TEGAS.CO.,SULTRA – Kemendikbud akan merevitalisasi program pendidikan vokasi di level perguruan tinggi, berencana memperkuat pendidikan tinggi vokasi di 200 program studi, melakukan sertifikasi kompetensi kepada 300 dosen, melakukan penguatan pendidikan PNBP dan BLU pada 75 PTN, serta penguatan sarana dan prasarana di 8 perguruan tinggi.
Lebih lanjut, Nadiem mengatakan bahwa pemerintah juga memiliki sejumlah peran sebagai pendukung, regulator, dan katalis. Meski demikian, pemerintah tidak bisa memaksa pihak kampus dan industri untuk saling bermitra lewat regulasi, melainkan dengan berbagai macam insentif untuk berinvestasi di bidang pendidikan, seperti pendirian Kampus Politeknik di Morosi.
Dilansir dari laman Zonasultra.Com, Politeknik Tridaya Virtue Dragon Nickel Idustry (VDNI) yang berada di Morosi, Kabupaten Konawe telah siap beroperasi.
Mengenai kesiapan itu, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) melakukan sosialisasi di SMA Negeri 1 Lasolo, Konawe Utara (Konut), Rabu (7/7/2021).
Kepala Dikbud Sultra, Asrun Lio mengatakan, melalui surat dari Kemendikbudristek dan Pendidikan Tinggi Politeknik Manufaktur Bandung, Politeknik Tridaya VDNI yang berada di bawah Yayasan Andrew Zhu dan Tony Zhou Foundation siap beroperasi.
“Dari segi sarana maupun prasarana termasuk berbagai fasilitas dalam penunjang proses perkuliahan telah siap dan lengkap,” ucapnya melalui keterangan tertulis pada Jumat (9/7/2021).
Kata Asrun, tinggal memenuhi beberapa tahapan penting saja untuk mendapatkan izin operasi dari Kemendikbudristek, salah satunya kegiatan sosialisasi ini. Sambil menunggu beroperasinya perguruan tinggi ini maka dilakukan sosialisasi untuk berbagai persiapan-persiapan teknis terkait pendirian Politeknik Tridaya Virtue Morosi.
Pendidikan Vokasi ala Kapitalis
Pendidikan vokasi memang sedang terus diaruskan di tengah krisis multidimensi yang tiada henti. Skema pendidikan ini tampaknya benar-benar dipercaya bisa menjadi jurus jitu memperkuat daya saing SDM Indonesia yang dipandang masih lemah. Terutama dalam menghadapi besarnya tantangan masa depan Indonesia. Jika kita amati untuk vokasi Perguruan Tinggi, bidang kerjanya sesuai dengan jurusannya. Intinya, mereka diharapkan memenuhi kebutuhan pasar tenaga kerja, dunia usaha, dan industri yang lebih banyak dimainkan korporasi.
Sesungguhnya, kampus vokasi dibangun dengan dua target capaian, yaitu meningkatkan keterserapan di dunia kerja dan menguatkan link and match dengan industri. Berdasarkan UU No. 12/2012 pasal 16 (1) menyatakan bahwa pendidikan vokasi merupakan pendidikan tinggi program diploma yang menyiapkan mahasiswa untuk bekerja dengan keahlian terapan tertentu sampai program sarjana terapan.
Kurikulum pendidikan vokasi juga disusun mengikuti kepentingan pasar tenaga kerja, dunia usaha, dan industri yang lebih banyak dimainkan korporasi. Alhasil, standardisasi pun mengikuti sudut pandang pelaku usaha dan industri dalam sistem sekuler.
Selain itu, paradigma pendidikan dalam sistem kapitalis sekuler ini juga rawan disalahgunakan pihak-pihak yang menginginkan keuntungan sendiri. Yang menuai untung tentunya para korporasi (pengusaha). Sedangkan masyarakat luas tidak banyak mendapatkan manfaat dari mereka.
Padahal seharusnya, pendidikan apa pun, baik vokasi maupun bukan, tidak dibangun dengan orientasi kerja. Namun, dilandasi oleh semangat penguasaan dan pengembangan ilmu untuk membantu diraihnya kemaslahatan masyarakat.
