TEGAS.CO,. – Sebelum mekarnya pulau Wawonii menjadi Konawe Kepulauan (Konkep) pada 2013 yang lalu, mayoritas masyarakat Wawonii jauh sebelumnya memiliki adat istiadat dan budaya kental yang menjadi ciri khasnya sendiri . Selain itu, budaya juga merupakan titipan para orang tua terdahulu untuk terus dikembangkan dan dilestarikan dari generasi ke generasi sebagai bentuk kearifan lokal.
Sekitar abad ke-16 sebelum masuk sistem distrik dan pemerintahan, Keluarga Raja juga telah mengenal tulisan yang disebut dengan Ejaan Laembo. Sayangnya tulisan ini tidak di ajarkan pada masyarakat luas. Jadi sangat sulit untuk mendapatkan informasi mengenai hal tersebut .
Terkait adat istiadat masyarakat Wawonii, salah satunya adalah seni tari seperti tari Lense, tari Molihi, tari Kontau serta banyak lagi tarian lainya yang masih menjadi tradisi dan hampir punah di tataran masyarakat. Tentunya tarian-tarian tersebut meyatukan masyarakat Wawonii menjadi pergaulan untuk semua golongan usia, status sosial dan jenis kelamin. Hal tersebut tidak sedikit pengaruhnya terhadap komunikasi sosial antar suku sehingga menghasilkan persahabatan dan jiwa sosial dalam kehidupan sehari-hari.
Mayoritas generasi muda yang notabenenya penerus dari pulau kelapa tersebut masih banyak yang tidak paham terkait apa saja jenis-jenis tarian asli wawonii yang menjadi ciri khas atau pembeda dengan pulau-pulau lainnya dan ironinya banyak sebagian dari kita bangga ketika memamerkan budaya-budaya barat yang menurut pemikiran dasar kita tidak memiliki nilai edukasi.
Diriwayatkan dalam sebuah adat pernikahan, mahar yang diberikan mempelai pria kepada mempelai wanita bukanlah berupa uang melainkan berupa pohon kelapa. Hal tersebut merupakan adat leluhur orang tua untuk menentukan sebuah strata yang di sebut mokole. Semakin tinggi derajat atau kasta seorang wanita maka semakin banyak pula pohon kelapa yang disebutkan sebagai mahar dalam sebuah perkawinan.
Namun, setelah berakhirnya sistem kerajaan, beberapa orang meyimpulkan untuk menyetarakan nilai mahar sebuah perkawinan dengan berlandaskan kemanusiaan. Walaupun demikian sebagian mayoritas masyarakat Wawonii sampai saat ini masih ada yang memegang teguh ketentuan nilai mahar yang sudah ditentukan saat masih dalam sistem kerajaan
Tak hanya itu,peninggalan fosil-fosil pembuktian sejarah pun masih bisa kita jumpai dan temukan di sebagiaan lingkungan masyarakat di 7 kecamatan dan 98 desa di Konawe kepulauan (Konkep) seperti Kalapaeya, Benteng Watu Tinapi, Kontara (Benteng Pertahanan), Makam Raja Mbeoga dan masih banyak lagi lainya, seharusnya itu merupakan titipan yang perlu di lestarikan dengan mekarnya Wawonii menjadi satu kabupaten.
Globalisasi perkembangan yang semakin pesat bukanlah sebuah masalah,ketika kita coba beradaptasi dengan perkembangan teknologi, tapi jangan pernah lupakan bahwa kita punya sejarah dan budaya yang harus di kembangkan untuk generasi ke generasi selanjutnya, Kalau Bukan Kita Siapa Lagi !!
Penulis : Arkam Asrulgazali
Komentar