TEGAS.CO,. NUSANTARA – Saat ini, beberapa negara Eropa dan Amerika Serikat sedang dilanda krisis energi. Krisis ini meluas hingga Jepang dan Singapura serta membuat negara-negara besar yang notabene penggerak ekonomi dunia harus kewalahan dalam menyediakan energi untuk keperluan ekonomi maupun untuk kebutuhan listrik dalam negeri. Bahkan, Singapura berencana akan mengimpor tenaga listrik dari Indonesia sebesar 100 megawatt (MW) pasokan listrik dari pembangkit tenaga surya yang berlokasi di Pulau Bulan, Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2022 mendatang (cnbcindonesia.com, 30/10/2021). Kenaikan permintaan minyak sebesar 500.000 barel per hari (bph) diprediksi akan terjadi, disusul kenaikan harga gas, dan batu bara. Kenaikan ini berdampak kepada ancaman inflasi.
Menyikapi hal tersebut, Pemerintah berpendapat bahwa krisis energi yang terjadi saat ini belum mengancam ketahanan energi nasional. Menurut Sekretaris Jenderal DEN Djoko Siswanto mengatakan bahwa ketahanan energi nasional dinilai masih dalam kondisi aman, bahkan Indonesia cenderung diuntungkan dengan kondisi tersebut. “Indonesia masih mengekspor batu bara sebesar 70 persen dari pasokan yang dimiliki, serta ekspor gas sebesar 38 persen dari pasokan nasional. Indeks Ketahanan Energi masih di angka 6,57 dengan kategori tahan dari tingkat tertinggi di angka 8, “pungkasnya (cnbcindonesia.com, 26/10/2021). Pernyataan ini cukup beralasan, mengingat potensi kekayaan energi dan sumber daya alam yang melimpah di negeri ini.
Sebaliknya, menurut Pengamat Migas Widhyawan Prawiraatmadja mengatakan Indonesia perlu waspada atas krisis energi yang terjadi saat ini, dikarenakan Indonesia masih menjadi negara pengimpor energi sehingga kondisi internasional bisa saja berdampak ke Indonesia (cnbcindonesia, 01/11/2021). Pernyataan ini setidaknya memberikan peringatan dini kepada pemerintah agar waspada terhadap segala kemungkinan dari melonjaknya harga gas dan batubara dan menyiapkan solusi jitu dalam menangkal krisis ini.
Menurut Raden Pardede, Sekretaris Eksekutif Kementerian Koordinator Perekonomian menyatakan Indonesia memiliki cara menangkal krisis energi dengan peningkatan produksi hingga satu juta barel per hari, mengakusisi lapangan minyak di luar negeri untuk kebutuhan kilang serta mempersiapkan kapasitas cadangan sumber daya nasional (bisnis.tempo.co, 24/10/2021). Peningkatan produksi ini, akan memberikan keuntungan besar bagi Indonesia tetapi kekhawatiran akan kerusakan lingkungan yang lebih besar tidak bisa dihindari.
Bila ditelisik lebih jauh, krisis energi ini terjadi karena tinggi permintaan dibandingkan dengan persediaan sumber energi yang ada. Akibatnya setiap negara produsen berusaha mengenjot produksi energi secara besar-besaran dan kurang memperdulikan dampak kerusakan lingkungan yang diakibatkannya. Untung rugi dipertimbangkan dari aspek materi. Inilah watak sebenarnya dari penguasa yang berkiblat kapitalisme yang orientasinya pada keuntungan sebesar-besarnya tanpa mempedulikan dampak lingkungan.
Pembangunan industri tak terlepas dari ideologi yang diemban oleh sebuah negara. Industri kapitalis yang saat ini marak, justru membawa banyak kerusakan bagi kehidupan utamanya iklim dan lingkungan. Berbeda dengan Islam yang kebijakannya disandarkan kepada kemaslahatan masyarakat.
Dalam Islam, negara wajib mengontrol industri yang ada dengan mengeluarkan syarat-syarat izin pendirian bangunan industri dan pengolahan limbahnya agar tidak berimbas kepada kerusakan lingkungan. Aspek keuntungan dari pengelolaaan sumber daya alam bukan menjadi hal yang utama bagi negara. Saat dunia dihantui oleh krisis energi, maka di saat bersamaan terjadi kerusakan iklim dan lingkungan besar-besaran. Inilah yang terjadi saat ini.
Untuk itu, negeri ini perlu waspada dan berbenah untuk menghindari dampak tersebut.
Allah Swt. berfirman, “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Allah memperbaikinya, dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan harapan. Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang yang berbuat baik.” (QS Al- Araf: 56).
Negara dalam Islam wajib menjaga agar praktik ekonomi tidak eksploitatif dan tidak mementingkan keuntungan materi semata. Penerapan politik ekonomi Islam oleh negara berjalan untuk kesejahteraan rakyat agar tidak berdampak kerusakan di mana-mana. Sebab, tindakan merusak alam merupakan dosa di hadapan Allah Swt. yang pelakunya pun berhak mendapat sanksi tegas. Wallahua’lam.
Penulis: Zuharmi. H, S. Si (Pemerhati Sosial)
Editor: Yusrif Aryansyah
Komentar