TEGAS.CO,. NASIONAL – Apakah Anda familiar dengan mekanisme penyampaian pengaduan dugaan tindak pidana yang mulai marak diterapkan pada saat ini? Whistleblowing System atau disingkat WBS, merupakan kebijakan untuk mengetahui persoalan serta masalah-masalah yang terjadi di dalam perusahaan.
Persoalan yang dimaksud adalah persoalan yang menyangkut modal perusahaan, konsumen, operasional, sampai dengan sumber daya manusia. Selain itu, WBS juga digunakan sebagai wadah tempat pengaduan untuk menangkap perilaku curang yang dilakukan oleh oknum pekerja. Untuk memahami Whistleblowing System, simak penjelasan lebih lanjut sebagai berikut!
Mengenal Lebih Jauh Whistleblowing System
Whistleblowing System adalah aplikasi yang dapat melaporkan dugaan tindak pidana tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi. Sistem ini melibatkan pegawai dan orang lain dalam organisasi tempatnya bekerja, dimana pelapor bukan bagian dari pelaku kejahatan yang dilaporkannya.
Dikutip menurut PP No.71 Tahun 2000, WBS merupakan orang yang memberikan informasi kepada penegak hukum atau komisi mengenai terjadinya suatu tindak pidana korupsi dan bukan pelapor.
Whistleblowing System pada dasarnya akan membantu perusahaan menemukan pelanggaran atau kecurangan yang terjadi dalam internal perusahaan sekaligus menghindari tercemarnya nama baik perusahaan akibat adanya karyawan yang melaporkan kejadian pelanggaran di internal perusahaan kepada pihak luar.
Manfaat dari WBS adalah adanya ketersediaan menyampaikan informasi penting kepada pihak bertanggung jawab, tersedianya mekanisme deteksi dini, memberi kesempatan untuk menangani masalah pelanggaran secara internal, dan meningkatnya reputasi perusahaan di mata stakeholders. Sistem ini awalnya diterapkan seiring banyak terjadinya kasus korupsi dalam berbagai bidang, terutama pada sektor publik dan swasta.
Pada penerapannya, perusahaan akan memberikan wadah, baik berupa E-Mail, nomor telepon, ataupun website yang dapat digunakan sebagai media untuk menyalurkan aduan.
Namun, perlu diingat bahwa ketika melakukan pelaporan, seorang whistleblower wajib memberikan indikasi awal yang dapat dipertanggungjawabkan terkait tindakan pelanggaran serinci mungkin dan disertai dengan bukti-bukti pendukung apabila tersedia. Indikasi awal tersebut meliputi, siapa saja yang terlibat, lokasi serta waktu pelanggaran, sampai kronologi proses terjadinya pelanggaran tersebut.
Selanjutnya, laporan akan diterima oleh divisi pelaporan pelanggaran yang dibentuk perusahaan dan kemudian dipilah terlebih dahulu sebelum diputuskan jika akan lanjut ke tahap penyelidikan atau tidak. Apabila terbukti, divisi ini akan melaporkan hasil temuannya kepada Direktur Utama, Direksi, maupun Komisaris tergantung seberapa tinggi jabatan pelaku dari kasus tersebut.
Seorang whistleblower sejatinya tidak akan perlu untuk merasa khawatir karena perusahaan akan menjamin perlindungan sepenuhnya. Identitas dari pelapor akan dirahasiakan dan pelapor juga akan dilindungi dari segala bentuk intimidasi maupun gangguan dari pihak manapun.
Whistleblower juga biasanya akan mendapatkan apresiasi atas keberaniannya dalam melaporkan kecurangan yang terjadi. Namun, apresiasi yang diberikan akan berbeda pada setiap perusahaan. Umumnya, apresiasi yang diberikan dapat berupa bonus hingga promosi jabatan.
Di Indonesia, penerapan sistem Whistleblowing termasuk masih baru diterapkan. WBS diterbitkan di Indonesia pada 10 November 2008 oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG). Faktor yang mendorong diterbitkannya sistem ini adalah banyaknya kasus kecurangan yang mulai muncul pada perusahaan-perusahaan besar di Indonesia, salah satunya PT Telkom dan PT Kimia Farma yang mendapati terjadinya kecurangan oleh manajemen perusahaan tersebut.
