TEGAS.CO., NUSANTARA – Jika ditanya, budaya di Indonesia yang paling membanggakan apa saja? Jelas kita akan menjawab diantaranya suku, bahasa, agamanya dan lainnya. Jika kita menelusuri jejak keindahan Indonesia, memang kebudayaannya terbilang paling indah dan istimewa dibanding negara-negara lain.
Namun di sini kita tidak akan membahas terkait keindahan budaya Indonesia yang berbeda dengan negara lain. Tetapi, ada salah satu budaya yang begitu sangat dilestarikan di negeri ini yang tak lain adalah budaya korupsi.
Tren korupsi di Indonesia kian menjamur hingga menyeret para elite politik dengan tingkat korupsi di Indonesia terbilang cukup tinggi dibanding negara kapitalis China. Dilansir dari Merdeka.com, 30/11/20, lembaga pemantau indeks korupsi global, Transparency International merilis laporan bertajuk ‘Global Corruption Barometer-Asia’ dan Indonesia masuk menjadi negara nomor tiga paling korup di Asia. Posisi pertama ditempati India diikuti Kamboja di peringkat kedua.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak serius menangani korupsi. Kurnia Ramadhana bahkan menyoroti KPK dalam menangani kasus korupsi bantuan sosial (Bansos) yang menjerat Juliari Batubara. (Pikiranrakyat.com,12/01/21)
Korupsi bantuan sosial (Bansos) untuk penanganan corona memang terbilang paling kejam dan sadis. Semenjak terkuaknya kasus korupsi dana Bansos yang dilakukan oleh para kader PDIP, Indonesia “Corupption Watch” (ICW) kembali melirik kinerja KPK yang tidak mampu menangani tindak pidana korupsi.
Korupsi yang telah membudaya menjadi bukti lemahnya tingkat ketakwaan individu akibat sistem sekularisme. Maka dalam menyikapi tingginya angka kasus korupsi, mengandalkan kinerja KPK tidaklah cukup untuk memberantas tindak pidana korupsi. Dalam hal ini, kita tentu membutuhkan sebuah sistem serta aturan yang mampu memberantas serta menuntaskan segala bentuk permasalahan umat hingga ke akarnya yang tak lain ialah sistem Islam.
Dalam perspektif Islam, ghulul atau korupsi dibagi dalam beberapa bagian yakni risywah( suap), saraqah (pencurian), al gasysy (penipuan) dan khianat (pengkhianatan). Meskipun ghulul dibagi beberapa dimensi, namun tetap perilaku yang jelas merugikan khalayak umum ini termaksud perbuatan haram.
Ghulul atau korupsi merupakan perbuatan yang amat buruk, baik dalam kacamata agama maupun kacamata sosial masyarakat dunia, termasuk di Indonesia. Korupsi sangat melemahkan sendi perekonomian masyarakat, apalagi dikala sedang ditimpa musibah pandemi saat ini.
Korupsi dalam Islam adalah perbuatan melanggar syariat. Syariat Islam yangbertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan bagi umat manusia yakni maqasid al-syari’ah. Diantara kemaslahatan yang hendak dituju tersebut adalah terpeliharanya harta (hifdz al-mal) dari berbagai bentukpelanggaran dan penyelewengan. Islam mengatur dan menilai harta sejak perolehannya hingga pembelanjaannya.
Islam memberikan tuntunan agar dalam memperoleh harta dilakukan dengan cara-cara yang bermoral dan sesuai dengan hukum Islam yaitu dengan tidak menipu, tidak memakan riba, tidak berkhianat, tidak menggelapkan barang milik orang lain, tidak mencuri, tidak curang dalam takaran dan timbangan, tidak korupsi, dan lain sebagainya.
Setiap kejahatan (jari’mah) memiliki hukuman di dunia untuk menjadikan jera pelakunya dan menjadikan si pelaku taubat dan tidak lagi melakukan perbuatan tersebut. Konsep yang bisa diambil untuk menindak pelaku korupsi secara tegas dan keras adalah hirabah. Tindakan pidana semacam ini ditandai dengan sanksi hukuman mati, salib potong tangan dan kaki secara menyilang atau pengasingan.
Allah Swt. berfirman yang artinya:
“Sesungguhnya pembalasan bagi orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hukuman mereka dibunuh atau disalib atau dipotong tangan dan kaki mereka secara menyilang, atau dibuang di negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu sebagai suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka kan mendapat siksaan besar”.
(QS. Al-Maidah:33)
Betapa banyak kerugian negara, rakyat, serta kerusakan ekonomi yang di timbulkan oleh kasus korupsi yang dilakukan pejabat di negeri ini. Korupsi yang telah membudaya seolah menggelapkan mata para elite politik menjadi pribadi yang rakus dan tamak. Padahal Allah Swt. telah mewanti-wanti perilaku ini agar tidak saling mengambil atau memakan harta orang milik orang lain.
Allah SWT berfirman dalam QS. An-Nisa ayat 29 yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”
Dengan demikian, korupsi atau ghulul hanya bisa diberantas dalam Islam dengan hukuman yang telah ditentukan. Perkara yang sangat merugikan negara dan rakyat ini tidak hanya bisa disandarkan pada lembaga negara yang jelas tuntutan hukumnya tak berlandaskan Al-Qur’an atau As-Sunnah. Maka cukuplah hanya syariat Islam yang menjadi tuntunan untuk menyelesaikan problematik umat yang disandarkan pada Al Qur’an dan As-Sunnah. Wallahu A’lam Bishshowab
Penulis: Hamsina Halisi Alfatih
Editor: H5P
Komentar