TEGAS.CO., KENDARI – Sejumlah Organisasi wartawan mengecam tindakan refresif oknum polisi menganiaya jurnalis saat menjalankan tugas peliputan aksi demo di Balai Latihan Kerja (BLK) Kendari, Kamis (18/3/2021)
Ketua Persatuan Wartawan (PWI) Sulawesi Tenggara (Sultra), Sarjono dalam pesannya menegaskan, pimpinan Polri mesti bertanggungjawab atas tindakan refresif yang dilakukan anak buahnya terhadap wartawan media cetak Harian Berita Kota, Rudinan.
“Situasional penanganan aksi tidak dapat menjadi alasan terjadinya kekerasan terhadap wartawan,”tegas Sarjono.
Rudinan yang dikonfirmasi melalui sekertaris PWI Sultra Mahdar mengaku mendapat kekerasan. Mahdar yang juga Direktur Surat kabar Harian Berita Kota menyatakan,
- Mengecam tindakan represif oknum polisi terhadap wartawan Berita Kota Kendari, atas nama Rudinan, ketika sedang melakukan tugas peliputan aksi unjuk rasa di Kantor Balai Latihan Kerja (BLK) Kendari, Kamis, 18 Maret 2021.
- Mendesak kepada Kapolda Sultra untuk segera mengusut dan menindak oknum polisi pelaku kekerasan tersebut.
- Meminta kepada semua pihak untuk menghargai wartawan dalam menjalankan tugas-tugas jurnalistik sesuai UU Pers No. 40/1999.
Sementara itu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kendari mengecam aksi brutal sekolompok oknum polisi tersebut
Tindakan kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian tidak bisa dibenarkan dengan alasan apapun. Apalagi tugas pokok polisi sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat.
Penghalang-halangan dan kekerasan yang dilakukan aparat keamanan ini merupakan tindak pidana, sekaligus mengancam kebebasan pers. Karena jurnalis dalam menjalankan tugas di lapangan dilindungi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Menghalangi tugas jurnalis saja sudah pidana. Apalagi sampai ada kekerasan fisik,”kata Koordinator Divisi Advokasi AJI Kendari, La Ode Kasman Angkosono.
Ketentuan pidana ini diatur dalam UU Pers Pasal 18 ayat (1), yang berbunyi setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi maka dipidana penjara paling lama tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.
Tindakan represif aparat kepolisian terhadap jurnalis terus berulang. Maka dari itu, kami meminta agar para oknum polisi yang terlibat agar mendapat sanksi tegas, jangan terkesan dilindungi.
Pimpinan harus tegas dalam kasus seperti ini, untuk memberikan efek jerah terhadap para pelaku yang berbuat semena-mena terhadap masyarakat.
Selain itu, AJI Kendari meminta agar pimpinan kepolisian juga mengajari anggotanya tentang kerja-kerja jurnalis yang dilindungi UU Pers.
Kemudian, kami juga mengimbau kepada para pewarta agar selalu berhati-hati dan tetap menaati kode etik dalam setiap menjalankan tugas-tugas jurnalistik di lapangan.
Hal senada disampaikan Koordinator Devisi Advokasi pengurus daerah Ikatan Jurnalis Televisi (IJTI) Sultra, Mukhtaruddin mendesak Kapolda Sultra dan Kapolres Kendari, menindak tegas oknum polisi yang melalukan kekerasan terhadap Jurnalis.
Di tempat terpisah, Kapolres Kendari AKBP Didik Erfianto meminta maaf atas insiden tersebut. Didik didampingi Kasat Reskrim Polres Kendari AKP I Gede Pranata Wiguna.
Unjuk rasa protes lelang proyek di kantor Balai Latihan Kerja (BLK) Kendari, Sulawesi Tenggara ricuh, Kamis (18/3/2021).
Kericuhan dipicu saat masa pengunjuk rasa akan membakar ban bekas sebagai bentuk kekesalan terhadap kepala BLK Kendari.
