Kurikulum Pendidikan Kapitalis, Mencetak Generasi Pragmatis

Kurikulum Pendidikan Kapitalis, Mencetak Generasi Pragmatis
Rini Astutik (Pemerhati Sosial dan Pendidikan)

TEGAS.CO., NUSANTARA – Dalam siaran langsung instagram @unicefindonesia, Jumat 15 Januari 2021 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim menyebut, sistem pembelajaran berbasis proyek atau project based learning mesti digalakkan. Hal ini agar kolaborasi antar pelajar terus terbangun melalui proyek pembelajaran tersebut.

Selain itu guna memicu kemandirian, kolaborasi, dan kreativitas. Untuk itu, Nadiem mengatakan, kemampuan berkolaborasi di dunia pendidikan itu sendiri semakin dibutuhkan saat ini. Kolaborasi dan membangun kreativitas pulalah yang menjadi esensi dari kebijakan Merdeka Belajar.(Medcom.id 16/1/2021).

Iklan Pemkot Baubau

Sehingga dari hal inilah yang menuai protes sejumlah Ormas Keagamaan, ormas tersebut Kompak Menyoroti Peta Jalan Pendidikan yang dicanangkan Kemendikbud. Termasuk diantaranya ada Ketua Lembaga Pendidikan Maarif PBNU, KH. Z. Arifin Junaedi tidak hanya itu ADVERTISEMENT Pihak PBNU juga mengkritisi peta jalan pendidikan 2020-2035 yang dianggap hanya berorientasi kepada wilayah perkotaan. “Bahwa peta jalan yang disusun hanya dari perspektif kelas menengah dan kota, belum bisa menjawab persoalan Pendidikan di level grassroot, pedalaman,” ujar Sekertaris Lembaga Pendidikan Maarif PBNU, Iklila Muzayyanah.

Senada dengan Sekertaris Dikdasmen PP Muhammadiyah Alpha Amirrachman mengungkapkan ketidaksetujuannya perihal penyebutan peta jalan. “Lebih tepat grand desain, bukan peta jalan. hendaknya yang diatur bersifat makro, bukan super teknis. Sedangkan yang teknis dan detail mestinya diterjemahkan di reinstra,” ujarnya.(JPNN.com 13/1/2021).

Sementara itu, menurut Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Kebangkitan Bangsa (DPP PKB) Abdul Muhaimin Iskandar (Cak Imin) saat membuka musyawarah wilayah (Muswil) 15 Dewan pimpinan wilayah (DPW)PKB secara virtual sabtu,16/1/2021 meminta agar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim agar segera diganti.

Dia melihat, saat ini krisis atau darurat pendidikan yang terjadi sepanjang pandemi Covid-19 belum bisa tertangani dengan baik dan belum ada terobosan yang dilakukan Nadiem sebagai solusi dalam mengatasi darurat pendidikan nasional (okezone 16/1/2021).

Hingga saat ini, tidak ada terobosan nyata yang bisa dirasakan Mendikbud dalam menangani darurat pendidikan nasional. “Saya harapkan kecanggihan Pak Nadiem dalam menangani teknologi, menangani gojek, menangani sistem perdagangan baru melalui online. luar biasa, salut,” katanya. Dia berharap, kemampuan Nadiem Makarim tersebut dapat ditindak lanjuti dengan kemampuan menata dan mengelola pendidikan nasional.

Disisi lain tak bisa dipungkiri bahwa Pendidikan vokasi saat ini telah menjelma menjadi primadona baru didunia pendidikan karena oreintasinya guna menyiapkan SDM yang siap memenuhi kebutuhan pasar kerja. Pendidikan vokasi ini Ditargetkan untuk membangun kualitas SDM yg mampu menghadapi era industri 4.0. Sehingga pemerintah melakukan Penyesuaian kurikulum pendidikan dalam rangka mendukung link and match.

Dari sini kita bisa melihat bahwa kebijakan yang diambil pemerintah saat ini Tidak hanya akan menguntungkan dunia pendidikan, tapi industri. Selain itu akan mencetak generasi berpikiran pragmatis. Dan perlu kita cermati lebih dalam persoalan didunia pendidikan akan semakin menguatkan ketidakjelasan ke mana arah pendidikan negeri ini.

Sebab dengan adanya project based learning, pemerintah semakin mengukuhkan peran lembaga pendidikan sebagai pencetak tenaga kerja bagi dunia industri sehingga nasib para siswa tak ubahnya seperti kelinci percobaan didunia kerja. Yang mana sengaja dicetak menjadi pelajar yang sekuler dan lebih mencintai dan hanya mengejar materi semata.

Pendidikan vokasi seharusnya dirancang untuk menghasilkan tenaga ahli dan terampil disemua kehidupan sesuai di berbagai bidang kehidupan. Dan tentunya sesuai dengan jenjang pendidikan itu sendiri, keterampilan ini selayaknya bisa dimanfaatkan oleh seluruh lapisan masyarakat ,bukan hanya menguntungkan bagi para pengusaha. Bahkan para siswa juga harus bisa menciptakan usaha sendiri dan menciptakan lapangan kerja tidak hanya bergantung pada industri para korporat.

Sementara itu, kesenjangan dunia pendidikan masih menjadi polemik. Buruknya sistem anggaran untuk pendidikan saat ini dalam kondisi memprihatinkan, Baik soal aksebilitas ketersediaan sarana prasarana pendidikan, maupun ketersediaan tenaga pendidik yang berkualitas. Hingga pemerataan kualitas pendidikan menjadi PR pemerintah yang tak kunjung selesai.

