TEGAS.CO., NUSANTARA – “Demokrasi: dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat”. Ya, slogan di atas sering kali kita dengar bahkan tak asing lagi ditelinga kita. Betapa tidak, hal demikian acap kali dilontarkan untuk memoles wajah demokrasi itu terlihat indah rupawan.
Menilik laju perpolitikan saat ini di negeri kita sangatlah jauh dari kata adil. Betapa tidak, sejak tahun 2017 lalu sampai akhir Desember 2020 terhitung ada berapa kasus persekusi bahkan kriminalisasi terhadap Ulama hingga berujung ke jeruji besi.
Padahal Ulama adalah bagian dari masyarakat sebuah negara. Sebagai masyarakat, pun mereka hanya ingin menuntut hak dan keadilan kepada para pembuat dan penegak hukum, yang katanya sangat adil memberikan kebebasan penuh terhadap aspirasi masyarakat.
Siapa bilang? Bak makan buah simalakama, semua itu hanya slogan belaka. Tersangkanya Ulama besar FPI (front pembela Islam), dan tragedi pembunuhan keenam anggotanya oleh aparat kepolisian adalah bukti bahwa demokrasi itu adalah ancaman nyata. Ancaman bagi rakyat yang akan dan telah menyuarakan aspirasi menuntut keadilan.
Sesatnya Demokrasi
Di tahun 2013, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD, bahkan menilai demokrasi Indonesia saat ini sudah ternoda dan menuju kesesatan. “Barisan KAHMI ke depan harus lebih rapi, bawa estafet perjuangan para pendahulu yang telah berjasa pada Republik ini mendirikan bangsa, dan memperjuangkan nilai-nilai maslahat bagi NKRI. Lalu berbicara soal demokrasi selama era reformasi, demokrasi kita berada di dalam kegelapan di tengah kesesatan. Noda terhadap demokrasi dimulai saat awal-awal reformasi,” (Okezone.com, Minggu, 29/09/2013)
Di Papua misalnya, Peneliti Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Arif Nur Fikri melaporkan catatan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) sepanjang 2020, terdapat 40 peristiwa pelanggaran HAM di Papua yang terjadi sejak Januari-November 2020.
“Kontras mencatat selama hampir tahun 2020, itu setidaknya setiap bulan terjadi peristiwa kekerasan yang menimpa masyarakat Papua,” kata Arif dalam acara yang digelar secara virtual bersama media untuk memperingati hari HAM, (Kamis, 10/12/2020).
Terlebih, demokrasi telah menjadi alat dalam memperkokoh kerusakan tatanan negara dan masyarakat. Sebagai contoh kasus pelanggaran HAM lima tahun terakhir ini semakin meningkat. Tak tanggung-tanggung, sistem demokrasi ini membuat oknum tertentu menjadi gelap mata dan semakin brutal terhadap masyarakat, dengan dalih aparat dilindungi hukum.
Disisi lain, rakyat tak mendapatkan keadilan atas haknya dan suara rakyat dibungkam, pokoknya salah ya salah tidak boleh bela diri, tidak boleh bersuara, diam saja, ini menjadi bukti bahwa demokrasi tidak berpihak kepada rakyat.
Demokrasi telah menampakkan wajah aslinya. Orang yang telah mengemban demokrasi ini, hanya membuat dirinya menjadi budak kedzoliman untuk dirinya dan orang lain. Demokrasi tidak mampu menjamin keamanan bagi masyarakat ketika mengalami ketidakadilan, justru ini dapat menjadi jebakan untuk dirinya. Karena sejatinya demokrasi hanya untuk melindungi suatu kelompok atau oknum tertentu diatas kepentingan mereka. Pun demokrasi tidak mengenal sahabat maupun saudara, yang ada hanya kepentingan semata hari ini kawan besok bisa menjadi lawan.
Islam Memandang
Allah SWT telah menerangkan kita dalam Kitab-Nya, bahwa penetap hukum hanyalah Dia semata, Dialah sebaik-baik yang menetapkan hukum. Dilarang menyekutukannya dalam menetapkan hukum dan Dia mengabarkan bahwa tidak ada seorang pun yang lebih baik hukumnya dari-Nya.
