Jalan, Birokrasi dan Sistem yang Rusak, Ironi di Negeri Khatulistiwa

Nining Julianti, S.Kom (Relawan Media dan Opini)

TEGAS.CO.,NUSANTARA – Indonesia sebagai negara yang besar dengan wilayah yang luas dengan jumlah penduduk yang juga besar. Ketersediaan bahan pokok tentu menjadi bagian terpenting karena merupakan hajat hidup yang tak bisa ditunda. Namun, apa jadinya jika dibeberapa daerah masih ditemukan jalanan yang rusak dan berimbas dengan kebutuhan masyarakat. Seperti yang terjadi di salah satu daerah di Sultra, tepatnya di Desa Loka, Kecamatan Tolala, Kabupaten Kolaka Utara (Kolut). Salah satu warga Desa Loka, Rijelaeni (38) menuturkan, sejak dua tahun terakhir jalan Trans Sulawesi menuju desanya rusak parah, sehingga susah dilalui angkutan umum atau mobil pengangkut sembako.

“Akibatnya, harga kebutuhan pokok seperti beras 50 kilogram mencapai Rp 600.000 sampai Rp 700.000 per sak. Tidak hanya beras, kebutuhan  lainnya juga ikut naik,” kata Rijelaeni, Rabu di salah satu media online.

Iklan ARS

Kondisi jalan memang sudah sangat mengkhawatirkan. Jalan di wilayah Sultra tidak tanggung-tanggung sepanjang 250 km rusak parah dan akan segera diperbaiki. (durasisultra.id). Karena jika dibairkan akan berimbas ke banyak hal, bukan hanya rawan kecelakaan namun juga ke masalah logistik warga masyarakat. Seperti yang terjadi di  Desa Bukit Baru dan Bukit Tinggi, Kolaka Utara. Di mana 3 ton raskin tidak tersalurkan, karena akses jalan yang tertutupi material tanah longsor. (telisik.id)

Telah menjadi pemandangan sehari-hari jalanan rusak mulai dari yang sedang sampai parah, baik itu musim penghujan atau musim kemarau, masyarakat masih berjibaku dengan rusaknya fasilitas jalan. Herannya ini terjadi bukan dipedesaan bahkan di jalan perkotaan pun masih sering dijumpai jalanan yang rusak. Entah sudah banyak korban yang terenggut dari rusaknya jalan. Mulai dari jatuh biasa sampai bahkan kehilangan nyawa.

Jalanan merupakan fasilitas umum yang wajib disediakan oleh Negara dengan sebaik-baiknya oleh pemerintah. sebagai jalur transportasi pendistribusian barang2, maka perkara rusaknya jalan harus menjadi prioritas. Apalagi jika mengakibatkan harga kebutuhan pokok melonjak karena distribusi yang terhambat. Usaha pemerintah untuk memperbaiki jalan juga patut diapresiasi. Gelontoran dana untuk perbaiki jalan sudah mulai terdengar. Namun sayangnya, dalam sistem saat ini, urusan perbaikan jalan membutuhkan birokrasi yang berbelit. Karena harus dijadikan tender dulu oleh perusahaan. Negara hanya menjadi wasit ditengah kerusakan yang ada. Belum lagi jika ada ‘penyelewangan’ dana. Maka bersiap masyarakat untuk gigit jari, sebab jalanan yang bagus mulus hanya ‘seumur jagung’.

Tentu sebagai masyarakat merindukan ketersediaan infrastuktur dan fasilitas umum yang layak untuk dipergunakan. Hal ini penting dalam membangun dan meratakan ekonomi masyarakat demi kesejahteraan rakyat. Sebab, adanya kesejahteraan, salah satunya dengan terpenuhinya sarana dan prasarana yang tentunya bukan dari hutang, sebab hutang itu hanya akan menambah beban masyarakat. Lantas bagaimana solusinya?

Jika kita tetap menyelesaikan segala permasalahan hari ini dengan sistem sekuler kapitalis tentu tidak akan pernah terselesaikan dengan tuntas. Karena sistem hari ini, masih mengandalkan hutang berbasis riba dalam pembangunan. Belum lagi orang-orang yang melaksanakannya tidak semua jujur dan bebas korupsi, sebab hukumnya yang lemah dan sulit menyentuh mereka.

Maka tidak ada harapan penyelesaian dengan sistem sekuler kapitalis, ibaratnya tidak akan selesai dan tidak ada ujung pangkalnya. Sesungguhnya, Islam telah memiliki solusi untuk penyelesaian masalah infrastruktur. Sebagaimana yang pernah dicontohkan oleh beberapa Khalifah dimasa Daulah Khilafah.

Berbekal spirit kewajiban inilah, di dalam buku The Great Leader of Umar bin al-Khaththab, halaman 314 – 316, diceritakan bahwa Khalifah Umar al-Faruq menyediakan pos dana khusus dari Baitul Mal untuk mendanai infrastruktur, khususnya jalan dan semua hal ihwal yang terkait dengan sarana dan prasarana jalan. Tentu dana ini bukan dari dana utang.

Hal ini untuk memudahkan transportasi antara berbagai kawasan Negara Islam. Khalifah Umar juga menyediakan sejumlah besar unta secara khusus mengingat kala itu unta merupakan alat transportasi yang tersedia untuk mempermudah perpindahan bagi orang yang tidak memiliki kendaraan antar berbagai Jazirah Syam dan Irak.

Selain infrastruktur jalan, Al-Faruq juga mendirikan pos (semacam rumah singgah) yang disebut sebagai Dar ad-Daqiq. Rumah singgah ini adalah tempat penyimpanan sawiq, kurma, anggur dan berbagai bahan makanan lain yang diperuntukkan bagi Ibnu Sabil yang kehabisan bekal dan tamu asing.

Hal ini adalah segelintir kebijakan Khilafah untuk kenyamanan dan kesejahteraan Rakyatnya. Semua ini hanya akan dapat terjadi jika asas yang dipakai dalam sistem pemerintahannya ialah berasaskan islam. Selain itu, sistem pemerintahan akan saling terkait satu sama lain dengan sistem Ekonomi, Hukum, Sosial, Pendidikan dan lain sebagainya.

Wallahu’alam bishowwab

 

Penulis: Nining Julianti, S.Kom (Relawan Media dan Opini)

Editor: H5P

Komentar