Paradoks Skema Bansos; Mampukah Atasi Dampak Pandemi?

Noor Hidayah

TEGAS.CO.,NUSANTARA – Pandemi tak jua berakhir. Korban kian berjatuhan. Ribuan orang meninggal. Puluhan ribu orang terinfeksi virus Covid-19. Bahkan jumlah orang yang terinfeksi virus ini makin meningkat. Berbagai upaya dilakukan Pemerintah guna menekan laju gelombang Covid-19. Terakhir diterapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat Jawa-Bali pada 3-20 Juli, dan kini diperpanjang hingga 25 Juli 2021. Jika tren kasus Covid-19 terus menurun, maka mulai 26 Juli dilakukan pembukaan bertahap beberapa jenis kegiatan perekonomian. Sebenarnya, Pemerintah tidak lagi menggunakan istilah PPKM Darurat sejak 21 Juli lalu. Istilah PPKM Level 1 hingga 4 kini digunakan untuk menentukan aturan di wilayah Jawa-Bali (detiknews.com).

Selain memberlakukan PPKM, Pemerintah pun mengeluarkan program bantuan sosial (Bansos) dalam bentuk BLT UMKM, PKH (Program Keluarga Harapan), BLT Desa, Kartu Sembako, Bansos Tunai, Diskon Tarif Listrik, dan Kartu Pekerja (kompas.com). Kebijakan Bansos ini diterapkan dengan harapan dapat meringankan beban masyarakat selama masa PPKM Darurat.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan dukungan tambahan anggaran untuk membantu mengurangi dampak wabah virus corona terhadap masyarakat miskin dan rentan miskin. Dukungan ini diberikan dalam bentuk perluasan subsidi bansos pada program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Perluasan program Bansos tersebut diberikan untuk memperbaiki konsumsi masyarakat dari sisi demand (permintaan), terutama kelompok masyarakat miskin dan paling rentan. Seperti diketahui, pandemi memberikan pengaruh yang sangat signifikan pada pertumbuhan ekonomi negara. Padahal, di penerapan sistem kapitalis saat ini, hampir semua negara di dunia menggunakan indikator pertumbuhan ekonomi dalam mengukur kesejahteraannya. Koreksi pertumbuhan ekonomi akan berpengaruh terhadap penambahan masyarakat miskin dan pengangguran.

Adanya wabah Covid-19 memberikan ancaman dari sisi konsumsi dan dunia usaha. Pada April 2020, presentase pertumbuhan ekonomi Indonesia 2,97%, menurun dari 5,3% pada 2019. Sedangkan konstribusi konsumsi masyarakat terhadap pertumbuhan mencapai 59,4%. Sementara untuk menaikkan konsumsi pada masyarakat ekonomi menengah dicanangkanlah program stimulus dari sektor transportasi, pariwisata dan restoran.

Berdampak Positifkah Pemberian Bansos Bagi Masyarakat?

Banyak pakar maupun politikus memberikan argumen terkait dampak pemberian Bansos bagi masyarakat. Kepala Pusat Kebijakan APBN Badan Kebijakan Fiskal-Kementerian Keuangan, Ubaidi Socheh Hamidi mengatakan, meskipun cakupan dan kecukupannya belum memadai, kebijakan Bansos cukup dirasakan dampaknya terhadap masyarakat miskin. Ia memperkirakan ada sebanyak 3,43 juta orang yang terselamatkan karena program perlindungan sosial tersebut. Ia berkesimpulan, program ini mampu mengerem laju kemiskinan di tahun 2020.

Sementara Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai, perluasan pemberian bantuan subsidi ini memang berpotensi dapat membantu kelompok masyarakat menengah ke bawah. Namun, kecukupan subsidi ini juga perlu dikombinasikan dengan bantuan lain agar dapat mendorong konsumsi masyarakat. Menurutnya, meskipun pemerintah sudah mengeluarkan banyak biaya di program ini, tetapi tidak serta merta dapat mendorong kepercayaan konsumen untuk melakukan konsumsi. Saat ini, hal yang dapat mendorong kepercayaan konsumen untuk berkonsumsi adalah adanya sentimen positif dari penurunan kasus Covid-19.

Selain penguatan Bansos, pemerintah juga perlu memfokuskan pada upaya pemulihan di bidang kesehatan terlebih dahulu. Semakin cepat pemerintah bisa melakukan pemulihan kesehatan, maka semakin cepat aktivitas bisnis bisa berjalan dan kepercayaan konsumen juga akan kembali berdampak pada tingkat konsumsi.

