TEGAS.CO,. SULAWESI TENGGARA – Wacana proyek strategis Nasional (PSN) Pemda Konawe Utara (Konut) yang dicanangkan adalah hal yang mesti dan wajib kita apresiasi untuk dapat melihat berdirinya industri pertambangan. Bukan hal yang mustahil untuk dapat melihat berdirinya Smelter dengan potensi nikel yang tersedia, bagaikan surga nikel di Bumi Oheo Konawe Utara.
Sebagai pegiat dan agen control terkait isu pertambangan hadir dan terus eksis mengawal sampai benar-benar industri pengolahan dan pemurnian Nikel berdiri kokoh, ini merupakan komitmen dan cita-cita sejak dulu, agar dapat membuka irang lapangan kerja baru serta menciptakan perekonomian berbasis multiplier effect.
Perlu diketahui sebelumnya, pegiat agen control investasi bidang pertambangan secara luas, Ashari, mencatat beberapa perusahaan gagal mendirikan pabrik, diantaranya, PT. Aneka Tambang, PT. Modern Nikel, PT. Sungai mentari fajar, PT. Cinta Jaya, PT. Konutara sejati, PT. Golindo Indonesia, dan yang terakhir perusahaan asal Korea Selatan PT. Made By God (MBG).
Hal demikian membuat ia pesimis dan bukan itu saja, justru banyak menyisakan dampak, ada oknum yang merasa untung, sosial kemasyarakatan terganggu, dan ada juga perkaranya sampai di polisi.
Ashari mencontohkan, kasus MBG, ada yang mengembalikan dana dan ada pula yang tersangka, baik oknum Pemda setempat maupun intern perusahaan itu sendiri.
Baca juga : Terima Kunjungan AMSI Sultra, Sulkarnain : Pemkot Kendari Siap Bermitra
Isu-isu pendirian smelter ini juga banyak merugikan masyarakat. Contoh kasus di Desa Mowundo, 30 persen masyarakat sudah jual rumah kepada pihak investor, alih-alih akan dibangun pabrik dan kampung hendak direlokasi, padahal bohong belaka. Dampak kegagalan tersebut masyarakat punya resiko mengembalikan uang atau di usir dari rumahnya.
Catatan pengalaman adalah suatu pelajaran berharga terkhusus pemerintah daerah kabupaten Konawe Utara. Setidaknya lebih selektif memilah dan memilih calon investor yang serius berinvestasi, mengecek kesiapan tehnis dan finansialnya, dan terbuka melibatkan seluruh elemen masyarakat.
Pada pemerintahan Konasara jilid II Ruksamin dan Abu Haera bakal kembali mencanangkan peletakan industri pertambangan. Ia meminta seluruh elemen masyarakat Konawe Utara untuk tetap memperkokoh Persaudaraan.
Dalam mengawal serta mewujudkan cita-cita bersama, saran dan masukan adalah bagian dari penguatan, bukan fanatisme yang berlebihan menjadikan pemimpin percaya diri dibalik tepuk tangan investor bersorak kepalsuan.
PT. Tiran Mineral adalah anak perusahaan PT. Tiran Indonesia milik Haji Amran Sulaiman, mantan Menteri Pertanian yang didaulat oleh Pemda Konut mendirikan smelter. Amran Sulaiman yang dikenal juga memiliki peran penting dan andil besar pada Proyek Pabrik Tebu oleh PT. Aman Fortuna Nusantara (AFN). Kegagalan hutan “Lawali Oheo” yang sudah terkapling izin buntut, gunung di gunduli, dan hasil olahan kayu ribuan kubit terjual menjadi saksi bisu kejahatan investasi yang mereka lakukan.
Harapan rakyat dan daerah kini kembali berada ditangan Amran Sulaiman melalui PT. Tiran Mineral yang di ditunjuk oleh Bupati Konut sebagai pelaksana mewujudkan industri pertambangan. Semoga saja menjadi wujud pencapaian bukan menambah deretan kegagalan, disuguhkan dengan kebohongan dan dirampok pula kekayaan potensi daerah.
Pesimis dengan fakta lapangan
Sungguh ironis, sebab areal yang dicanangkan pemda Konut untuk Smelter justru ditambang oleh PT. Tiran Mineral yang syarat akan perizinan. Apakah hal ini sudwh diketahui oleh Pemda ? Ataukah memang sebagai rangkaian untuk cari modal biaya beli tiang pancang. Benar-benar tambang ilegal modus smelter.
Dalam UU pertambangan, sarana prasarana dan instalasi pertambangan (SPIP) tidak boleh dibangun di atas lahan yg memiliki potensi atau cadangan.
Baca juga : Begini Tanggapan DPR Terhadap Kampung Tangguh Narkoba Polri
Dasar inilah menjadi pertanyaan besar Ada apa PT. Tiran Mineral kapling lahan eks IUP Celebes yang katanya mau letakkan Smelter, sementara di lapangan fokus cari Ore. Jika serius bangun pabrik kenapa tidak di Areal lokasi IUP nya Lameruru kecamatan Langggikima, lagipula pernah dapat jatah quota ekspor.
Dan lagi aneh tapi nyata, berbagai sumber informasi mengatakan izin PT. Tiran mineral sudah lengkap dan tidak melakukan kegiatan penambangan di lahan rencana pabrik.
Padahal bukti di lapangan ada kegiatan Hauling Ore dan pengisian tongkang. Ashari ungkap ia telah kantongi bukti dalam bentuk dokumentasi, tongkang bernama Delta Cakra 30 dan Teratai kuning 02 jelas-jelas memuat Ore nikel di lahan rencana pabrik. Ia akan lihat nanti mereka pakai dokumen apa dan asal usul barang darimana jika masih mengelak dan melakukan pembenaran.
eXplor Anoa Oheo menilai, PT. Tiran Mineral ini terparah di antara deretan perusahaan yang gagal sebelumnya membangun smelter di Konut. Nyaris semua tambang di Konut operasi ilegal berbagai cara, tapi baru kali ini ia temukan modus pabrik untuk kuasai lahan koridor. Biasanya para penambang, sebelum kegiatan lebih awal lakukan sosialisasi di tengah masyarakat bahkan perusahaan yang sebelumnya berencana bangun pabrik meskipun gagal pernah melakukan diskusi publik, tapi ke semua itu tidak ditemukan di PT. Tiran Mineral, justru yang ada bagi-bagi gula sebagai pemanis.
“Dosa Historis”
Ashari tak ingin menjadi bagian dari dosa bersama dalam menyikapi persoalan PT. Tiran Mineral ini. Berbagai ancaman, tekanan, intervensi, sampai upaya kriminalisasi ia tidak akan mundur sebelum melihat industri pertambangan di bumi Oheo Konawe Utara benar-benar berdiri kokoh.
“Kami akan diam dan berhenti berkoar-koar jika ada pegangan meskipun selembar kertas. Untuk itu kami menantang Bupati Konawe Utara dan bos besar PT. Tiran Mineral duduk bersama sekaligus penandatanganan berita acara sebagai fakta integritas yang tentunya di dalam poin adendum terkait penegasan keseriusan investasi,”pinta aktivis itu.
Dirinya ingin sepakati yang menghalangi dilawan, yang mengingkari didenda atau bengkok sama – sama bengkok, jika lurus, ayo luruskan barisan terdepan. Terus perkokoh Persaudaraan, barisan terkuat adalah kekuatan rakyat.
PENULIS: ASHARI, EXPLOR ANOA OHEO
EDITOR IN CHIEF / PUBILSHER: MAS’UD
Komentar