TEGAS.CO,. NUSANTARA – Permasalahan di negeri ini rasanya kian hari kian menjadi. Belum usai berbagai persoalan yang diakibatkan pandemi Covid-19 yang terus meningkat, kini terjadi pula persoalan-persoalan lain yang tak kalah memilukan.
Beberapa waktu lalu peristiwa nahas menimpa Lembaga Pemasyarakatan (lapas) Tanggerang. Dikutip dari CNN Indonesia (8/9/2021), Seluruh kamar sel di Blok C2 Lapas Kelas I Tangerang terkunci saat kebakaran terjadi dini hari tadi, Rabu (8/9). Akibatnya, 41 narapidana tewas dalam kebakaran tersebut.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kakanwil Kemenkum HAM) Banten Agus Toyib menyatakan ada 122 orang napi di blok tersebut. Sebagian diantaranya tewas terbakar karena tak bisa keluar dari sel. Diduga penyebab kebakaran terjadi karena adanya korsleting listrik.
Bahkan berita terkini menyebutkan jumlah korban kebakaran lapas Tanggerang telah bertambah menjadi 48 orang. Hal tersebut dikutip dari detikNews.com (13/9/2021), Korban tewas kebakaran Lapas Kelas I Tangerang, Banten, bertambah 1 orang. Kini, totalnya menjadi 48 orang.
Hal lain yang terungkap dari kejadian kebakaran tersebut adalah kapasitas lapas yang over hingga 400 persen. Sebagaimana yang dikutip dari JawaPos.com (8/9/2021), Lapas Kelas I Tangerang disebut oleh Mahfud sudah kelebihan kapasitas sampai 400 persen. Mahfud menuturkan fenomena kelebihan kapasitas ini sudah kerap ia temui sejak menjadi Anggota DPR pada 2004 silam.
Di lain pihak Menkumham Yasonna Laoly menyebut kondisi lapas tersebut sudah sangat tua. Saat dibangun pada 1977 dan sejak diresmikan pada 1982, Lapas Kelas I Tangerang sama sekali belum pernah diperbaiki kelistrikannya.
Pertanyaannya, jika memang sejak dulu telah diketahui kondisi Lapas Tanggerang yang over kapasitas dan sudah sangat tua bahkan kelistrikannya belum pernah diperbaiki. Mengapa tidak dibenahi sedari awal ? Akibatnya puluhan harus menjadi korban atas kelalaian Pemerintah dalam pengurusan Lapas Tanggerang tersebut.
Menjawab hal ini, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD menyampaikan, bahwa sebenarnya sudah lama pemerintah ingin membangun lapas baru. Namun, semua itu belum terlaksana karena kekurangan anggaran. (JawaPos.com, 8/9/2021)
Permasalahan Anggaran Selalu Menjadi Alasan
Sejak dulu permasalahan anggaran memang kerap kali menjadi alasan bagi Pemerintah untuk menghindari berbagai tudingan rakyat atas kelalaian yang dilakukannya yang menyebabkan sejumlah rakyat harus menjadi korban.
Padahal jika dilihat, Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah. Sekiranya jika pengolahan sumber daya alam tersebut dapat dioptimalkan oleh negara, tentu masalah anggaran bukan lagi menjadi suatu hal yang berarti.
Sebab, sumber daya alam yang melimpah tersebut setidaknya cukup untuk memberikan penghidupan layak bagi seluruh rakyat. Begitu pula dalam hal penyediaan layanan umum, termasuk dalam urusan pemeliharaan lembaga pemasyarakatan. Harusnya negara tidak boleh abai dalam hal ini, sebab meski narapidana adalah orang yang telah melakukan kejahatan, tetapi mereka tetap memiliki hak untuk diperlakukan secara manusiawi.
Inilah dampak dari penerapan sistem yang lahir dari dasar sekuler-kapitalis. Tolok ukur atas kebijakan yang diambil oleh Pemerintah bukan malah berstandar pada kepentingan dan kemaslahatan rakyat tetapi lebih pada pertimbangan ekonomi/materi.
Pemerintah malah sibuk memperkaya diri sementara rakyat jadi tersisih. Kekayaan alam negara yang harusnya menjadi hak bagi setiap rakyat, malah diprivatisasi oleh para korporat kapital bahkan diserahkan pengelolaannya pada pihak asing. Alhasil, rakyat hanya mendapat sebagian kecil saja dari hasil SDA tersebut bahkan justru tidak mendapat bagian sama sekali.
Di lain sisi, dasar dari sistem sekuler-kapitalis adalah memisahkan aturan agama dari kehidupan. Sehingga berbagai aturan maupun sanksi hukum yang diterapkan oleh negara tidak diadopsi dari aturan agama tetapi dibuat sendiri oleh mereka yang mengaku wakil rakyat.
