Antara Tambang dan kehidupan suatu rangkaian kebutuhan yang tidak bisa di pungkiri dalam keseharian kita. Peradaban kehidupan moderen, kendaraan, perabot rumah tangga, dan elektronik lainnya telah menjadi kebutuhan manusia hingga saat ini. Sejak tahun 2009 Tanah Nikel Konawe Utara (Konut) diangkut dan terjual di pasar internasional hingga berjuta-juta Metrik Ton (MT). Begitu sangat luar biasa komoditas kekayaan alam bumi Oheo telah menjadi salah satu kabupaten penyumbang devisa negara di Republik ini.
Bertolak dari gambaran singkat di atas, semestinya pemerintah pusat memberikan kesempatan serta perlakuan istimewa terkait kebijakan regulasi dalam menata pertambangan di wilayah kami. Dari hari ke hari dalam jumlah yang tak terhitung konut yang malang terus mengalami degradasi lingkungan termasuk pengurangan sumber daya alam yang tidak terbarukan. Persoalan kemudian lantas kami sebagai masyarakat yang tinggal mendiami di daerah penghasil ini kelak justru akan menanggung derita dari jeritan alam.
Peristiwa naas di bulan lalu terjadi di Desa Tapunggaya kampung yang diapit antara gunung nikel dan bibir pantai. Terjadi longsor hingga mengakibatkan masyarakat kehilangan harta benda. Nyaris setiap tahunnya masyarakat konut alami bencana lingkungan begitu juga penanganan nya ” Mie instan ” selalu hadir disuguhkan sebagai pengobat luka.
Seketika itu hadir berbagai elemen suarakan tutup dan usir tambang, padahal kita tidak menyadarinya bahwa aktifitas tambang tersebut sejalan dengan aktifitas keseharian terkhusus pada kehidupan masyarakat lingkar tambang itu sendiri. Substansi bahwa memang kita lupa menolak Tambang.
Kenyataannya, tidak ada satupun teori dan aturan yang membenarkan bahwa tambang itu merusak lingkungan. Bahkan pemerintah diharuskan oleh Undang-undang untuk mengawasi dan menegur tambang yang merusak lingkungan, bahkan mencabut izinnya. Lebih tepatnya, tambang bukan merusak lingkungan, tapi merubah bentang alam, dan itu wajar karena kita telah mengambil isi perut bumi.
Cadangan mineral nikel Konut tersebar dan terbesar di bagian timur Indonesia, namun tidak begitu terasa memberikan dampak positif baik kesejahteraan masyarakat, lapangan kerja, maupun setoran pendapatan asli daerah. Perlu digaris bawahi bahwa tambang konut mau operasi secara legal pun hanya sebatas bertahan hidup bagi masyarakat lingkar tambang, selebihnya harus bersiap pasrah menerima cobaan alam. Dilema ” Kandang Paksa ” apakah menunggu perbaikan dari pemerintah ataukah butuh gerakan rakyat demi terwujudnya peletakan industri pertambangan. Inilah keinginan masyarakat Konawe Utara yang akan dinikmati kelak sampai anak cucu.
Di awal tahun 2021 Wacana smelter kembali digagas oleh Pemda konut melalui perusahaan PT. Tiran Mineral milik Amran Sulaiman mantan menteri pertanian. Pastinya masyarakat menyambut baik namun tidak berarti bagi kami sebagai pegiat aktivis yang eksis suarakan smelter lalu terbuai dengan rencana itu. Mengapa ?
Yang membuat kami Pesimis PT. MBG asal Korea Selatan urutan kesebelasan dari kegagalan smelter di konut. Pemda tidak ada klarifikasi apalagi pihak MBG hilang jejak. Jadi mari kita belajar dari kegagalan, bukannya menambah deretan kegagalan tapi betul-betul PT. Tiran wajib hukumnya menyala dan berasap tungkunya. Apalagi sosok pemilik PT. Tiran sangat tidak asing bahkan terbilang asli putra daerah. Dalam dunia usaha beliau pernah pimpin perkebunan sawit PTPN di kecamatan Wiwirano, PT. Tiran Indonesia salah satu pemegang quota ekspor pada IUP Lameruru kecamatan Langggikima, dan terakhir punya andil perkebunan tebuh Lawali oleh PT. Aman Fortuna Nusantara di kecamatan Oheo. Meskipun implementasinya belum maksimal, namun kenginan besarnya terus mengupayakan agar bisa investasi di daerah tersebut.
Pada dasarnya kami bukan menolak kehadiran PT. Tiran dan rencana pabriknya namun disisi lain kami belum sembuh dengan sikap pesimisme yang dilakukan berulang kali adanya janji smelter oleh investor sebelumnya. Miskomunikasi selalu kita diperhadapkan, tidak fokus bagaimana mengambil langkah satukan persepsi. Tidak sebatas mendukung bila perlu kita suarakan revolusi tambang karena regulasinya ada di pusat dan pejabat di pusat tidak peduli nasib kita di daerah sebagai daerah penghasil.
Kami tidak hanya memikirkan keberhasilan smelter PT. Tiran, tetapi dengan berdirinya smelter itu bisa menunjang keberlangsungan masa operasinya, tentunya butuh jaminan deposit material Ore nikel. Tidak hanya eks PT. Celebes Mineral yang bisa didaulat jadi IUP, kekuatan rakyat pun bisa jadi jaminan mengambil alih lahan tidur dan lahan sengketa PT. Antam termasuk eks Vale blok Matarape yang cacat hukum, masih banyak lahan swing atau koridor yang bisa distatus IUP kan, dan bila perlu blok Bahubulu menjadi jaminan untuk menopang kokoh berdirinya smelter tersebut. Tidak ada keraguan buat kami karena sesungguhnya kekuatan rakyat lebih tinggi dari objek vital apapun di negeri ini.
Mestinya investor hargai kritikan kami sebagai anak asli daerah bukan saling balas pantun di media yang pada akhirnya membuat pernyataan yang buat kami tambah keliru dan semakin pesimis. Yang mana pembenahan lahan dan dimana lokasi smelter sesungguhnya, akhir cerita realitas di lapangan dari Waturambaha kembali lagi ke Nolore. Ironisnya lagi permasalahan dibawa ke ranah hukum.
Kasarnya begini, solusi tata kelola pertambangan di konut adalah smelter, terlepas mau itu PT. Tiran atau perusahaan lain tentunya kami sangat dukung. Isu Smelter di konut bila perlu tiang pancang dulu baru urus legalitas nya. Andaikan ini kita sepaham, kami siap lakukan Revolusi Tambang untuk dukungan kenyamanan dan kelancaran investor yang serius investasi di daerah kami.
PENULIS : ASHARI
Direktur eksekutif eXplor Anoa Oheo
Komentar