Meskipun penerapan kebijakan ini masih baru di Indonesia, persepsi terhadap pentingnya sistem ini terus meningkat. Hal ini dapat dilihat dari mulai diterapkannya sistem whistleblowing di perusahaan-perusahaan besar milik swasta atau BUMN seperti Pertamina, United Tractors, Sinar Mas, PT Matahari Department Store, Jasamarga dan beberapa perusahaan lainnya.
PT Pertamina (Persero) Sebagai Kiblat Penerapan Whistleblowing di Perusahaan
Mengambil kasus dari salah satu perusahaan diatas, PT Pertamina (Persero) merupakan contoh konkrit perusahaan BUMN yang sukses dalam melakukan pelaksanaan WBS. Pada tahun 2010, tercatat ada 44 kasus hasil aduan WBS, 7 diantaranya berhasil dibuktikan, dan 30 kasus masih dalam investigasi.
Sistem WBS yang diawasi langsung oleh Komisaris Utama Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama, berlangsung dengan baik karena PT Pertamina menjamin adanya perlindungan terhadap pelapor dari ancaman, intimidasi, hukuman, maupun tindakan tidak menyenangkan dari pihak manapun selama pelapor menjaga kerahasiaan kasus yang diadukan yang membuat banyak pihak untuk tidak segan melakukan pelaporan dengan WBS.
“Pertamina memfasilitasi pelaporan dilakukan dengan anonim. Pertamina juga akan menjaga kerahasiaan data pelapor. Laporan yang masuk nantinya akan dikelola oleh konsultan independen yang kemudian meneruskan laporan tersebut kepada tim WBS Pertamina untuk ditindaklanjuti,” kata Fajriyah Usman, selaku Vice President Corporate Communication di PT Pertamina.
Kebijakan WBS di PT Pertamina (Persero) sendiri telah dilaksanakan sejak tahun 2008. PT Pertamina ingin mewujudkan komitmennya untuk melakukan transparansi kepada masyarakat serta melakukan penegasan bahwa Pertamina merupakan BUMN yang bersih. Selain itu, kebijakan ini juga menjadi salah satu parameter penerapan Good Corporate Governance (GCG) yang ditetapkan oleh pemerintah.
Mekanisme penanganan laporan WBS dilakukan berdasarkan Tata Kerja Organisasi Whistleblowing System No. B-001/M00000/2018-S0.
Masyarakat dapat melaporkan adanya dugaan pelanggaran, baik yang dilakukan oleh pihak Pertamina maupun mitra kerja Pertamina meliputi korupsi, suap, konflik kepentingan, pencurian, kecurangan, penyimpangan atas laporan keuangan, dan pelanggaran hukum serta aturan perusahaan melalui telepon ke nomor (021) 3815909/3815910/3815911, SMS dan WhatsApp (WA) ke nomor +628118615000, Fax (021) 3815912. Syarat utama laporan yang akan ditindaklanjuti harus mengandung unsur 5W + 1H, yaitu What (apa), Who (siapa), When (kapan), Where (dimana), Why (kenapa) dan How (bagaimana).
Dari contoh diatas, dapat disimpulkan bahwa WBS merupakan sarana efektif untuk mencegah, bukan hanya tindakan korupsi di perusahaan, namun juga semua hal-hal diluar norma atau peraturan yang dilanggar oleh karyawan maupun pejabat tinggi perusahaan.
Manfaat dari diimplementasikannya sistem ini juga dapat menjadi angin sejuk untuk perusahaan dalam menghindari tercemarnya nama baik perusahaan akibat oknum-oknum tidak bertanggung jawab. Sistem ini dapat menjadi win-win solution untuk sang whistleblower dan perusahaan yang terlibat karena pihak-pihak tersebut saling terbantu dan membantu satu sama lain.
Pertamina sebagai salah satu perusahaan BUMN di Indonesia yang berhasil menerapkan sistem ini dapat menjadi contoh untuk perusahaan lain agar dapat menerapkan sistem ini lebih baik lagi dengan benchmark dari PT Pertamina.
Penulis: Keysha Karnira Chairunnisa (Mahasiswi Universitas Indonesia)
Editor: Yusrif Aryansyah
Komentar