TEGAS.CO., NUSANTARA – Tingginya angka pernikahan dini di negeri ini terlebih dimasa pandemi menuai sorotan dan banyak kalangan berpendapat. Mulai dari mempersoalkan dampak negatif yang ditimbulkan akibat perkawinan anak, maraknya dispensasi menikah, hingga mendorong peran lembaga keagamaan untuk memecahkan persoalan perkawinan anak dengan mengeluarkan fatwa.
Dilansir dari Merdeka.com, 19 Februari 2021, Ketua Presidium Kaukus Perempuan Parlemen Republik Indonesia (KPPRI), Diah Pitaloka prihatin dengan maraknya penggunaan pasal dispensasi untuk menikah. Ini menyebabkan anak di bawah usia 19 tahun dapat melakukan pernikahan.
Dalam Undang-undang Nomor 16 tahun 2019 tentang Perkawinan telah mengatur usia minimal kawin perempuan dan laki-laki 19 tahun. Namun dalam UU tersebut mengatur izin pernikahan di bawah usia 19 tahun. Syaratnya, kedua orang tua calon mempelai meminta dispensasi ke pengadilan.
“Keprihatinan mendalam dengan maraknya penggunaan pasal dispensasi menikah di bawah usia yang tercantum sebagai batas usia menikah dalam UU Perkawinan,” katanya saat memberikan sambutan dalam pelantikan KPP Jabar di Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat, Jumat (19/2). Dia mengungkapkan, berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) telah terjadi penggunaan pasal dispensasi sebanyak 34 ribu kasus dalam tempo Januari-Juli 2020.
Diah meminta agar pemerintah membentuk aturan turunan dari UU Perkawinan. Tujuannya agar penggunaan pasal dispensasi tidak terlalu longgar.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan, peran lembaga keagamaan seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI) penting untuk memecahkan masalah perkawinan anak di Indonesia. Menurut Muhadjir, MUI dapat menetapkan fatwa terkait pencegahan perkawinan anak.
“Pemerintah tidak bisa memecahkan masalah nasional ini sendiri, perkawinan anak perlu fatwa dari MUI sebagai perkawinan yang tidak sesuai dengan syariat nikah,” ujar Menko dalam Seminar Nasional dan Deklarasi Gerakan Nasional Pendewasaan Usia Perkawinan, (validnews ,18/3/2021).
Meskipun UU yang mengatur batas umur perkawinan anak sudah ada akan tetapi hal ini masih ada celah karena adanya dispensasi nikah dari kantor urusan agama dan dipenuhi. Atas dasar ini maka ketua lembaga bantuan hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk keadialan (LBH APIK) Nursyahbani Katjasungkana mengatakan bahwa Persoalan dispensasi atau keringanan batas minimal usia pernikahan yang diberikan Kantor Urusan Agama (KUA) harus diusut.
Kampanye anti pernikahan anak di negeri ini sudah sejak lama dilakukan yang didukung oleh kelompok liberal. Hal ini sejalan dengan agenda global PBB bahwa anak harus dijaga. Semua anggota PBB termasuk Indonesia telah menyepakati sebuah konvensi hak anak, salah satunya menyukseskan penegakan hukum di dalam negeri yang melarang pernikahan anak.
Gencarnya aksi kampanye ini dipandang penting karena alasan dampak perkawinan anak misalnya misalnya laki-laki dan perempuan yang menikah belum memiliki kematangan emosional sehingga percekcokan, perceraian, dan kekerasan dalam rumah tangga rawan terjadi sehingga dapat menimbulkan trauma bahkan kematian bagi korban, laju pertumbuhan penduduk tak terkendali, pelanggaran hak anak, mendiskriminasi perempuan dan berbahaya bagi kesehatan reproduksi.
Padahal kasus perceraian, kekerasan, keluarga tidak harmonis akibat kurangnya rasa tanggung jawab serta kesiapan menjalani pernikahan tidak hanya terjadi di kalangan rumah tangga remaja tapi juga rumah tangga yang dibangun oleh kalangan dewasa.
Disisi lain banyak pasangan muda yang berhasil karena kedua belah pihak telah mempersiapkan diri untuk menikah dan menjalani kehidupan pernikahan menurut Syariat Islam, sehingga mewujudkan keluarga yang sakinah, mawadah, warahmah. Artinya bahwa batas usia bukanlah standar kebahagiaan dan kesuksesan dalam berumah tangga.
Syariat Islam adalah satu-satunya rujukan termasuk soal pernikahan. Usia bukanlah menjadi persoalan dalam melakukan pernikahan. Yang terpenting adalah bagaimana orang tua menyiapkan, lingkungan menyiapkan, dan negara menyiapkan generasi agar mereka mampu memikul tanggung jawab yang besar termasuk tanggung jawab sebagai orang tua melalui pendidikan Islam. Negara mesti menutup seluruh karena pergaulan bebas sebagai biang persoalan seks bebas, konten pornografi dan porno aksi dan kran lainnya. Sera memberikan sanksi yang tegas terhadap pelanggarnya.
Islam membolehkan (halal) pernikahan dini selama tidak ada paksaan dan telah ada kesiapan dari kedua belah pihak yang akan menikah. Yaitu kesiapan ilmu, kemampuan menafkahi, serta kesiapan fisik. Karena itu upaya melarang pernikahan dini dianggap salah satu bentuk kedurhakaan terhadap apa yang telah dihalalkan oleh Allah Swt. Seharusnya umat Islam mewaspadai dan menolak agenda ini. Wallahu a’lam bishawab
Penulis: Syamsiah (Pemerhati Sosial)
Editor: H5P
Komentar