Allah berfirman, “Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ?.” (QS Al-Maidah: 50)
Allah juga menegaskan agar manusia jangan sekali-kali menyekutukannya, “Katakanlah: “Allah lebih mengetahui berapa lamanya mereka tinggal (di gua); kepunyaan-Nya-lah semua yang tersembunyi di langit dan di bumi. Alangkah terang penglihatan-Nya dan Alangkah tajam pendengaran-Nya; tak ada seorang pelindung pun bagi mereka selain dari pada-Nya; dan Dia tidak mengambil seorang pun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan”. (QS.Al-Kahfi:26)
Olehnya, demokrasi merupakan sistem yang bertentangan dengan Islam. Karena sistem ini meletakkan rakyat sebagai sumber hukum atau orang-orang yang mewakilinya, padahal sangat tidak sesuai dengan praktiknya. Maka dengan demikian landasan hukumnya tidak merujuk kepada Allah SWT, tapi kepada rakyat dan para wakilnya.
Selain itu demokrasi ini juga sangat bertentangan dengan fitrah, agama dan akal. Sebagai contoh, pembunuhan enam anggota FPI dengan sangat brutal dan semena-mena sangat bertentangan dengan fitrah manusia.
Pun, sistem hukum yang tidak lepas dari keberadaan hukum islam, yaitu terkait dengan hukum pidana Islam. Salah satu bagian yang menjadi ciri khas dari suatu aturan pidana adalah adanya sistem sanksi. Demikian pula dengan hukum pidana Islam yang menindak tegas para pelaku kekerasan.
Islam juga merupakan suatu sistem yang tidak hanya akan mengurangi terjadinya tindak pidana di dalam masyarakat secara semena-mena, akan tetapi justru akan mencegah terjadinya tindak pidana tersebut. Dalam menjalankan hukum, Islam tidak pernah pilih kasih.
Hal ini pula merujuk kepada kisah Umar bin Khaththab yang memiliki seorang putra bernama Abdurrahman. Dimana ia tertangkap basah sedang menenggak minuman keras bersama dengan kawan-kawannya di Mesir. Bahkan, mereka mabuk dan mengganggu ketenteraman umum.
Amr bin Ash yang menjabat sebagai Gubernur Mesir saat itu, menghukum cambuk Abdurrahman di dalam rumahnya sendiri. Hal itu dilakukan supaya orang-orang tidak banyak yang menyadari bahwa yang dihukum adalah anak seorang khalifah yang telah berbuat dosa.
Namun kabar ini sampai juga di Madinah. Umar bin Khaththab segera mengirim surat kepada Amr bin Ash, agar bawahannya itu segera memulangkan Abdurrahman kepadanya dan diharuskan membungkuk sepanjang perjalanan, dari Mesir ke Madinah di hadapan seluruh rakyat.
Singkat cerita, khalifah Umar bin Khatab akhirnya yang mengeksekusi anaknya sendiri hingga ketika Abdurrahman tengah sakaratul maut Umar berkata dengan tegas, “Kalau kau bertemu dengan Rasulullah SAW, sampaikan kepadanya bahwa ayahmu telah melaksanakan hukum.”
Dari kisah diatas menunjukan bahwa, betapa hukum Islam begitu sempurna, Islam tidak pernah pilih kasih dalam menindak tegas pelaku kekerasan dan kriminal, pun dalam menjalankan hukuman harus sesuai dengan hukum syara’ dengan menghadirkan saksi dan bukti-bukti yang real.
Selain itu, Islam memberikan jaminan keamanan bagi seluruh warga negaranya, muslim maupun non-muslim. Rasulullah SAW memberikan jaminan aman (jiwa dan hartanya yang halal) pada orang-orang kafir (non muslim) saat membebaskan Makkah, beliau bersabda: “Barang siapa yang menutup pintunya maka dia aman.” (HR.Muslim)
Rasulullah juga memberikan perlindungan kepada utusan-utusan orang musyrik dan melarang berkhianat kepada orang yang telah mendapatkan jaminan keamanan. Dari Abu Sa’id, Ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Bagi setiap pengkhianat ada bendera di hari kiamat, ia akan diangkat sesuai kadar pengkhianatannya. Ketahui lah tidak ada penghianat yang lebih besar pengkhianatannya dari pemimpin masyarakat umum”. (HR Muslim)
Pun jika hari ini kita menuntut keadilan dan keamanan, maka yang patut kita terapkan hanyalah hukum Islam. Wallahu ‘alam
Penulis: Yusriani Rini Lapeo, S.Pd (Pemerhati Sosial)
Editor: H5P