TEGAS.CO,. BAUBAU – Beberapa waktu lalu publik sosial media Facebook dihebohkan dengan beredarnya sebuah video rekaman anak dibawah umur.
Dalam video tersebut, terlihat anak tersebut memberikan pengakuan bahwa dirinya diperiksa sebagai saksi dalam kasus pencurian. Dia memberi pengakuan dihadapan Kapolres Buton AKBP Gunarko, SIK bahwa dia dipukul dan diancam akan dibunuh oleh salah satu oknum polisi di Polsek Sampoabalo, Polres Buton.
Merasa terancam, anak itu akhirnya mengarang cerita bahwa dia tahu pencuri tersebut. Anak itu menyebut bahwa pencuri tersebut adalah kakaknya dan La Musini yang hari ini telah divonis bersalah oleh Hakim Pengadilan Negeri (PN) Pasarwajo.
Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Himpunan Advokat Muda Indonesia (HAMI) Adv Muh. Agussalim angkat bicara melalui rilisnya yang diterima oleh tegas.co. Senin (12/4/2021).
Menurutnya, jika pengakuan anak tersebut benar, maka tentunya sesuai dengan kaidah-kaidah hukum yang diatur dalam KUHAP, PERKAPOLRI, Undang-Undang Sistem Peradilan Anak, serta ketentuan hukum lainnya, maka sudah tentu proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh penyidik adalah cacat yuridis.
“Kenapa demikian, karena dalam ketentuan hukum UU Sistem Peradilan Anak pasal 23 Nomor 11 tahun 2012, kalau dalam perkara yang melibatkan anak baik sebagai korban, saksi maupun tersangka di setiap tingkatan pemeriksaan wajib didampingi orang tua/wali atau penasehat hukum”, ucapnya menjelaskan
Dia juga menambahkan, bahwa anak seharusnya bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi, serta merendahkan derajat dan martabatnya sesuai dengan ketentuan UU nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak.
Jika dalam proses pemeriksaan, lanjutnya, telah sesuai dengan UU Sistem Peradilan Anak tetapi penyidik tidak menaati ketentuan dalam UU tersebut, maka tentunya penyidik telah melakukan pelanggaran secara hukum yang akan berakibat terhadap proses pemeriksaan terhadap perkara.
“Terhadap adanya masyarakat pencari keadilan yang melakukan pengawasan, itu juga termasuk salah satu poin penting dalam konsep Presisi Kapolri yaitu dalam poin 16 yang ditempelkan di seluruh Kantor Kepolisian yang artinya Masyarakat Pencari Keadilan berhak melakukan Pengawasan”, terangnya.
Sehingga, kata dia, terhadap oknum penyidik yang melakukan penyiksaan terhadap anak pun juga dapat dikenakan sanksi kode etik maupun sanksi pidana sesuai ketentuan hukum yang berlaku jika penyidik itu dalam proses pemeriksaan bekerja tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Peran Presisi dalam Pengawasan Masyarakat Pencari Keadilan (Public Complain) atas penyidikan yang bertentangan dengan ketentuan hukum diatur dalam kepemimpinan Kapolri. Dimana dalam konsep Presisi tersebut ada 16 program unggulan Polri yang lebih baik lagi di era Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Diantaranya :
- Penataan Kelembagaan
- Perubahan Sistem dan Metode Organisasi.
- Menjadikan SDM Polri Yang Unggul di Era Police 4.0.
- Perubahan Teknologi Kepolisian Modern di Era Police 4.0.
- Pemantapan Kinerja Pemeliharaan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat.
- Peningkatan Kinerja Penegakan Hukum.
- Pemantapan Dukungan Polri Dalam Penanganan Covid-19.
- Pemulihan Ekonomi Nasional.
- Menjamin Keamanan Program Prioritas Nasional.
- Penguatan Penanganan Konflik Sosial.
- Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Polri.
- Mewujudkan Pelayanan Publik Polri Yang Terintegrasi.
- Pemantapan Komunikasi Publik.
- Pengawasan Pimpinan Dalam Setiap Kegiatan.
- Penguatan Fungsi Pengawasan.
- Pengawasan Oleh Masyarakat Pencari Keadilan (Public Complaint).
JSR/YA
Komentar