TEGAS.CO., JAKARTA – Ketua Tim Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Adib Khumaidi mengatakan, kematian tenaga medis dan kesehatan di Indonesia tercatat paling tinggi di Asia. Selain itu, Indonesia juga masuk ke dalam 5 besar kematian tenaga medis dan kesehatan di seluruh dunia. KOMPAS.com.
“Sejak Maret hingga akhir Desember 2020 terdapat total 504 petugas medis dan kesehatan yang wafat akibat terinfeksi Covid-19,” ujar Adib dikutip dari siaran pers PB IDI, Sabtu (2/1/2021).
Menurut catatan LaporCOVID-19 hingga 28 Desember 2020, total ada 507 nakes dari 29 provinsi di Indonesia yang telah gugur karena Covid-19. Sebanyak 96 di antaranya meninggal dunia pada Desember 2020, dan merupakan angka kematian nakes tertinggi dalam sebulan selama pandemi berlangsung di Tanah Air.
Mengenai rincian nakes yang meninggal adalah Dokter: 228 orang, Perawat: 167 orang, Bidan: 68 orang, Dokter gigi: 13 orang, Ahli teknologi lab medik: 10 orang, Apoteker: 6 orang, Rekam radiologi: 4 orang, Terapis gigi: 2 orang, Sopir ambulans: 2 orang, Tenaga farmasi: 1 orang, Elektromedik: 1 orang, Sanitarian: 1 orang, Tenaga kesehatan lainnya: 4 orang, Kompas.com, Selasa (29/12/2020).
Tingginya angka kematian nakes di negeri ini menunjukkan kelemahan pada sistem yang ada yakni sistem kapitalis demokrasi. Sistem ini telah gagal menjadikan pemimpin negeri dalam mengoptimalkan kesehatan rakyatnya, termasuk mengakhiri pandemi covid 19 yang menjadi sebab kematian mereka.
Pada dasarnya sistem kapitalis demokrasi telah rusak dari akarnya, yang memisahkan aturan Pencipta Yang Agung dengan urusan negara. Maka, dibutuhkan sistem Islam yang terbukti mampu menyelesaikan berbagai permasalahan dalam hidup.
Islam dengan sistem yang diterapkannya dalam kehidupan bernegara, memiliki seperangkat aturan yang komplit untuk menjamin keamanan rakyatnya. Apalagi yang berurusan dengan nyawa, negara betul-betul menjaganya dengan baik.
Negara akan memberikan pelayanan secara optimal untuk melindungi rakyatnya dari segala ancaman. Dari al-Barra’ bin Azib ra., Nabi Saw. bersabda, “Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibanding terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani).
Ketidakmaksimalan bahkan dengan sengaja berlepas tanggung jawab dan abai terhadap keselamatan rakyat saat pandemi, bukankah sama saja dengan mengorbankan nyawa manusia terutama tenaga kesehatan yang angka kematian mereka tidak tangggung-tanggung?
Tentu ini merupakan kedzaliman dan amat berat pertanggungjawabannya kelak di hadapan Allah SWT. Pemimpin negeri ini tidak bisa lepas dari tanggungjawab itu.
Sistem kesehatan dalam sejarah Islam, membutuhkan negara yang menganggapnya sebagai kebutuhan primer dan wajib dijamin pemenuhannya. Pada masa pandemi Covid-19, masyarakat sangat membutuhkan sebuah sistem kesehatan yang baik.
Salah satunya keberadaan rumah sakit yang memadai, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas. Betapa tidak, pandemik ini mengakibatkan banyak orang terinfeksi virus dan membutuhkan rumah sakit yang mampu melakukan perawatan medis secara khusus, serta perlu ruangan-ruangan isolasi.
Sejumlah peralatan medis, terutama ventilator sangat dibutuhkan untuk penanganan pasien terinfeksi. Tenaga medis perlu APD (Alat Pelindung Diri) yang benar-benar aman untuk melindunginya saat bertugas. Obat-obatan yang sudah teruji klinis sangat dibutuhkan untuk menolong pasien.
Sejumlah peralatan test yang efektif dan kesiapan laboratorium juga sangat dibutuhkan untuk memastikan seseorang positif terinfeksi virus atau tidak, hingga bisa diberi perlakuan yang tepat. Alat-alat test deteksi infeksi juga terus dikembangkan agar semakin cepat dan akurat.
Semua hal itu, meniscayakan bahwa sebenarnya Rumah Sakit bukan hanya menjadi harapan orang sebagai wasilah untuk menyembuhkan penyakit, tapi juga berperan sebagai tempat pendidikan, penelitian untuk mengembangkan ilmu kedokteran hingga melakukan inovasi-inovasi cara pengobatan yang lebih efektif, penemuan dan pengujian obat-obatan secara klinis yang dibutuhkan pasien serta penemuan lain di bidang kesehatan.
Gambaran ini sudah pernah disaksikan pada masa kekhilafahan. Setiap ibu kota pemerintahan Islam berdiri rumah sakit besar. Selain berfungsi sebagai tempat merawat orang-orang sakit, ia menjadi tempat bagi para dokter untuk mengajar mahasiswa, tempat pertukaran ilmu kedokteran dan sarana mengembangkan ilmu medisnya.
Rumah sakit yang pada masa itu disebut Bimaristan yang berfungsi sebagai pengobatan dan perawatan, juga sebagai laboratorium penelitian dan sekolah kedokteran yang melahirkan dokter-dokter Islam.
Selain itu adalah Rumah Sakit Al-Nuri yang merupakan rumah sakit pertama kali dibangun umat Islam. Ia didirikan pada tahun 706 M oleh Khalifah Al-Walid bin Abdul Al-Malik dari Dinasti Umayyah. Saat kepemimpinan Khalifah Nuruddin Zanki pada tahun 1156 M, rumah sakit ini diperluas dan diperbesar. Ia dilengkapi dengan peralatan paling modern dan tenaga dokter serta perawat yang profesional.
Masih ada lagi yaitu Rumah Sakit Bagdad yang dibangun ketika Khalifah Harun Al-Rashid berkuasa. Rumah sakit ini sangat memperhatikan kualitas layanan dan ketaatan yang kuat terhadap penggunaan obat-obat yang teruji secara ilmiah sehingga hanya obat yang telah teruji secara klinis yang diberikan kepada pasien.
Rumah sakit pada masa Islam selain sebagai pelayanan kesehatan juga terkenal dengan manajemen, pelayanan dan fasilitas pengobatan yang sangat luar biasa. Semua itu bisa diakses rakyat dengan gratis sehingga kebutuhan kesehatan rakyat terpenuhi.
Sistem Islam mampu memberikan pelayanan kesehatan yang luar biasa, ditunjang oleh sistem ekonomi yang berjalan baik. Dengan begitu, negara memiliki cukup anggaran untuk melayani kebutuhan kesehatan. Aset publik dikelola dengan bijak dan dikembalikan manfaatnya kepada rakyat.
Keberhasilan peradaban Islam ini disebabkan paradigma yang benar bahwa kesehatan adalah tanggungjawab negara. Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Setiap dari kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab untuk orang-orang yang dipimpin. Jadi, penguasa adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas rakyatnya.” (Bukhari dan Muslim). Wallahu a’lam bishshawab.
Penulis: Dewi Tisnawati, S. Sos. I (Pemerhati Sosial)
Editor: H5P
Komentar