Petugas kepolisian dari Polres Kendari tak ingin ada pembakaran ban. Saat pembakaran ban akan dilakukan mahasiswa yang terhimpun pada Elemen Pemerhati Keadilan Sulawesi Tenggara dibubarkan polisi.
Saat dibubarkan satu pengunjuk rasa pingsan akibat terkena pukulan dan tendangan oknum petugas.Tak cuma itu, wartawan ikut dibentak dengan kata-kata tak pantas saat peliputan aksi itu dan mendapatkan kekerasan.
Data kekerasan jurnalis
2017
Intimidasi yang dialami Ahmad Evendi wartawan Kolaka Pos di Kabupaten Muna menjadi kasus pertama yang diadvokasi oleh AJI Kendari. Ahmad mendapatkan tindakan kekerasan saat melakukan peliputan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Muna. Beberapa pegawai negeri RSUD setempat mencoba menghalangi wartawan saat mengambil gambar dugaan pungutan liar. Pegawai merampas dan mencoba merebut alat liputan wartawan tersebut. Penyidik telah meminta keterangan saksi maupun keterangan ahli pers yang dimandatkan oleh AJI Kendari. Namun, hingga saat ini, kasus ini jalan di tempat.
2018
5 Januari 2018 sekira pukul 00.30 Wita, jurnalis MNC Media Andi Lopes Eba yang juga anggota AJI Kendari dilarang meliput peristiwa penganiayaan jambret yang ditangani Polsek Murhum Kota Baubau.
Kasat Reskrim Polres Baubau telah menginstruksikan kepada jajaran Polsek Muhrum agar tidak mengizinkan jurnalis meliput. AJI Kendari turut memprotes tindakan kepolisian tentang upaya menghalang-halangi jurnalis melakukan peliputan.
22 Januari 2018, korbannya Muliyadi Azis alias Putra (26), jurnalis media online Kabarbuton.com di Kota Baubau Provinsi Sulawesi Tenggara. Tindakan intimidasi dan sensor dilakukan oleh Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Baubau AKP Haris Akhmad Basuki.
Ia sedang melakukan peliputan kasus pembacokan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Baubau. Saat itu, Putra sedang mengambil gambar video peristiwa pembacokan. Namun, hasil videonya sempat merekam muka Kasat Reskrim Polres Baubau. Hal ini membuat Kasat Reskrim keberatan sehingga menyuruh wartawan itu untuk menghapus gambar tersebut.
Putra sempat mengaku tidak ada gambar Kasat Reskrim di video itu. Namun, Kasat Reskrim tetap memaksa untuk meminta alat liputannya. Karena ketakutan, Putra akhirnya menghapus sendiri video tersebut. AJI Kendari mendesak polisi tidak boleh menghalangi dan mengintimidasi jurnalis saat melaksanakan tugasnya di lapangan. Kasus di Baubau ini diselesaikan secara damai. Kasat Reskrim dan Kapolres Baubau meminta maaf kepada pers dan publik secara langsung.
25 Januari 2018, jurnalis Rusman Endogawa, Jurnalis zonasultra.com mendapatkan intimidasi dari polisi saat meliput di RSUD Jafar Harun di Kolaka Utara. Kasus ini berakhir mediasi antara korban dengan pihak polres Kolaka Utara.
2019
Februari 2019, dua jurnalis Wiwid Abid Abadi dan M Fadli dilaporkan ke Polda Sultra oleh salah satu calon anggota legislative (caleg) soal dugaan pelanggaran UU ITE atas karya jurnalistik mereka.
AJI Kendari yang tergabung dalam Aliansi Pro Kemerdekaan Pers Sulawesi Tenggara menggelar demonstrasi dan mendesak Polda Sultra menghentikan proses penyelidikan laporan tersebut dan meminta kepada pelapor untuk menempuh jalur di Dewan Pers. Kasus ini berhenti namun belum ada keterangan tertulis proses kasus ini dihentikan.
