Menilik Kasus Korupsi Dana Bantuan Sosial Covid19 dan Kaitannya dengan Etika Normatif

Keyla Lembayung Layana (Mahasiswi Universitas Indonesia)

TEGAS.CO,. NASIONAL – Covid-19 merupakan pandemi global yang telah melanda seluruh dunia termasuk Indonesia. Indonesia sendiri pada 20 November 2021 dilansir dari JHU CSSE Covid-19 Data, tercatat bahwa kasus Covid-19 mencapai 4,25 juta dan jumlah yang meninggal mencapai 144 ribu. Angka tersebut bukanlah angka yang kecil.

Indonesia pun sendiri sudah mengalami penambahan kasus harian positif covid-19 tertinggi menempati urutan kedua di dunia setelah India. Pada tanggal 6 Juli 2021 tercatat kasus baru di Indonesia mencapai 29.745 kasus. Pemerintah dalam mengatasi lonjakan kasus agar tidak terus meningkat setiap harinya maka mengeluarkan kebijakan mulai dari PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) hingga PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat).

Baik PSBB maupun PPKM telah melumpuhkan berbagai sektor perekonomian di Indonesia. Hal ini dapat terlihat dari perekonomian Indonesia sepanjang 2020 yang mengalami resesi ekonomi. Pada kuartal II mencapai -5,32 persen dan pada kuartal III mencapai -3,49 persen.

Kebijakan Penanganan yang Diambil Pemerintah

Pemerintah dalam menyikapi perekonomian masyarakat yang terhambat dan telah menurunkan kesejahteraan masyarakat maka melakukan pemberian bantuan sosial kepada masyarakat.

Bantuan sosial yang diberikan oleh pemerintah meliputi PKH (Program Keluarga Harapan), Program Kartu Sembako, Program Bantuan Beras Bulog, Program BST (Bantuan Sosial Tunai), subsidi dan diskon listrik, Program Kartu Pra Kerja, dan subsidi kuota internet Menurut data Kementerian Sosial pada tahun 2020, Kementerian Keuangan telah mengeluarkan alokasi anggaran untuk program bantuan sosial sejumlah 127,20 triliun rupiah.

Realisasi bantuan sembako Jabodetabek mencapai 99,91%, bantuan tunai (BST) 98%, bantuan tunai KPM non PKH sembako 99,99%, Program Keluarga Harapan (PKH) 99,92%, bantuan sosial beras 100% dan program sembako (BPNT) sebesar 92,92%. Adapun di tahun 2021 Kementerian Keuangan mengalokasikan dana sebesar 408,8 triliun rupiah untuk bantuan sosial. Terhitung pada semester I 2021, realisasi program bansos mencapai 66,43 triliun rupiah.

Langkah pemerintah dalam memberikan bantuan sosial ini tentunya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia dan mencegah Indonesia dari resesi ekonomi. Melalui pemberian bantuan sosial maka akan mendorong daya beli masyarakat, meningkatkan konsumsi masyarakat, dan mempercepat penyerapan anggaran PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional).

Namun, tujuan ini tidak dapat terimplementasikan dengan baik apabila ada sejumlah oknum yang memanfaatkan kesempatan untuk keuntungan pribadi seperti yang terjadi di Indonesia yaitu adanya korupsi bansos berupa paket sembako senilai 5,9 triliun rupiah yang telah merugikan masyarakat dan negara.

Kronologi kasus korupsi bantuan sosial Covid-19
yang dilakukan Juliari Batubara, Eks Menteri Sosial

Kasus ini bermula ketika KPK menemukan pengadaan bantuan sosial dalam bentuk paket sembako di Kementerian Sosial RI. Nilai dari pengadaan ini juga tidak kecil, jumlah korupsi yang dilakukan Juliari ditaksir sebesar Rp 5,9 Triliun Rupiah.

Dalam kasus ini, Juliari tidak bekerja sendirian. Dia dibantu oleh Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyodo dalam menjalankan aksinya. Korupsi ini dilakukan dengan cara bekerja sama dengan suppliernya yaitu Ardian dan Harry Sidabuke yang bekerjasama dengan PT PRI yang diduga dimiliki oleh Matheus Joko Santoso.

Dalam pelaksanaanya, korupsi ini dilakukan secara dua periode. Dalam praktiknya, Matheus dan Joko Santoso mematok fee sebesar Rp 10.000 untuk setiap paket sembako dengan satu harga satu paket berjumlah Rp 300.000 per paketnya. KPK sendiri menaksir bahwa Juliari Batubara meraup keuntungan sebesar Rp 17 Miliar rupiah dan dipakainya untuk keperluan pribadi.

Juliari pun akhirnya terkena Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2001. Dia pun dijatuhi hukuman 12 tahun penjara dan tambahan uang ganti rugi negara sebesar Rp 14,590,450,000 atau hukuman tambahan selama dua tahun dipenjara. Sebagai tambahan, hakim juga menjatuhkan hukuman Ardian dan Harry Sibadukke selama 4 tahun penjara dan denda sebesar Rp 100 juta.

Faktor Pendorong Terjadinya Kasus Korupsi Dana Bansos Covid-19

Kasus korupsi bantuan sosial Covid-19 yang melibatkan eks Menteri Sosial, Juliari Batubara dan beberapa pihak lainnya yang terlibat terjadi karena kurangnya pengawasan internal di pemerintahan sehingga memunculkan peluang bagi Eks Menteri Sosial dan beberapa pihak yang terlibat untuk melakukan tindakan korupsi.

