu dan kekayaan intelektual untuk diamalkan dalam kehidupan. Ideology islam dengan penerapan system Khilafah menjadi alternative karena islam memiliki ide pikiran pokok yang menjadi dasar dari pikiran pikiran rincian dalam seluruh aspek kehidupan termasuk aspek pendidikan. Sudah seharusnya kita semua berfikir pada ideology alternative ini.
Penulis: Isadiningtyas,SEI. (pendidik generasi tinggal di Balikpapan)
Editor: H5P