Akibatnya sanksi yang dilahirkan tidak mampu menjadi solusi fundamental. Berbagai kasus kriminal masih kerap kali terjadi, bahkan terus bertambah tiap hari. Sebab sanksi tersebut tak mampu memberikan efek jera. Terbukti dari Lapas Tanggerang yang over kapasitas sampai 400 persen.
Hal ini juga disinggung oleh Peneliti Imparsial, Hussein Ahmad. Ia mengatakan bahwa pemerintah setengah hati merevisi UU Narkotika. Padahal peraturan tersebut berpotensi menyebabkan lembaga pemasyarakatan (Lapas) over kapasitas karena dipenuhi narapidana narkoba. (CNN Indonesia, 12/9/2021)
Maka dari itu, telah jelas bahwa akar penyebab dari berbagai problem yang menimpa negeri saat ini bukan dikarenakan negara tak memiliki cukup anggaran tetapi karena penerapan sistem sekuler-kapitalis yang melahirkan berbagai persoalan-persoalan baru.
Saatnya Kembali Pada Sistem Shahih
Karena telah jelas bahwa akar penyebab dari berbagai problem yang menimpa negeri ini adalah terletak pada penerapan sistem kehidupan yang cacat yakni sistem sekuler-kapitalis. Maka dari itu untuk menyelesaikan semua persoalan itu, langkah yang perlu diambil adalah mengubah sistem kehidupan saat ini dengan sistem yang shahih (benar).
Dan tentu tiada yang dapat menafikkan, satu-satunya sistem yang shahih tersebut hanya sistem Islam. Hal ini terbukti dari sejarah kegemilangan peradaban Islam yang mampu bertahan selama 14 abad lamanya dan memimpin 2/3 dunia, serta melahirkan kesejahteraan yang merata kepada seluruh rakyat dalam naungannya.
Sistem Islam berasal dari Allah SWT. Pencipta manusia serta seluruh yang ada di muka bumi ini. Sehingga, tentu segala aturan yang terkandung dalam sistem tersebut melahirkan solusi yang tepat dalam persoalan kehidupan.
Dalam Islam, penjara hanya salah satu bentuk dari sistem sanksi bagi pelaku kejahatan. Penjara merupakan sanksi Ta’zir yang kadar hukumannya ditetapkan oleh khalifah atas kejahatan yang tidak diatur secara detail oleh nash syariah. Fungsi utama dari suatu sanksi adalah sebagai zawajir (pencegah) terjadinya kejahatan yang sama dan jawabir (penebus dosa) atas kejahatan yang diperbuatnya.
Sehingga, setiap sanksi yang ditetapkan oleh syariah haruslah mampu memberikan efek jera termasuk pemberlakuan sanksi penjara. Pelaku kejahatan di dalam penjara akan dibatasi geraknya, dengan tidak memberikan alat komunikasi maupun media-media hiburan serta lampu ruangan yang tidak terlalu terang. Penetapan ini berlaku untuk semua kalangan, baik napi tersebut kaya maupun miskin. Dengan ini, diharapkan para napi merasa takut dan cemas untuk melakukan kembali kejahatan yang sama.
Meski begitu, para napi tetap harus diperlakukan secara manusiawi. Mereka tetap diberi makan dan minum, dapat dijenguk oleh keluarga dengan waktu yang dibatasi dan ruang penjara yang layak.
Dalam sejarah Islam bahkan disebutkan, bahwa khalifah Umar bin Khattab pernah mengeluarkan dana 8000 dirham untuk renovasi ruang penjara. Sehingga dengan ini sanksi penjara tersebut tetap dapat memberikan efek jera, disisi lain haknya sebagai seorang manusia tetap dijamin oleh negara.
Disamping itu, sebagai langkah preventif untuk mencegah peningkatan kasus kejahatan, melalui sistem pendidikan Islam kepribadian seorang muslim akan dibangun berdasarkan aqidah Islam. Hingga lahir para generasi yang beriman dan bertakwa. Kemudian ditambah dengan sistem sanksi yang tegas. Maka tentu berbagai kasus kejahatan dapat diminimalisir.
Sehingga, kejadian over kapasitas penjara seperti yang terjadi di lapas Tanggerang tersebut hingga sampai berujung pada peristiwa nahas dapat dicegah, jika sistem Islam dapat kembali diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan.
Wallahu’alam bisshawab
Penulis : Nurhikmah (Tim Pena Ideologis Maros)
Editor/ Publisher : Yusrif Aryansyah
Komentar