TEGAS.CO,. NUSANTARA – Kasus korupsi di Indonesia tidak ada matinya. Bisa dikata sepanjang tahun tidak lepas dari korupsi. Nyaris disemua lini, korupsi terjadi. Mulai dari pengadaan barang dan jasa, bantuan sosial hingga proyek tak ada yang lepas dari korupsi. Seolah itu sudah menjadi budaya dan mengakar di negeri ini.
Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis hasil survei nasional mengenai persepsi publik atas pengelolaan dan potensi korupsi sektor sumber daya alam. Hasilnya, 60 persen publik menilai tingkat korupsi di Indonesia meningkat dalam dua tahun terakhir.
“Mayoritas publik nasional 60 persen menilai bahwa tingkat korupsi di Indonesia dalam dua tahun terakhir,” kata Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan dalam konferensi pers secara daring. Minggu (8/8/2021).
Jayadi menerangkan tingkat keprihatinan korupsi di Indonesia mendapat penilaian tinggi dari publik. Ada 44 persen yang menilai sangat prihatin , 49 persen prihatin dan 4 persen tidak prihatin, (detikcom, 8/8/2021).
Tak hanya meningkatnya kasus korupsi selama 2 tahun ini saja yang membuat miris dan memprihatinkan. Diangkatnya eks koruptor sebagai komisaris BUMN lebih memprihatinkan lagi. Sebab, ini menandakan bahwa negeri ini begitu ramah terhadap koruptor. Seolah tindakan koruptor ini bukanlah kejahatan serius.
Sebagaimana dilansir dari kompas.com (6/8/2021), bahwa mantan terpidana kasus korupsi Emir Moeis ditunjuk sebagai salah satu komisaris di PT Pupuk Iskandar Muda (PIM). PIM merupakan anak usaha PT Pupuk Indonesia (BUMN).
Diketahui, Emir pernah terjerat kasus suap proyek pembangunan pembangkit listrik uap (PLTU) di Tarahan, Lampung pada 2004 saat menjadi anggota DPR. Ia divonis 3 tahun penjara dan denda Rp 150 juta karena terbukti menerima suap senilai 357.000 dollar AS pada 2014.
Bahkan, sebelumnya publik pun telah diperlihatkan bagaimana negeri ini memberikan diskon hukuman kepada bagi para koruptor. Mulai dari diskon hukuman, sel mewah pejabat korup, hingga mudahnya rasuah di aparat penegak hukum membuat korupsi kian menyubur. Sungguh, ini ibarat orangtua yang sangat sayang kepada anaknya yang saking sayangnya sampai memberikan keringanan hukuman pada anaknya karena telah membuat kesalahan. Jika sudah demikian, bagaimana bisa memberantas korupsi dengan tuntas dan membuat para koruptor itu jera?
Korupsi Sistemik
Berbagai fakta yang disuguhkan hanyalah beberapa bukti yang menunjukkan bahwa korupsi merupakan problem besar pada bangsa saat ini. Korupsi ini tak hanya sekadar dilakukan karena adanya peluang, namun juga terjadi karena sudah didesain dengan memperalat kebijakan dan kekuasaan. Terlebih sistem yang mengatur saat ini, yaitu sistem kapitalis sekuler telah memberikan ruang yang bebas untuk berbuat apa saja, membuat siapa pun bisa melakukan korupsi.
Meningkatnya kasus korupsi juga menunjukkan bahwa lembaga pemberantas korupsi tak berdaya dan makin lemah untuk membabat habis kasus korupsi. Padahal, upaya pemberantasan korupsi sering terdengar. Terutama pada setiap rezim yang berkuasa senantiasa meneriakkan perang melawan korupsi. Namun, sayangnya hanya teriakan semata minim aksi. Bahkan, hanya dianggap angin lalu oleh para koruptor. Ancaman yang tak memberikan pengaruh bagi pelaku. Hingga tak ada ketakutan padanya. Ditambah hukuman yang diberikan tak memberikan efek jera bagi pelaku lainnya.
Keterlibatan berbagai pihak hingga petinggi negara menunjukkan bahwa pelaku korupsi bukan lagi oknum tertentu, akan tetapi sudah terjadi secara sistemik. Jika korupsi yang sudah demikian mengakar dan sistemik, tentu tak akan bisa diberantas kecuali dengan upaya pemberantasan yang sistemik, terintegrasi dengan sistem yang benar dan anti korupsi.
Islam Berantas Korupsi
Pemberantasan korupsi secara total tak akan mungkin bisa tercapai, selama sistem yang menjadi landasan negara adalah kapitalis sekuler. Sebab, dalam sistem ini materi dan manfaat menjadi tujuan utama. Di samping itu, negara dijauhkan dari Islam. Dan sekulerisme sebagai asasnya, yakni pemisahan agama dari kehidupan telah menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. Sistem inilah yang menjadi salah satu akar persoalan korupsi.
Dalam Islam, untuk memberantas korupsi secara sistemik dan terintegrasi dapat ditempuh dengan melalui lima langkah. Pertama, menanamkan keimanan dan ketakwaan. Dengannya, siapa pun itu, pejabat atau rakyat akan tercegah untuk melakukan kejahatan termasuk korupsi.
Kedua, sistem penggajian yang layak sehingga tak akan ada yang melakukan korupsi. Ketiga, teladan dari pemimpin, sehingga tindak penyimpangan akan terdeteksi secara dini. Pemimpin yang memberikan contoh yang baik, tentu akan diikuti oleh pejabat dan rakyatnya. Khalifah ‘Umar menyita sendiri seekor unta gemuk milik putranya, Abdullah bin ‘Umar, karena kedapatan digembalakan bersama di padang rumput milik baitulmal. Hal ini dinilai Umar sebagai bentuk penyalahgunaan fasilitas negara.
Keempat, penghitungan kekayaan pejabat. Pendapatan pejabat dan aparat hendaknya diungkap secara transparan hingga mudah diawasi. Selain itu, daftar dan catatan kekayaan pejabat dan aparat diperbaharui dan diaudit secara berkala. Jika ada penambahan harta yang tak wajar, maka yang bersangkutan harus membuktikan bahwa hartanya diperoleh secara sah. Jika tidak bisa, maka akan disita sebagian atau seluruhnya dan dimasukkan ke kas negara.
Kelima, pemberian hukuman yang bisa memberi efek jera. Hukuman itu bisa berupa diekspos ke publik, denda, penyitaan harta dan pemiskinan, penjara yang lama bahkan bisa sampai hukuman mati, sesuai dengan tingkat dan dampak kejahatannya.
Demikianlah bagaimana Islam memberikan solusi tuntas dalam memberantas korupsi secara total. Tak ada solusi lain, selain menjadikan Islam sebagai landasan dalam mengatur kehidupan. Sebab, hanya Islam yang mampu menutup pintu-pintu terjadinya korupsi. Wallahu a’lam.
Penulis : Hamsina Halik, A. Md. (Member Revowriter)
Editor/Publisher : YUSRIF
Komentar