Kondisi ini semakin diperparah dengan arah pendidikan yang semakin tidak jelas, semakin menegaskan negara seolah-olah berlepas tangan menyerahkan segala urusan pendidikan kepada mekanisme pasar. Bukan berperan guna mempersiapkan pendidikan yang mampu menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi negara. Maka wajar jika apa yang disebut dengan “Merdeka Belajar” dan “Pendidikan untuk Semua” hanya sebagai isapan jempol semata. Tanpa bisa terealisasi dengan baik dan benar.

Hal ini tentu mencoreng wajah dunia pendidikan. Pendidikan yang semestinya bervisi membangun kepribadian untuk manusia sebagai hamba Allah Kholifah Fil Ardhi, dikerdilkan hanya untuk mencetak manusia bermental buruh. Yang lebih mengedepankan materi guna memuluskan keinginan serta kepentingan para kapitalis dan korporasi.

Semua ini tidak terlepas dari negara yang berparadigma kapitalis-liberal yang justru mengarahkan pendidikan menjadi salah satu instrumen global, yang bersembunyi dibalik kata Investasi, Korporasi dan Revolusi industri. Nyatanya, kebijakan sistem pendidikan saat ini sangat dominan dengan hitung-hitungan untung rugi dalam ekonomi. Dengan berdalih demi peningkatan kemampuan produksi, kreativitas, kemandirian serta semacamnya. Padahal itu semua adalah hegemoni kaum kapitalis yang berwujud dalam bentuk korporasi. Dan inilah yang kita lihat saat ini.

Sehingga arah pendidikan yang diterapkan saat ini, tak ubah seperti mesin penyuplai kebutuhan pasar tenaga kerja bagi Industri raksasa milik negara-negara adidaya. Bukan sebagai pilar guna membangun peradaban yang cemerlang.

Seperti lingkaran yang tak berujung permasalahan pendidikan di negeri ini yang semakin menunjukkan potret buram dunia pendidikan ala kapitalis. Dan dampaknya akan terus membuat negeri ini terposisi sebagai objek penjajahan. Tak berdaulat dan jauh dari kemandirian.

Jika dalam sistem kapitalis kurikulum pendidikan di buat untuk mencetak generasi berorientasi duniawi, dan hasilnya hanya mampu mencetak para siswa kita menjadi generasi bermental buruh. Tentu hal ini sangat berbeda jauh dalam sistem pendidikan Islam.

Sebab kurikulum dan visi pendidikan dalam Islam ialah untuk melahirkan generasi yang memiliki nafsiyah (kepribadian) dan aqliyah (pola pikir) Islam. Sehingga bisa menghantarkannya kepada ketaatan sebagai seorang hamba. Hal tersebut mendorongnya mengetahui tujuan penciptaan manusia, yakni hanya untuk beribadah kepadanya. Sistem pendidikan Islam menerapkan kurikulum berdasarkan aqidah Islam. Akidah inilah yang tidak hanya mengejar duniawi tapi punya dua dimensi yang satu sama lain saling menguatkan, yaitu mempunyai sisi duniawi dan ukhrowi.

Segala sarana dan prasarana penunjang untuk memfasilitasi siswa ditanggung oleh Negara. Bahkan pelayanan pendidikan diberikan secara gratis dan berkualitas. Tenaga pendidik didatangkan sesuai dengan keahlian pada bidangnya, yang mempunyai kapasitas dan kreadibilitas yang mumpuni.

Tidak hanya itu, Dunia pendidikan juga bertanggung jawab mencetak pemikir, ilmuwan handal yang menguasai sains dan teknologi. Dan yang terpenting dari semua itu outpout Dunia pendidikan adalah SDM yang memiliki kepribadian yang cemerlang. Sehingga menghasilkan generasi yang memiliki pola pikir dan pola sikap yang benar.

Sebab dalam Islam penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan membantu Negara dalam menyelesaikan problem masyarakat. Visi pendidikan adalah untuk mencetak generasi yang dapat mengabdikan ilmunya untuk rakyat. Kebermanfaatan ilmu kaum intelektual semata-mata guna mencerdaskan kehidupan rakyat, karena sejatinya ahli ilmu adalah penerang atas gelapnya kebodohan.

Tak hanya itu, kurikulum pendidikan Islam juga mampu mencetak generasi yang unggul yang mampu mencetak usaha serta mampu menciptakan lapangan kerja, sehingga tidak bergantung pada perusahaan swasta apalagi Asing.

Negara tidak akan membiarkan dunia pendidikan dikuasai pemodal dan tak akan membiarkan para ilmu menghantarkan ilmunya bagi kalangan elite tertentu saja. Semua akan didapat secara merata bagi semua golongan.

Maka kini sudah saatnya sistem pendidikan negeri ini diubah secara total dan mendasar, dan mengembalikan Visi pendidikan pada tujuan sebenarnya, yakni mencetak generasi berkepribadian Islam. Melalui perjuangan pemikiran, dan segera kita campakkan serta kita buang jauh-jauh sistem kapitalis-sekuler yang sudah terbukti menjadi biang kerok dari berbagai sumber persoalan kehidupan kita saat ini.
Wallahu A’lam Bishowab.

Penulis: Rini Astutik (Pemerhati Sosial dan Pendidikan)
Editor: H5P

Komentar