Tingginya Tingkat Korupsi dan Penurunan Etika Pejabat Negara

Muhammad Aulia Akbar Rachmadi

TEGAS.CO,. NUSANTARA – Belakangan ini kita sering melihat di berbagai media massa banyak pejabat publik disoroti akibat berbagai kasus seperti korupsi bansos, bisnis PCR, aksi suap dan lain sebagainya. Terjadinya korupsi pada bansos oleh seorang pejabat publik level atas patut diberi perhatian karena mencerminkan kondisi moral dan etika yang sangat buruk di kalangan pejabat publik.

Apabila seorang pejabat publik level atas pun dapat melakukan korupsi, lalu bagaimana keadaan orang-orang dibawahnya. Pejabat level atas yang seharusnya menjadi contoh dan teladan baik justru menunjukkan perilaku yang tidak beretika. Bansos yang seharusnya diberikan kepada masyarakat untuk meringankan kesulitan mereka di era pandemi justru digunakan untuk kepentingan seseorang yang tidak bertanggung jawab. Dimanakah keberadaan etika dan hati nurani orang tersebut saat mencuri sesuatu yang merupakan hak orang lain?

Indonesia dan Kebudayaan Korupsi

Kasus seperti korupsi sudah tidak asing lagi karena pasti setiap tahun terjadi di Indonesia dan sudah ada sejak zaman orde baru. Korupsi di Indonesia sudah menjadi budaya yang tidak dapat dipisahkan dalam sistem birokrasi negara dan pemerintahan.

Data dari Indonesia Corruption Watch (ICW) menunjukkan bahwa jumlah penindakan kasus korupsi pada semester satu tahun 2021 mengalami kenaikan dari semester satu tahun 2020 dari angka 169 kasus menjadi 209 kasus. Data yang sama juga menunjukkan bahwa korupsi telah merugikan negara sebesar Rp 26,83 triliun pada semester 1 2021 dimana jumlah ini meningkat 47,63% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp 18,17 triliun. Para koruptor telah banyak merugikan negara apalagi dalam kondisi pandemi ini yang sudah penuh dengan kesulitan.

Korupsi terlihat semakin memburuk dari tahun ke tahun padahal sudah ada banyak lembaga pengawasan korupsi. Hal ini menunjukkan bahwa lembaga pengawasan korupsi tidak efektif secara sendirian dalam mengurangi korupsi. Harus ada aspek lain diluar pengawasan yang perlu dibenahi untuk mengurangi tindak korupsi di Indonesia.

Kurangnya Penanaman Moral dan Etika

Pertanyaan yang mungkin muncul di pikiran kita saat melihat fakta-fakta tersebut adalah mengapa etika para pejabat publik di Indonesia sangat buruk dimana mereka yang seharusnya melayani masyarakat dan negara justru melakukan hal yang merugikan negara dan masyarakat.

Seorang pejabat publik yang beretika seharusnya menunjukkan sikap yang adil, jujur dan bermartabat, namun realitanya justru sebaliknya hanya menunjukkan tindakan yang tidak baik.

Salah satu alasannya adalah tidak adanya penanaman moral karakter dan etika sejak dini di antara pejabat publik itu sendiri. Mereka sering dilatih dalam melakukan pekerjaan, tetapi tidak pernah ditanami dan dilatih secara karakter sehingga menimbulkan pemikiran yang materialistis. Kemudian lingkungan lembaga pemerintah dan birokrasi yang sudah erat dengan budaya korupsi juga sangat mempengaruhi para pejabat publik.

Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab utama tindak korupsi banyak terjadi di instansi pemerintah. Mereka yang tadinya berkarakter baik dipengaruhi oleh lingkungan sekitar yang buruk sehingga membuat karakter mereka menjadi buruk. Pengawasan dan penangkapan sudah sering dilakukan terhadap para koruptor oleh KPK, tetapi apabila penyebab dan sumber dari tindakan korupsi ini tidak diperbaiki maka usaha yang dilakukan KPK tidak akan memperbaiki kondisi korupsi di Indonesia.

Tindakan yang Dapat Diambil Pemerintah

Banyak orang yang mengatakan bahwa penegakan hukum di Indonesia terhadap korupsi yang masih lemah dan hukuman yang tidak berat terhadap para koruptor menyebabkan banyak pejabat publik yang tidak takut untuk melakukan korupsi. Akan tetapi, data dari corruption perceptions index menunjukkan bahwa Negara Cina yang menerapkan hukuman yang lebih berat terhadap koruptor dibandingkan Indonesia memiliki tingkat korupsi yang tidak jauh berbeda dengan Indonesia sendiri.

Singapura yang menerapkan hukuman yang lebih ringan dari Cina dapat menjadi salah satu negara dengan tingkat korupsi yang rendah karena para pejabatnya menjunjung tinggi nilai etika dan integritas.

Dapat dikatakan dalam hal ini bahwa hukuman berat terhadap koruptor kurang efektif dalam menekan tindak korupsi. Sehingga yang perlu dibenarkan memang adalah karakter dan etika para pejabat publik itu sendiri.

Jadi yang terpenting disini bukan seberapa berat hukuman yang dapat diterapkan pemerintah Indonesia terhadap para koruptor, tetapi bagaimana pemerintah dapat memperbaiki etika dan moral karakter para pejabat negara.

Salah satu hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini adalah dengan terlebih dahulu menanamkan budaya jujur dan beretika dalam sistem birokrasi negara. Etika merupakan hal yang penting dimiliki seseorang terutama para pejabat publik. Etika akan menuntun seseorang untuk melakukan hal yang baik dan menjauhi hal yang buruk tanpa diinstruksikan.

Walaupun Pemerintah sudah berupaya untuk mencegah tindak korupsi misalnya salah satunya adalah dengan memberikan insentif yang lebih tinggi kepada pejabat publik. Akan tetapi, hal ini tidak begitu efektif jika pada dasarnya para pejabat publik tidak punya etika karena nantinya mereka tidak akan pernah puas dengan apa yang dimiliki dan akhirnya berujung kepada korupsi lagi. Oleh karena itu etika sangatlah penting dimiliki oleh pejabat publik. Mereka harus punya pemikiran bahwa apa yang ia lakukan adalah untuk kepentingan masyarakat dan negara.

Penulis: Muhammad Aulia Akbar Rachmadi

Editor: Yusrif Aryansyah

Komentar