TEGAS.CO., NUSANTARA – Diawal tahun 2021 di tengah wabah Covid – 19, Indonesia kembali berduka dengan berbagai macam bencana yang terjadi di sejumlah jumlah daerah, dari jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182 Di perairan Kepulauan seribu, gempa di Sulawesi Barat, banjir di Kalimantan Selatan , longsor yang terjadi di sumedang hingga banjir bandang yang terjadi di puncak. Dan salah satu bencana yang terjadi adalah banjir yang terjadi di sejumlah daerah di Kalimantan Selatan (Kalsel).
Data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) hingga 16 Januari 2021 pukul 10.00 WIB, ada 27.111 rumah yang terendam dan 112.709 warga mengungsi. BNPB mencatat banjir merendam tujuh kabupaten yaitu Kota Tanah Laut ,Hulu Sungai Tengah, Balangan, Tabalong ,Tapin, Banjar Baru, dan Banjar. Dua daerah terparah yaitu Kabupaten Banjar dan kabupaten tanah Laut.
Berbagai analisis penyebab banjir ini pun ramai di suarakan oleh beberapa lembaga salah satunya Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN )mengatakan selain pengaruh cuaca penyebab terjadinya banjir terbesar di Kalimantan selatan itu adalah berkurangnya hutan primer dan sekunder yang terjadi rentang 10 tahun terakhir. Jumlah semua lahan yang menyusut di kawasan tersebut mencapai 322 ribu hektar.
Kendati demikian, staf advokasi dan kampanye Lingkungan hidup (walhi) staff M.Jefri Raharja mengatakan masifnya pembukaan lahan yang terjadi secara terus menerus juga turut andil dari bencana ekologi yang terjadi di Kalimantan selama ini. Berdasarkan laporan 2020 saja sudah terdapat 814 lubang tambang milik 157 perusahaan batu bara yang masih aktif bahkan ditinggal tanpa reklamasi, belum lagi perkebunan kelapa sawit yang mengurangi daya serap tanah.
Direktur eksekutif Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono juga menegaskan wilayah 3,7 juta hektar dari total wilayah hampir 50 persennya sudah di bebani izin pertambangan dan perkebunan kelapa sawit, padahal Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mencatat terdapat 4.290 Izin usaha Pertambangan(IUP) dari seluruh Indonesia, akibatnya ekosistem alami yang di daerah hulu yang berfungsi sebagai tangkapan air menjadi terganggu. Ini semua tidak lepas dari penerapan sistem kapitalisme yang hanya menguntungkan para kapital yang didukung dengan UU minerba dan Omnibus Law Cipta Kerja.
Berbagai praktik yang menyebabkan degradasi ekologi itu sendiri merupakan kemaksiatan. Pangkal kemaksiatan tersebut adalah penerapan System kapitalisme yang berpangkal pada sekularisme. Semua kemaksiatan mengakibatkan fasad ( kerusakan ) di muka bumi. Diantaranya berupa bencana alam dan dampaknya. Semua ini baru sebagian akibat yang Allah SWT timpakan karena berbagai kemaksiatan yang terjadi di tengah manusia. Tujuannya agar manusia segera sadar dan kembali pada Syariat- Nya.
Maha benar Allah dalam firmannya: ”Telah tampak kerusakan didarat dan dilaut di sebabkan karena perbuatan tangan manusia, agar mereka merasakan sebagian dari ( akibat ) perbuatan mereka ,agar mereka kembali ke jalan yang benar. (Ar- Rum: 41).
Karena itu, kunci untuk mengakhiri segala musibah tidak lain dengan mencampakkan akar penyebabnya, yakni Ideologi sistem sekularisme-Kapitalisme. Dan menggantinya dengan sistem yang Allah SWT telah turunkan. itulah ideologi Islam. Yang akan mengatur seluruh aspek kehidupan kita termasuk dalam pengelolaan sumber daya alam serta lingkungan hidup.
Wallahu a’alam bi ash-shawwab.
Penulis: Yeni Rosnaeni (Pemerhati Sosial)
Editor: H5P
Komentar