Dalam proses pendistribusian bantuan sosial Covid-19 ini, pemerintah melakukan pengadaan dan pendistribusiannya sendiri, yang mana dengan cara seperti ini memberikan celah dan peluang yang cukup besar bagi para vendor dan pihak lainnya yang terlibat untuk melakukan tindakan yang dapat merugikan, yaitu seperti tindakan korupsi. Pemerintah juga kerap kali melupakan akuntabilitas dan transparansi sehingga hal ini turut memperluas celah bagi pihak-pihak tertentu untuk melakukan tindakan korupsi.

Jika menilik lebih lanjut mengenai kurangnya pengawasan internal dalam pemerintahan yang dapat membuka celah untuk melakukan tindak pidana korupsi, seharusnya pemerintah dapat memperketat pengawasan internal dalam pemerintahannya. Dengan pembagian bansos Covid19 secara konvensional, beberapa orang menilai dapat membuka celah korupsi lebih besar. Oleh karena itu, pemerintah juga dapat menyiasatinya dengan memberikan bansos tersebut menggunakan transfer dengan e-voucher.

Sebaiknya pemerintah, KPK, dan instansi pemerintahan lainnya harus melakukan pengawasan lebih tegas dan lebih mengedepankan akuntabilitas agar terciptanya pemerintahan yang bebas dari tindakan korupsi sehingga tidak adanya pihak-pihak lainnya, seperti masyarakat yang merasa dirugikan. Terlebih, mengingat makin banyaknya peluang untuk melakukan korupsi dalam dana untuk penanganan virus corona ini.

Dampak dari Kasus Korupsi Dana Bansos Covid-19

Dampak yang ditimbulkan dari adanya korupsi bansos yang dilakukan oleh Juliari Batubara meliputi kepercayaan masyarakat yang kurang terhadap pemerintah dalam pengelolaan bantuan sosial, kerugian yang dirasakan penerima bansos karena tidak mendapatkan sesuai dengan haknya, dan merugikan negara dari sisi kas dan anggaran dalam jumlah yang banyak.

Kepercayaan masyarakat yang kurang terhadap pemerintah dalam pengelolaan bantuan sosial disebabkan karena instansi pemerintah terutama kementerian sosial tidak bertanggung jawab dan amanah dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya. Integritas instansi pemerintahan dinilai rendah sehingga berpengaruh terhadap tingkat kepercayaan masyarakat. Kerugian yang dirasakan penerima bansos karena tidak mendapatkan sesuai dengan haknya yang berakibat banyaknya paket bansos yang kurang layak konsumsi dan tidak layak pakai.

Sehingga kementerian sosial gagal dalam membantu meringankan beban masyarakat (terlebih masyarakat dengan kelas menengah ke bawah) yang merasakan dampak dari pandemi Covid-19. Bantuan tersebut justru merugikan masyarakat (terlebih masyarakat dengan kelas menengah ke bawah), atau bahkan membuat masyarakat menjadi lebih susah dan miskin.

Selain itu, kasus ini juga merugikan negara dari sisi kas dan anggaran dalam jumlah yang banyak yang ditaksir mencapai 2 triliun rupiah. Sehingga dari program bansos ini bukannya untuk membantu pemulihan ekonomi justru menambah kerugian negara.

Kaitannya dengan Etika Normatif

Etika normatif membahas mengenai norma-norma yang bisa membimbing manusia dalam bertingkah laku. Etika normatif ini juga memberikan himbauan dan penilaian pada manusia untuk berperilaku yang seharusnya dilakukan berdasarkan norma.

Dalam teori etika normatif, terdapat dua teori yang berpengaruh untuk menilai perilaku dan tindakan dari individu, yaitu etika deontologi dan teori teleologi. Deontology merupakan keputusan etis yang dibuat melalui pertimbangan tugas dan kewajiban seseorang bersamaan dengan hak individu lainnya. Deontology terdiri dari contractarianism, Natural Rights Theory, dan Categorical Imperative.

Sementara itu, teleology merupakan moralitas terkait dengan suatu tindakan dengan hasil dari tindakan tersebut di mana menganggap baik atau tidaknya sesuatu bergantung dari hasil.

Korupsi yang dilakukan oleh Juliari Batubara dan beberapa oknum lainnya yang terlibat dapat dikatakan telah melanggar etika normatif, yang mana dalam etika normatif tersebut terdapat teori deontology, serta dapat dihubungkan dengan contractrianism, di mana tiap manusia memiliki kepentingan pribadi pada dasarnya dan dalam memaksimalkan kepentingannya tersebut adalah dengan memberlakukan moral.

Namun, dalam hal memaksimalkan kepentingan pribadi, para pelaku tindakan korupsi tersebut tidak mengedepankan dan memberlakukan moral. Selain itu, jika dikaitkan dengan teori teleologi, kasus korupsi dana bansos Covid-19 ini dapat dikaitkan dengan hedonism, di mana tindakan terbaik adalah yang memaksimalkan kepuasan.

Para pelaku yang terlibat dalam tindakan korupsi tersebut pastinya ingin memaksimalkan kepuasan terhadap diri mereka masing-masing sehingga mereka nekat untuk melakukan korupsi, tetapi tindakan mereka tidak disertai dengan memberlakukan etika normatif dan moral yang berlaku yang mana seharusnya diterapkan.

Penulis: Keyla Lembayung Layana (Mahasiswi Universitas Indonesia)

Editor: Yusrif Aryansyah

Komentar