Menurut Hidayat Nur Wahid, beberapa jenis Bansos merupakan Bansos reguler yang sudah diberikan sebelum pemberlakuan PPKM Darurat, sehingga diperkirakan tidak akan efektif menahan sebagian besar masyarakat untuk tetap di rumah pada era PPKM Darurat (www.suara.com)

Perspektif Islam tentang Pemberian Bansos Saat Pandemi

Paradigma penyelesaian masalah ekonomi rakyat pada masa pandemi di sistem Islam berbeda dengan di kapitalis. Di sistem Islam, peran negara sangat berpengaruh dalam pengendalian wabah. Pemimpin dalam Islam tidak akan lambat dalam memutuskan kebijakan saat wabah terjadi. Ia akan segera mengisolasi wilayah yang terpapar wabah, tegas menutup wilayah tersebut agar proses penularan berantai dapat dihentikan. Saat isolasi diterapkan, negara tidak akan berlepas tangan. Negara akan menjamin semua kebutuhan dasar masyarakat secara langsung. Tidak seperti di sistem kapitalis dimana fungsi bansos hanya untuk meningkatkan daya beli dan konsumsi masyarakat. Tujuannya semata-mata hanyalah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara.

Diutamakannya penyelesaian masalah pandemi akan mempercepat masyarakat untuk kembali melakukan aktivitas ekonomi secara normal. Perawatan, pengobatan, dan pelayanan kesehatan diberikan secara cuma-cuma. Ketersediaan fasilitas kesehatan juga mendapat perhatian khusus dari negara. Penjagaan wilayah yang tidak terdampak wabah, benar-benar dilakukan dengan ketat, sehingga dapat menopang daerah lain yang terkena wabah. Penelusuran dan pengujian dilakukan untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasi yang sehat dan yang sakit.  Negara juga mendorong para ilmuwan untuk segera menemukan obat/vaksin. Masyarakat diminta untuk saling membantu dengan dorongan keimanan. Jika ada warga yang terpapar virus, masyarakat sekitar akan turut membantu menyuplai kebutuhan pokoknya selama masa isolasi, bukan mengucilkan atau mengusirnya dari wilayah tersebut.

Sabda Rasulullah SAW, “Tidaklah beriman kepada-Ku orang yang tidur dalam keadaan kenyang, sedangkan tetangganya kelaparan sampai ke lambungnya. Padahal ia (orang yang kenyang—mengetahui)” (HR Bukhari).

Dengan langkah-langkah sesuai syariat, pendataan masyarakat yang terdampak pandemi secara ekonomi akan mudah dilakukan Ketidakmampuan rakyat memenuhi kebutuhannya tidak akan terjadi. Rakyat bisa fokus mengatasi pandemi tanpa beban ekonomi di pundaknya.

Jika di sistem kapitalis saat ini pemberian jaminan kebutuhan dasar oleh negara kepada rakyat menimbulkan masalah baru seperti penarikan pajak dan utang, lain halnya di sistem Islam. Hal ini karena Islam memiliki pengaturan yang sangat baik dalam mengelola keuangannya. Beberapa keunggulan pengelolaan keuangan dalam Islam antara lain pertama, sistem keuangan negara Baitul Mal mampu menghasilkan pendapatan yang besar dan beragam tanpa harus membebani rakyat dengan pajak, dan tanpa harus berutang kepada negara lain. Kedua, terdapat tiga pos pemasukan utama yang masing-masing terdiri dari banyak item penerimaan, yaitu pos pemasukan dari pengelolaan aset milik umum, aset milik negara, dan aset milik individu dalam bentuk pungutan zakat mal. Ketiga, pengelolaan keuangan negara diatur dengan syariat, sehingga menutup celah penggunaan untuk kepentingan pribadi atau kelompok.

Pengelolaan keuangan sistem Islam ini terbukti mampu mengatasi wabah penyakit di berbagai masa. Pada zaman Khalifah Umar bin Khaththab, pandemi bisa diselesaikan tanpa membebani rakyat dengan pungutan pajak tambahan. Bahkan, proses pengobatan masyarakat dilayani gratis oleh negara. Pada masa pemerintahan Khalifah Harun Al-Rasyid, negara memiliki surplus keuangan hingga 900 juta dinar.

Jumlah yang melebihi nilai APBN Indonesia saat ini. Padahal, surplus itu adalah sisa setelah dipergunakan untuk memberikan layanan pendidikan, kesehatan, dan lainnya secara gratis dan berkualitas bagi seluruh rakyatnya. Saatnya, negara menerapkan sistem Islam dan meninggalkan sistem cacat kapitalis, agar pandemi segera berakhir dengan tuntas tanpa meninggalkan lebih banyak korban, dan terlebih agar Ridho Allah dapat diperoleh dalam menapaki kehidupan dunia yang fana ini. Wallahu a’lam bishawab.

 

Penulis: Noor Hidayah

Editor: H5P

 

 

Komentar