TEGAS.CO., NUSANTARA – Kasus kekerasan pada anak setiap tahunnya semakin meningkat. Misalnya kasus kekerasan pada anak di Konawe Selatan dari Januari hingga Maret 2021 sudah mencapai 19 kasus, itu baru kasus yang dilaporkan ke pihak berwajib. Lalu bagaimana kasus kekerasan yang tidak terlaporkan? Apalagi kasus kekerasan pada anak ibarat fenomena gunung es. Masih banyak yang kasusnya tidak pernah dilaporkan. Miris!
Hal ini diungkapkan oleh satuan bakti pekerja Sosial Perlindungan Anak Kementerian Sosial Wilayah Konsel, Helpin Ezza, pada senin (8/3/2021) “Kasus kekerasan pada anak di Konsel yang kami tangani dari Januari hingga Maret 2021 berjumlah 19 kasus”.
Helpin juga menjelaskan, dari 19 kasus di antaranya 13 kasus kekerasan seksual terhadap anak dan enam kasus adalah penganiayaan terhadap anak. “Penyebabnya bermacam-macam, mulai dari pengaruh internet, pergaulan hingga memang pengaruh penyakit seksual”, jelas Helpin di salah satu media.
Kasus tersebut dalam sistem sekuler hari ini akan terus terjadi, sebab negara masih minim dalam memberikan solusi yang tepat dalam mencegah kekerasan pada anak. Kekerasan seksual yang terjadi pada anak pun tidak sedikit akibat tayangan-tayang TV yang terbuka yang mempertontonkan aurat, sinetron percintaan remaja yang gaul bebas dll.
Semua itu merupakan tayangan yang dapat membangkitkan syahwat, yang seharusnya bukan bahan tontonan. Sebab akan menimbulkan rangsangan jika tidak dikendalikan dengan benar.
Pun, ketika negara masih menganut sistem kebebasan berekspresi di mana negara menjamin kebebasan tersebut, maka setiap warga negara dalam sistem demokrasi dijamin haknya untuk mengekspresikan dirinya termaksud berpakaian ketat, mengekspor dirinya menjadi model, bahkan hingga berpose telanjang yang mereka anggap bagian dari seni. Sehingga tidak heran ketika ada yang terlihat membuka aurat di depan umum dengan tidak merasa malu, karena hal tersebut bagian dari mengekspresikan diri.
Hal demikian menjadi beberapa faktor yang mengakibatkan kekerasan terhadap anak terus terjadi. Tak hanya itu, adanya pembiaran tontonan yang merangsang naluri seksual hingga tidak adanya edukasi agama terhadap masyarakat tentang bagaimana pemenuhan tersebut bisa dipenuhi dengan benar, hingga menyelesaikan penyakit seksual. Sekali lagi negara masih minim dengan tanggung jawab mereka terhadap masyarakat.
Berbeda dengan aturan Islam, Islam memberikan solusi yang tuntas dalam menyelesaikan kasus kekerasan terhadap anak. Karena dalam institusi Islam setiap tontonan yang ditayangkan dalam TV selalu mengandung edukasi terhadap masyarakat, tidak akan pernah kita dapatkan tontonan yang tidak mengandung edukasi apalagi tontonan yang memperlihatkan aurat tubuh seseorang. Karena dalam departemen penerangan akan selalu memfilter tontonan yang akan ditayangkan kepada masyarakat.
Kemudian dalam hal pakaian, negara akan mewajibkan pada setiap warga negara Islam, yaitu wanita baik yang beragama Islam maupun non muslim untuk menutup aurat mereka meskipun akan berbeda pakaian antara Muslimah dan non muslim, tetapi mereka wajib menutup aurat. Ini merupakan bagian dari kewajiban para wanita Muslimah di samping bagian dari pencegahan negara terhadap masyarakat dari melihat aurat yang tidak dihalalkan.
Karena dalam Al-Qur’an surah Al-Ahzab ayat 59 yang artinya, “Wahai nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka, yang demikian itu agar mereka lebih mudah dikenal, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah maha pengampun, maha penyayang.”
Dengan demikian, tidak akan ada tontonan aurat yang dipertontonkan karena negara mewajibkan bagi para wanita untuk menutup aurat sehingga tidak ada celah dari melihat aurat wanita yang bisa membangkitkan syahwat bagi pria.
Oleh karena itu, hanya berharap pada sistem yang bersumber dari Allah masalah kekerasan terhadap anak akan mampu dicegah. Karena sesungguhnya yang mengetahui mana aturan yang terbaik untuk hamba, yakni yang menciptakan manusia, yaitu Allah Swt. Wallahu a’lam.
Penulis: Hasriyana, S. Pd. (Pemerhati Sosial Asal Konawe)
Editor: H5P
Komentar