TEGAS.CO,. BAUBAU – Pelaporan Walikota Baubau terhadap Risky Afif Ishak (Wakil Ketua Bidang Pemberantasan Korupsi KNPI Kota Baubau) menuai polemik di media sosial.
Kuasa hukum Walikota Baubau Dedy Ferianto akhirnya angkat bicara melalui rilis pers, Jum’at (6/11/2020).
Sekedar meluruskan beberapa informasi di Media Sosial terkait peristiwa dugaan tindak pidana ITE yang terjadi pada bulan Agustus 2019 dimana terlapor mengirim rilis berita dalam bentuk broadcast Whatsaap kepada beberapa wartawan dan kemudian rilis tersebut dinaikan menjadi berita, selanjutnya berita tersebut disebarkan kembali di Media Sosial Facebook oleh Terlapor dengan narasi “KNPI Desak Jaksa Periksa Walikota Baubau Terkait Korupsi TPI Wameo“
Konten inilah yang menjadi objek laporan dugaan tindak pidana ITE ke Polda Sultra bukan konteks laporan KNPI ke Kejaksaan Negeri Baubau ataupun Ketua KPK RI. Ini penting diketahui guna meluruskan narasi yang cenderung bias dan cenderung menyesatkan akhir-akhir ini yang seolah-olah Walikota Baubau melarang/membungkam aktivis untuk melapor.
Lebih lanjut, masih pada tahun 2019 sebelum langkah hukum dilakukan, Pak Walikota sudah melakukan langkah persuasif, melalui konferensi pers hak jawab, memanggil orang tua Risky (terlapor) yang juga merupakan sahabat beliau.
“Melalui saya sendiri selaku Kuasa Hukum bertemu dengan kawan-kawan KNPI dan Pak Assad kebetulan seangkatan dengan adinda Risky ini”, kata Dedy dalam rilis persnya.
Namun segala upaya dan itikad baik tersebut tidak mendapat respon yang positif dari terlapor. Kebenaran atas upaya tersebut bisa dikonfirmasi lansung ke Risky dan Pengurus KNPI.
“Langkah hukum yang diambil saat ini adalah langkah terakhir setelah semua upaya persuasif dilakukan oleh Bapak Walikota Baubau”, sambungnya.
“Yang disayangkan dan aneh saja upaya terlapor ingin meminta maaf kepada Pak Walikota dilakukan setelah kasus ini ditangani Polda Sultra. Jika tidak keliru saat yang bersangkutan mendapatkan surat panggilan dari Polda Sultra. Ini dilakukan baru 2 bulanan terakhir sementara peristiwa dugaan tindak pidana dilakukan sejak tahun 2019. Kok ada apa nanti ada panggilan dari Polda mau minta maaf? Selama ini dimana saja?”, tambahnya
Dedy juga mengatakan, seharusnya hal tersebut tidak perlu di dramatisasi. Menurutnya, jika Risky punya hak hukum untuk melaporkan Walikota Baubau ke Kejaksaan bahkan hingga ke KPK, maka sudah seharusnya ia juga menerima jika Walikota Baubau menggunakan hak hukum yang sama. Setiap orang memiliki kedudukan hukum yang sama dan siap bertanggungjawab secara hukum atas perbuatan yang dilakukan.
“Tidak ada upaya membungkam seseorang untuk berbicara, berekspresi, bahkan mengkritik dan menyalurkan aspirasi. Akan tetapi juga tidak ada orang begitu saja menerima jika dihujat, difitnah, dicemarkan nama baiknya, apalagi hal itu diviralkan secara meluas melalui Media Sosial. Segala sesuatu ada batasnya, kalau sudah melewati batas kesantunan, melabrak rambu-rambu ketentuan dalam Undang-Undang, seharusnya berani menanggung resiko atas segala perbuatannya. Jangan di dramatisasi terduga pelaku tindak pidana seolah-olah menjadi korban kezoliman. Yang korban siapa yang pelaku siapa”, imbuhnya.
“Soal Reward ini juga penafsiran yang keliru, reward itu diberikan kepada pelapor tindak pidana korupsi yang laporannya terbukti bukan diberikan pada pelaku tindak pidana. Apalagi Sampai hari ini Walikota Baubau tidak pernah dipanggil dan diperiksa untuk di dengar keterangannya dalam kasus Dugaan Tindak Pidana Korupsi TPI Wameo karena memang berdasarkan fakta dan alat bukti Walikota Baubau tidak memiliki keterlibatan dalam perkara tersebut”, pungkasnya.
Mengenai materi perkara, karena kasus ini telah masuk ke ranah hukum dan saat ini Risky telah naik status dan ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Sultra dengan Surat Ketetapan Tersangka Nomor: S.Tap/18/X/2020/Dit Reskrimsus Tanggal 26 Oktober 2020.
Dedy berharap agar semua pihak dapat menghormati dan mengawal bersama-sama proses penegakan hukum tersebut agar berjalan fair dan impartial. Dirinya juga mempersilahkan pihak tersangka untuk menggunakan hak pembelaannya di depan hukum dengan berdasarkan ketentuan yang berlaku.
Terakhir, Dedy Ferianto mengutip adagium hukum yang berbunyi
“Ut Sementem Faceris Ita Metes – Siapa menabur benih akan menuai hasil, Siapa menabur angin akan menuai badai, siapa menebar fitnah harus berani menghadapi / menanggung resiko”
Reporter : JSR
Editor : YA