Adu Domba dibalik Aksi Teror

Opini943 Dilihat
Desi Dian S., S.Ikom
Desi Dian S., S.Ikom

TEGAS.CO., NUSANTARA – Ahad, (28/3/2021) pagi sekitar pukul 10.30 WITA indonesia dikagetkan dengan aksi bom bunuh diri yang dilakukan di depan halaman gereja Katedral Makassar. Diketahui aksi tersebut menewaskan dua orang dan mengakibat kan 20 orang lainya luka-luka. Kendati demikian aksi bom bunuh diri merupakan tindakan terkutuk yang bertentangan dengan syariat Islam.

Perlu dipahami aksi terorisme tidak mengenal agama, walaupun aksi bunuh diri adalah perbuatan yang terkutuk namun ketika mengaitkan aksi bunuh diri dengan agama tertentu adalah tuduhan keji. Bahkan lebih jauh jangan sampai kasus seperti ini digiring kepada isu radikalisme yang sangat sering dilekatkan dengan Islam dan simbol-simbolnya.

Menyikapi hal ini, dalam kanal youtube Ngaji Subuh (29/3/2021), pakar politik Islam Dr. Ryan, M,Ag. menyampaikan bahwa Ajaran Islam berasal dari Allah dan mengandung kebaikan. Jangan sampai didistorsi, didestruksi, bahkan dihilangkan. Lebih lanjut Dr. Ryan juga berharap Pemerintah harus tetap fokus menyelesaikan banyaknya problematika umat saat ini akibat penerapan sekularisme radikal dan kapitalisme yang berdampak buruk. Jangan sampai dialihkan oleh peristiwa bom makassar.

Stigmatisasi Ajaran Islam

Cepatnya penanganan kasus tersebut patut diapresiasi. Belum berganti hari, identitas pelaku beserta jaringannya terungkap dengan sejumlah bukti. Pasangan suami istri berinisial L (suami) dan YSF (istri), melakukan serangan bom bunuh diri. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Boy Rafli Amar menyebut sepasang generasi muda ini terpapar radikalisme. (Newsdetik.com, 30/02/21)

Ramai-ramai berbagai kalangan mengutuk perbuatan tersebut. Bahkan Presiden Jokowi langsung memberikan pernyataan resminya dengan mengatakan semua ajaran agama menolak terorisme.

Hal yang sama diungkapkan oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir menghimbau masyarakat untuk tidak mengaitkan tindakan bom tersebut terhubung dengan agama dan golongan umat beragama tertentu. Bisa jadi aksi bom Makassar ini menjadi adu domba kepada rakyat Indonesia.

“Boleh jadi tindakan bom tersebut merupakan bentuk adu domba, memancing di air keruh, dan wujud dari perbuatan teror yang tidak bertemali dengan aspek keagamaan,” ujarnya, (liputan6.com, 29/03/21)

Senada dengan Haedar, Dr. Ryan mengajak untuk menilai peristiwa bom ini secara proporsional. “Jika ditilik dari peristiwa bom WTC pada 2001 yang melahirkan war on terorism nyatanya diketahui menjadi war on Islam. Menunjukkan ada pihak-pihak yang menghendaki legalisasi dan mengokohkan framing buruk ini, meskipun tidak sesuai fakta,” tukasnya.

Kemudian dimanfaatkan untuk menjustifikasi hal-hal lain yang sebenarnya tidak berhubungan. “Akhirnya Islam harus dimoderasi, karena diframing kalau ajarannya dibiarkan itu berbahaya. Stigma ajaran Islam menjadi buruk dan negatif,” urainya.

Benar saja setelah aksi teror di makasar terjadi, kemudian bermunculan stigma negatif terhadap muslimah bercadar. Bahkan bermunculan pula aksi persekusi dan perundungan kepada perempuan bercadar. Pelibatan perempuan dalam berbagai aksi teror hakikatnya merupakan salah satu bentuk upaya kriminalisasi yang bertujuan untuk menciptakan teror yang lebih kuat. Sebab, perempuan yang dikenal sebagai pihak yang lemah, telah berani untuk melakukan pengeboman.

Efeknya adalah munculnya ketakutan secara menyeluruh terhadap kaum muslimin, bukan hanya laki-lakinya saja, tetapi juga perempuan, karena sama-sama berjiwa “teroris”. Inilah yang diinginkan siapa pun yang berada di balik layar skenario pengeboman ini.

Jihad Syariat Islam

Pemahaman yang dangkal terhadap ayat-ayat Al-Qur’an telah melahirkan tuduhan keji terhadap firman Allah Swt. mengenai jihad fi sabilillah dan juga Khilafah sebagai satu sistem pemerintahan yang menerapkan Islam secara kafah.

Bila radikalisme diidentikkan dengan bom bunuh diri, aksi teror, dan kekerasan di tengah massa, maka radikalisme yang seperti ini layak untuk ditinggalkan. Pasalnya, ajaran Islam tentang jihad yang dianggap sebagai pemicu munculnya aksi radikalisme, jauh dari gambaran tersebut.

Jihad dalam ajaran Islam memiliki makna syara’, yakni pengerahan seluruh kemampuan dan tenaga dalam berperang di jalan Allah, baik dengan jiwa, harta, lisan, ataupun yang lainnya (Al Kasani dalam kitab Bada’i as-Shana’i).

Jihad dilakukan dalam rangka menjaga wilayah dan kehormatan kaum muslimin serta untuk menghilangkan hambatan dakwah dalam menerapkan sistem Islam.

Tuduhan yang tidak mendasar terhadap syariat islam tersebut nyatanya semakin subur dengan Pemikiran sekuler yang dianut masyarakat. Hal ini berdampak pada seruan Islam moderat semakin mmasif . Puncaknya, radikalisme dianggap telah melahirkan pemahaman penyatuan agama dan politik yang dianggap berbahaya, melahirkan manusia berpikiran sempit, tidak mau menerima pendapat orang, semua karena hidupnya diikat doktrin agama yang [dianggap] tidak netral dan inklusif, bahkan dituding bisa menciptakan pemberontakan untuk menumbangkan kedaulatan NKRI.

Sungguh, hal demikian adalah tuduhan yang tak mendasar dan hanya dipenuhi stigma terhadap syariat Islam. Sebab, Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin yang akan memberikan keberkahan jika diterapkan secara kafah.

Penulis: Desi Dian S., S.Ikom
Editor: H5P

Komentar