TEGAS.CO., NUSANTARA – Menhub Budi Karya Sumadi, dalam kunjungannya di Baubau pada 18 Maret 2021, memberikan dukungan penuh pada pembangunan sarana infrastruktur pelabuhan di Baubau atau yang dikenal dengan nama Pelabuhan Murhum, Sulawesi Tenggara, khususnya pelabuhan kontainer. Hal ini disampaikan oleh Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas I Baubau, R Pradigdo. “Untuk pengembangan pelabuhan khususnya pelabuhan kontainer itu saya minta supaya bisa dikembangkan ke arah timur (pelabuhan).
Menhub mendukung, tanggapannya beliau mudah-mudahan segera dikembangkan,” ujar Pradigdo. (AntaraSultra,19/03/2021).Rencananya dalam waktu dekat akan dikelola oleh pihak swasta melalui Kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).
Tidak hanya itu, sebelumnya tiga proyek infrastruktur pelabuhan di Provinsi Sulawesi Tenggara telah diresmikan awal pembangunannya bersamaan dengan perayaan Hari Perhubungan Nasional, 20 September 2020 silam. dan diprediksi akan selesai di pertengahan tahun ini. .Ketiga infrastruktur transportasi tersebut adalah terminal pelabuhan tipe A Puuwatu di Kota Kendari, pelabuhan penyeberangan Kaledupa, Tomia dan Binongko di Kabupaten Wakatobi dan sarana pelabuhan penyeberangan Pulau Kadatua – Pulau Siompu di Kabupaten Buton Selatan. “Anggaran pembangunan tiga pelabuhan tersebut akan dibiayai Pemerintah Pusat,” kata Kadis Perhubungan Sultra Hado Hasina (AntaraSultra,20/09/2020)
Ia menjelaskan, pembangunan terminal transportasi darat tipe A di Puuwatu, Kota Kendari menelan anggaran yang bersumber dari APBN senilai Rp58 miliar. Pekerjaan pembangunan pelabuhan penyeberangan Kaledupa, Tomia dan Binongko di Kabupaten Wakatobi senilai Rp160 miliar. Sedangkan pembangunan sarana pelabuhan penyeberangan Pulau Kadatua – Pulau Siompu di Kabupaten Buton Selatan sebanyak Rp112 miliar.
Pembangunan infrastruktur baik darat maupun laut adalah bentuk pelayanan pemerintah terhadap rakyatnya. Lantas bagaimana jika negara tak mampu mengelola pembangunan itu sendiri? Apakah pembangunan harus berhenti atau perlu cari solusi? Sebagaimana kita ketahui, keuangan negara di masa pandemi sangat terguncang. Pembiayaan wabah covid telah berhasil mempersempit dana yang dimiliki. Bahkan telah berhasil menambah utang untuk menutup lubang-lubang pengeluaran yang membengkak.
Apalagi PR besar pertumbuhan ekonomi masih menunggu diselesaikan. Sementara kebutuhan akan sarana transportasi laut dan darat dianggap perlu. Terutama di daerah-daerah luar jawa. Pastinya, pembiayaan dari semua itu akan membutuhkan biaya yang besar. Jika APBN sudah tak sanggup membiayai, dengan apa dapat membangun sarana ini?
Pendanaan Infrastruktur dibangun Lewat INA
Pendanaan menjadi tantangan utama dalam pembangunan infrastruktur nasional. Pasalnya, anggaran negara hanya mampu menopang sekitar sepertiga dari total pendanaan infrastruktur yang dibutuhkan. Bank Dunia mencatat kebutuhan investasi infrastruktur nasional selama 2020—2024 mencapai Rp6.445 triliun.
Anggaran yang murni datang dari negara hanya mencapai 37 persen, sementara itu badan usaha milik negara (BUMN) diramalkan dapat berkontribusi hingga 21 persen. Dengan kata lain, negara dapat menopang sekitar 58 persen dari total target pendanaan atau sekitar Rp3.738 triliun. Namun, kontribusi pendanaan dari BUMN memiliki risiko memenuhi pangsa pasar pihak swasta dan daur ulang aset. (Bisnis.Com,28/02/2021) Menteri Keuangan Sri Mulyani meminta Lembaga Pengelola Investasi (LPI) untuk segera membentuk dana pengelolaan. Lembaga yang juga disebut sebagai Indonesia Investment Authority (INA) bertugas mendata dan mengelola investasi. Menteri keuangan pun menambahkan jika skema kerja samanya INA 30% dan investor 70%. Maknanya, investor memberi dana yang lebih besar (tempo.co.id, 3/3/21). Ia juga mengatakan bahwa ,target investasi periode pertama diprioritaskan dibidang infrastruktur transportasi dan perhubungan. Dengan modal 75 Triliun rupiah yang disertakan pemerintah, ditargetkan 300 triliun akan menjadi target INA.(AntaraNews,3/03/2021)
Siapa Pemilik Sarana Transportasi?