Secara alami, berbagai disiplin ilmu terapan akan menghasilkan lapangan pekerjaan selama negara memberikan iklim yang kondusif bagi berkembangnya ilmu-ilmu terapan tersebut. Oleh karenanya, pendidikan vokasi harusnya diselenggarakan untuk menghasilkan praktisi atau teknisi yang terampil bagi kemajuan masyarakat umum, bukan hanya untuk para konglomerat.
Dengan demikian, penyelenggaraan pendidikan vokasi kapitalis sekuler ini harus diubah dari asasnya, bahwa pendidikan apa pun (termasuk vokasi) ditujukan bagi kemaslahatan manusia umumnya, bukan korporasi. Sehingga, pendidikan vokasi yang pada asalnya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia akan ilmu-ilmu terapan, menjadi lebih berorientasi kerja. Sedangkan sektor industri dianggap yang paling strategis menghasilkan keuntungan.
Selain itu, berbagai bentuk kerja sama pemerintah dengan pelaku usaha dan industri juga menunjukkan arah kebijakan pendidikan yang menyimpang dari seharusnya. Bahkan, tujuan mendasar pendidikan pun kerap diabaikan, yakni pembentukan kepribadian Islami. Ini merupakan kesalahan fatal arah pendidikan vokasi saat ini.
Jika saja pemerintah lebih detail mengamati, persoalan pendidikan yang mengakar di negeri kita tidaklah sesederhana itu. Sepintas memang nampak begitu banyak program yang telah dicanangkan oleh pemerintah untuk mengatasi problematika yang ada, namun tetap saja gagal mewujudkan pendidikan berkualitas. Sebab ternyata, solusi yang ditawarkan belumlah sampai menyentuh hingga akar persoalan mendasar yang menyelimuti.
Walhasil, apa yang terjadi saat ini menunjukkan ancaman terhadap esensi pendidikan. Sebuah kerugian besar bagi umat jika SDM yang dihasilkan dari proses pendidikan tidak mampu membangun peradaban agung, melainkan hanya menjadi penghias bahkan penguat kehidupan kapitalistik.
Dari sinilah, tampak kesalahan arah pendidikan yang kehilangan visi pendidikan idealnya. Maka, negeri ini butuh solusi sistemik dengan kembali menerapkan Islam secara kaffah.
Pendidikan Vokasi, Butuh Penerapan Islam
Pada dasarnya, Islam memandang bahwa pendidikan ditujukan untuk mewujudkan manusia berkepribadian Islam di samping membekali manusia dengan ilmu dan pengetahuan berkaitan dengan kehidupan. Maka, Negara bertanggung jawab penuh untuk melayani, dengan memastikan kebutuhan rakyat untuk memperoleh pendidikan terbaik bisa terpenuhi
Islam memiliki sistem pendidikan vokasi yang sempurna. Sebab, paradigma pendidikan disusun mengikuti asas Islam, yakni pendidikan apa pun (termasuk vokasi) ditujukan bagi kemaslahatan manusia umumnya, bukan korporasi. Begitu pula, kurikulum pendidikan vokasi disusun untuk membekali lulusannya dengan ilmu-ilmu terapan yang dibutuhkan masyarakat. Perkembangan teknologi akan disikapi sebagai sesuatu yang dibutuhkan masyarakat, bukan sekedar kemajuan yang bernilai materi. Karena itu, kurikulum akan menyesuaikan terhadap kebutuhan manusia, bukan keinginan dan kehendak pihak korporasi yang selama ini menciptakan pasar bagi produksi-produksinya.
Di sinilah urgensi kembali kepada syariat Islam kaffah, agar pendidikan kembali kepada tujuan hakikinya dan manusia kembali meraih kemuliaannya. Untuk itu, sistem pendidikan vokasi Islam harus dijalankan dalam bingkai Khilafah ‘ala minhaji an-Nubuwwah, ini baru benar. Wallahu a’lam.
Penulis: Risnawati, STP (Pegiat Opini Muslimah Kolaka)
Editor: H5P
Komentar