September 2019, sembilan jurnalis di Kendari mendapatkan perlakuan intimidasi oleh aparat kepolisian saat demo ricuh di Kendari, Selasa (22/10). Selain diintimidasi, satu dari sembilan jurnalis mendapatkan teror melalui pesan Whatsapp.
Kesembilan jurnalis itu adalah Ancha (Sultra TV), Ronald Fajar (Inikatasultra.com), Pandi (Inilahsultra.com), Jumdin (Anoatimes.id), Mukhtaruddin (Inews TV), Muhammad Harianto (LKBN Antara Sultra), Fadli Aksar (Zonasultra.com), Kasman (Berita Kota Kendari) dan Wiwid Abid Abadi (Kendarinesia.id).
AJI Kendari bersama koalisi lainnya mengutuk keras tindakan intimidasi polisi dan terror yang dialami jurnalis. AJI Kendari juga turut mendampingi korban kekerasan melaporkan oknum polisi ke Propam Polda Sultra. Hanya saja, penanganan kasus ini tidak ada perkembangan atau jalan di tempat. Kapolda Sultra Irjen Pol Merdisyam pernah menyatakan permintaan maaf atas kasus kekerasan dan intimidasi jurnalis.
Jumat 20 Desember 2019, sekitar pukul 15.45 Wita. Sejumlah jurnalis, Algazali (SCTV-Indosiar, Wiwid Abid Abadi – kumparan.com, Hasrul Tamrin – sultrakini.com) dilarang meliput rekonstruksi kasus penembakan mahasiswa Universitas Halu Oleo (UHO), di depan Kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sulawesi Tenggara (Disnakertrans Sultra) Jalan Abdulah Silondae, Kendari.
Polisi meminta wartawan mengambil gambar sekalipun di luar garis polisi. AJI Kendari memandang, sikap oknum polisi ini sebagai bentuk penghalang-halangan kerja jurnalis. Sebab, dalam menjalankan tugasnya, jurnalis memahami posisi yang dibolehkan aparat untuk mengambil gambar dan video.
2020
Februari 2020, AJI Kendari turut mendampingi dan mengadvokasi kasus M Sadli Soleh, jurnalis Liputanpersada.com yang dilaporkan Bupati Buton Tengah ke Polres Baubau tentang pelanggaran UU ITE atas karya jurnalistiknya.
Selain mendampingi Sadli dalam hal non-litigasi, AJI Kendari juga memberikan dukungan moril kepada keluarga Sadli. Dalam kasus ini, Sadli divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Pasar Wajo.
Baca, https://tegas.co/2021/03/17/puluhan-wartawan-sambut-kebebasan-sadly-saleh/
Juli 2020, AJI Kendari mengecam pernyataan Komandan Lanud Haluoleo Kolonel Pnb Muzafar yang menyebut kekhawatirannya terhadap jurnalis ditunggangi teroris saat liputan kedatangan TKA China di Bandara Haluoleo.
AJI Kendari menilai, pernyataan Danlanud sangat berbahaya bagi keselamatan jurnalis dan memicu stigma buruk di masyarakat. AJI memaklumi kekhawatiran akan wilayah kekuasaannya, namun menyebut jurnalis berpotensi ditunggangi teroris, merupakan pernyataan yang berlebihan. Terhadap protes itu, Danlanud meminta maaf kepada media.
Oktober 2020, dua jurnalis di Kota Kendari Ilfa (Sultrademo.com dan Hardianto (Media Kendari) mendapatkan tindakan intimidasi dari aparat kepolisian saat demo ricuh di Mapolda Sultra. Keduanya sempat dibawa di pos polisi padahal sudah memperlihatkan tanda pengenal sebagai jurnalis.
AJI Kendari turut mendampingi korban dan mengadvokasi untuk melaporkan oknum polisi ke Propam Polda Sultra. Namun, sama seperti sebelumnya, kasus kekerasan jurnalis tak juga diproses oleh polisi.
TIM CEK FAKTA TEGAS
Komentar