Umumnya pemilik sarana transportasi adalah negara. Sarana ini adalah fasilitas umum bagi masyarakat. Pertanyaannya, jika pendanaan pembuatan sarana ini dibagi dua dan mayoritas dari pendanaan asing, siapa yang lebih banyak memiliki? Bagaimana dengan rakyat? Mereka harus membayar dengan kocek yang lumayan mahal. Sekadar ingin memanfaatkan transportasi saja harus mengeluarkan uang. Bagi rakyat yang tak punya uang?
Jangan harap dapat menikmati fasilitas ini. Begitu pula dengan pendapatan yang diperoleh dari pemanfaatan sarana transportasi ini. Akan ada skema bagi hasil. Skema ini tentunya sesuai dengan besaran investasi yang digelontorkan. Kalau dananya lebih besar dari pemerintah, bagi hasilnya juga akan mendapat besaran paling tinggi. Hal ini dikarenakan dalam sistem saat ini tak ada istilah wakaf bagi investasi.
Kalaupun mereka melihat suatu proyek infrastruktur tersebut tidak prospek, misal jalan tol yang sepi, mereka akan tetap mendapatkan untung. Karena pemerintah sudah menerima investasi mereka, suatu saat pasti pemerintah akan menjual ruas-ruas tol tersebut dengan harga yang jauh lebih murah.
Investasi di dalam Islam
Di dalam Islam, investasi bukanlah sesuatu yang dilarang. Karena pada hakikatnya investasi adalah penanaman modal untuk membiayai sesuatu. Hanya saja investasi dalam Islam harus terikat dengan beberapa hal :Pertama, tidak dalam bisnis haram. Allah melarang umat muslim melakukan kerja sama atau pembangunan atau berbisnis dengan hal-hal haram.
Kedua, tidak terkait dengan pembiayaan pembangunan fasilitas publik. Seperti jalan, bendungan, RS dan lain-lain. Kecuali jika itu diwakafkan. Karena dalam Islam, semua adalah bentuk Riayah penguasa yang wajib dilakukan sekaligus hak rakyat untuk memperolehnya.
Ketiga, tidak boleh berasal dari utang luar negeri, karena haram. Allah tidak akan pernah memberikan jalan bagi orang kafir untuk menguasai orang mukmin. Keempat, harus mengikuti ketentuan umum syariat yang diberlakukan negara. Jadi tidak boleh ada skema seperti turnkey project ala obor Cina.
Bagaimana jika negara ingin membiayai pembangunan sarana umum? Karena penyediaan transportasi umum adalah kewajiban negara. Maka, negara dapat mengambil pembiayaan dari sumber baitulmal terutama pos hasil pengelolaan sumber daya alam yang merupakan harta milik umum. Hasil pengelolaan sumber daya alam itu akan dapat dimanfaatkan untuk membangun sarana transportasi. Jika kurang, masih ada sumber lain seperti kharaj, jizyah, fai’, dan lain-lain.
Dengan skema seperti ini, maka mimpi infrastruktur yang menguntungkan bagi rakyat, sangat mungkin terwujud. Perlu diketahui bahwa Skema pembiayaan seperti ini tidak akan bisa dilakukan oleh negara yang menganut sistem kapitalis. Karena pembiayaan ala kapitalis hanya berasal dari pajak, utang dan penyertaan investasi. Saat ini kita menyebutnya dengan skema WSF atau LPI atau INA.
Jadi, sebenarnya meski skema pembangunan infrastruktur negara saat ini berasal dari investasi, tetap akan membahayakan negara. Oleh karena itu jika kita ingin skema pembangunan yang aman dan berhasil, hanya Islamlah yang dapat jadi solusinya.
Wallahu A’lam.
Penulis: Yeni Rosnaeni (Pemerhati Sosial)
Editor: H5P
Komentar