Dilema Sekolah Tatap Muka yang Minim Persiapan

Hamsina Halik (Member Revowriter)

TEGAS.CO,. NUSANTARA – Di masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 1-3, pemerintah mulai membolehkan pelaksanaan sekolah tatap muka (PTM). Kebijakan ini berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 (empat) menteri dengan disetujui oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama dan Menteri Kesehatan.

Dilansir dari kompas.com, Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, ada ratusan ribu sekolah di berbagai daerah di Indonesia yang sudah mulai menggelar pembelajaran tatap muka terbatas.

Selain prokes yang ketat, harus pula memenuhi syarat vaksinasi 70% warga sekolah. Sebagaimana yang disebutkan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI),
Menanggapi kebijakan PTM tersebut, himpunan Pendidikan dan Guru (P2G) sangat menyayangkan pernyataan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim.

Kepala Bidang Advokasi Guru P2G, Iman Zanatul Haeri mengkhawatirkan tindakan gegabah tersebut. Menurutnya, vaksinasi anak dan guru harus dituntaskan di sekolah tersebut sebelum dilaksanakannya PTM terbatas. (radarbogor.id, 26/08/2021)

Bukan Sekadar Memenuhi Desakan

Memang benar, PTM dinilai cenderung lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran jarak jauh (PJJ) secara online. Hal itu, karena melihat kesiapan negeri ini dalam pelaksanaan PJJ, masih jauh dari harapan. Berbagai problem yang muncul dalam pelaksanaannya mengakibatkan tak sedikit yang memilih putus sekolah.

Namun, perlu diingat bahwa kebijakan PTM ini tak sekadar dilaksanakan begitu saja karena adanya desakan kondisi yang menuntut pemerintah untuk menyiapkan PTM. Tapi, perlu disertai pula dengan kebijakan penyiapan instruktur sempurna untuk kebutuhan PTM di tengah pandemi. Termasuk kebijakan mengizinkan PTM dengan syarat vaksinasi 70% sejatinya tidak bisa menjamin perlindungan semua unsur sekolah dari penyebaran virus.

Jika saja pemerintah mampu membuat mekanisme PJJ yang efektif, tentu tidak akan ada desakan agar dilaksanakannya PTM dari masyarakat. Tak dipungkiri memang bahwa proses pendidikan secara online ini telah membuat terhambatnya ilmu tersalurkan ke para siswa. Bukan karena tak siap dan tak mau, melainkan karena minimnya fasilitas dan sistem yang membuat anak-anak dan tenaga pendidikan kesulitan dalam mengikuti pembelajaran online.

Maka, tak heran jika masyarakat meragukan kesungguhan pemerintah dalam menyiapkan PTM di tengah pandemi. Tak lain dikarenakan kekhawatiran para orangtua terhadap keselamatan anak-anaknya. Namun, di satu sisi mereka tetap ingin sekolah seperti biasa. Sungguh suatu dilema yang dialami oleh anak-anak, orangtua dan tenaga pendidik.

Apa yang dibutuhkan oleh rakyat adalah tidak lain bagaimana tanggung jawab pemerintah agar bisa memberikan pendidikan berkualitas dengan sarana dan prasarana yang dijamin oleh negara. Oleh karena itu, seharusnya kebijakan PTM ini harus memperhatikan keselamatan rakyat bukan sekadar desakan segelintir masyarakat saja.

Demikianlah, kebijakan pemerintah dalam aspek pendidikan ini semakin menampakkan lemahnya negara dalam memberi jaminan pemenuhan kebutuhan rakyat. Diantaranya pendidikan. Juga, jaminan kesehatan dan keselamatan rakyatnya.

Pendidikan dalam Islam

Islam memandang bahwa pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar dalam masyarakat yang harus dijamin oleh negara. Untuk itu negara wajib menjamin penyelenggaraan pendidikan bagi seluruh rakyatnya tanpa memandang agama, suku, dan ras. Dan bertanggung jawab sepenuhnya dalam menyediakan fasilitas bagi rakyatnya.

Sebab, dalam sistem Islam, seorang pemimpin harus menjalankan prinsip sebagai ra’in, yaitu pengurus atau pemelihara dan juga sebagai junnah atau pelindung. Sebagaimana dalam sebuah hadits Rasulullah SAW:

“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari).

Dengan penerapan sistem ekonomi Islam,kesejahteraan rakyat akan terjamin. Seluruh fasilitas dan kebutuhan rakyat akan terpenuhi. Termasuk terpenuhinya fasilitas dan kebutuhan pendidikan untuk rakyat. Tentu saja dengan kualitas terbaik dan bersifat gratis.

Sehingga meski terjadi kondisi yang tak normal, seperti wabah, pendidikan tak akan menjadi beban rakyat dan kualitas pendidikan tetap terjaga. Negara akan memanfaatkan teknologi dengan melakukan pembelajaran daring dengan fasilitas yang menunjang. Adapun pembiayaan pemenuhan fasilitas dengan kualitas terbaiknya akan diambil dari kas baitul mal yang sumber pendapatannya berasal dari pendapatan pengelolaan sumber daya alam, jizyah, kharaj, fai dll.

Di samping itu, kurikulum yang diterapkan, tentu saja kurikulum yang berbasis akidah Islam. Dengan visi dan misi untuk melahirkan generasi terbaik yang paham tujuan penciptaan serta memiliki akhlak dan kepribadian Islam yang kuat. Menguasai ilmu-ilmu terapan IPTEK serta memiliki keterampilan tepat guna dan berdaya guna.

Walhasil, penyelenggaraan pendidikan terbaik yang akan menghasilkan sumber daya manusia yang unggul untuk kemajuan peradaban hanya akan terwujud dengan penerapan Islam secara kaffah.

Wallahu a’lam

Penulis : Hamsina Halik (Member Revowriter)

Editor/ Publisher : Yusrif

Komentar