16 Tahun Tertunda, Ali Mazi Kembali Perjuangkan UU Daerah Kepulauan

Suasana saat acara berlangsung

Kesedihan Gubernur Sultra tak sampai di situ saja, dia juga mengungkapkan keprihatinannya melihat kehidupan masyarakat pada salah satu kecamatan di Sultra, tepatnya di Batu Atas yang belum memiliki listrik, air, bahkan pohon pun sulit tumbuh. Untuk memenuhi kebutuhan, masyarakat harus membeli singkong dari Jawa Timur melalui tukar menukar antar nelayan.

“Ini adalah satu permasalahan dari sekian banyaknya yang dialami daerah-daerah kepulauan di Indonesia. Tugas kita sebagai anak-anak bangsa untuk melihat dan meringankan penderitaan mereka,” katanya.

Gubernur Sultra mengenang, melalui deklarasi Ambon Tahun 2005, dirinya dipercayakan menjadi Ketua BKS Provinsi Kepulauan. Deklarasi Ambon juga membahas tentang forum kerja sama antar pemerintahan daerah Provinsi Kepulauan hingga disepakatinya pembentukan Badan Kerja sama Provinsi Kepulauan di Ternate. Dalam perjalanan perjuangan tersebut, telah dilaksanakan berbagai agenda pertemuan untuk menggalang dukungan dari berbagai stake holder, yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat di daerah kepulauan, melalui pembentukan regulasi yang memberikan kewenangan kepada daerah provinsi yang bercirikan kepulauan, untuk mengelola dan mengatur sumber daya alam maupun sumber daya manusianya.

“Sumber daya manusia tidak maju, kalau membaca saja susah, apalagi masih menggunakan lilin atau lampu strongking, sementara Sultra cukup kaya akan SDA. Setelah melalui berbagai ikhtiar dilakukan, alhamdulillah puji syukur kepada Allah SWT, hasil dari berbagai upaya terbut adalah lahirnya RUU Tentang Daerah Kepulauan, yang berisikan kewenangan daerah provinsi dan kabupaten kota kepulauan untuk mengelola SDA serta SDM dimiliki,” terangnya.

Gubernur Sultra melanjutkan, dalam RUU Daerah Kepulauan, tidak hanya mencakup daerah provinsi kepulauan yang berjumlah 8 provinsi, tetapi juga mencakup 86 daerah kabupaten kota kepulauan, dimana sebagian besar adalah bagian dari 8 provinsi anggota BKS, dan selebihnya tidak tergabung dalam badan kerja sama BKS Provinsi Kepulauan.

RUU Daerah Kepulauan tersebut, masih dia, akhirnya menjadi inisiasi DPD RI yang pada tahun 2020 lalu masuk dalam program legislasi nasional prioritas DPR RI, akan tetapi hingga berakhirnya masa sidang DPR RI tahun 2020, RUU ini belum juga disahkan. Kini tahun 2021, RUU ini kembali masuk ke dalam Program Legislasi Nasional Prioritas DPR RI, yang diantaranya bertujuan untuk :

 

  1. Menjamin kepastian hukum bagi pemda daerah di daerah kepulauan.
  2. Mengakui dan menghormati kekhususan dan keragaman geografis dan sosial budaya daerah kepulauan.
  3. Mewujudkan pembangunan daerah kepulauan yang berkeadilan
  4. Mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berdaya saing.
  5. Meningkatkan kesejahteraan rakyat secara berkelanjutan, memberikan perlindungan, dan keberpihakan terhadap hak- hak masyarakat di daerah kepulauan.

Sebagai Ketua BKS Provinsi Kepulauan, baik sebelum maupun setelah masuknya RUU ke dalam program legislasi nasional prioritas DPR RI, pihaknya terus aktif dalam berbagai upaya dalam mendorong percepatan pengesahan RUU Daerah Kepulauan, antara lain pada 27 Januari 2020 di Ruang Rapat Komite Satu DPD RI, Ketua BKS Provinsi Kepulauan bersama anggota mengikuti rapat dengar pendapat umum, dengan agenda membahas dan pendalaman tentang RUU, yang diikuti diantaranya Ketua Komite Satu DPD RI, Ketua Perancang UU DPD RI, Ditjen Bangda Kemendagri, Ketua Tim Ahli RUU Kepulauan, Asisten Pemerintahan dan beberapa tim kelompok kerja dari BKS.

Selanjutnya, membuat surat kepada Gubernur Anggota BKS Provinsi Kepulauan dengan nomor 009 tanggal 18 Desember 2020, perihal permintaan dukungan dari para anggota DPD RI dan anggota DPR RI terkait percepatan pembahasan RUU Daerah Kepulauan.

Komentar