TEGAS.CO,. NUSANTARA- Pemandangan kurang mengenakkan terjadi di kota Baubau akhir-akhir ini. Gelandangan dan pengemis terlihat marak di sejumlah titik kota. Baik itu disudut kota, tengah kota, bahkan pada beberapa lampu lalu lintas sering kali dijumpai pengemis dan gelandangan.
Seperti dilansir dari Telisik.id rombongan pengemis banyak terlihat di tengah Kota Baubau. Mereka kerap nongkrong disimpang empat lampu merah, jalan Batoambari, lorong PK. Dengan bermodalkan karung bekas dan pakaian compang camping terlihat duduk ditaman jalan menunggu para dermawan yang berbelas kasih kepada mereka.
Namun ironisnya, para penegemis yang kerap beraksi di setiap simpang traffic Light (lampu merah) ini, kebanyakan masih anak-anak bahkan terbilang bocah.
Dari penggalian informasi yang dilakukan oleh tim Telisik.id diduga kuat para pengemis ini adalah warga Kota Baubau, terbukti dari dialeg yang mereka ucapkan.
Menanggapi fenomena ini, Kepala Dinas Sosial Kota Baubau Abdul Rajab mengatakan, meningkatnya jumlah gelandangan maupun pengemis di Kota Baubau merupakan konsekuensi daerah yang mulai berkembang. Sehingga ini merupakan fenomena yang harus diterima hanya yang penting jangan mengganggu.
Baubau Butuh Kesejahteraan
Fenomena seperti ini tidak seharusnya dipandang remeh Ini PR besar dan menjadi perhatian khusus pemerintah. Dikarenakan anak seperti mereka harusnya diberikan hak pendidikan dan hak kehidupan lainnya. Sebagaimana tertuang dalam aturan yang berlaku.
Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang di hadapi oleh seluruh dunia, utamanya Indonesia. Ia di pengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berkaitan antara satu dengan yang lain. Kemiskinan yang parah inilah kemudian memicu setiap orang untuk melakukan segala cara agar bisa menghasilkan materi termasuk fenomena pada kota Baubau. Kondisi tersebut kemudian “memaksa” seseorang untuk terlibat dan ikut serta berusaha keluar dari tingkat kesulitan hidup.
Banyak faktor mengapa orang menjadi pengemis ada karena cacat fisik, miskin, dan malas juga menjadi salah satu penyebab utama. Maka tidak jarang lampu merah, perempatan jalan, terminal, pasar, kampus, tempat ibadah dan tempat keramaian lainnya adalah tempat yang dianggap mudah untuk menghasilkan uang. Selain itu, kebutuhan pokok rakyat juga tidak terpenuhi sehingga membuat mereka terpaksa mengemis dijalanan.
Persoalan kemiskinan, memang perkara yang tidak pernah selesai dari tahun ke tahun. Kejadian di atas adalah suatu kewajaran, dimana sistem kita yang menganut sistem demokrasi-kapitalisme. Maka yang memainkan percaturan kehidupan adalah dia jika berduit dan jika tidak berduit maka dia akan terpinggirkan.
Menjamurnya pengemis menunjukkan bagaimana pengaturan urusan rakyat tidak berjalan. Melebarnya kesenjangan sosial antara kaya dan miskin dalam sistem demokrasi begitu kentara. Terbukti hampir di setiap tempat baik di Kota Baubau maupun di ibu kota sangat mudah ditemukan pengemis juga gelandangan.
Jika kita melihat fakta yang ada penyelesaian persoalan pengemis bukan hanya dengan memberikan bimbingan dan pengarahan kepada masyarakat. Buktinya pengemis malah semakin bertambah dan berkembang biak. Selalu ada saja kalangan masyarakat yang malas, nakal, melanggar dan tidak peduli hukum yang berlaku. Problem sosial ini tidak hanya diselesaikan dengan edukasi semata
Islam Menawarkan Solusi
Dalam Islam, mengatasi persoalan pengemis bermula dari terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat. Distribusi yang merata dan harga yang terjangkau membuat kebutuhan pokok dapat diperoleh dengan mudah.
Sebab Islam mewajibkan negara melalui aparaturnya untuk melakukan fungsi ri’ayah (mengurusi) rakyat. Para aparatur negara wajib berinteraksi dengan rakyat setiap waktu, menjadi iman dalam salat berjemaah di Masjid. Setelah usai salat, mereka membuka dialog, mendengarkan berbagai keluhan rakyat dan menyelesaikannya.
Tidak hanya itu, para pemimpin Islam di setiap jenjang kekuasaan akan betul-betul menguasai fakta persoalan masyarakat yang dipimpinnya, termasuk menguasai data kemiskinan di wilayahnya. Hingga mudah bagi mereka menggerakkan para amil dalam mendistribusikan harta zakat pada masyarakat.
Seperti halnya Umar ibnu al-Khaththab yang menetapkan kebijakan menafkahi seorang laki-laki tua Yahudi dengan harta yang diambil dari baitulmal Khilafah, ketika beliau tahu bahwa Yahudi tua tersebut meminta-minta.
Begitulah sikap pemimpin dalam Islam, tidak perlu mencari waktu khusus untuk menemui rakyatnya, karena ia hidup bersama dengan rakyat. Ia memahami betul kebutuhan rakyatnya. Tidak memasukkan para pengemis dan gelandangan ke dinas sosial, namun segera memenuhi kebutuhan mereka dengan memberikan pekerjaan atau tempat tinggal yang layak.
Demikian pula bagi masyarakat yang tidak memiliki rumah (gelandangan), mereka dijamin negara bisa menempati rumah yang layak huni. Dalam sistem Islam, tidak akan ditemui lagi rumah yang tidak layak huni dan tidak akan ditemukan lagi gelandangan (tunawisma).
Sebagaimana kesaksian dari Umar bin Usaid tentang Khalifah Umar bin Abdul Aziz, bahwa sebelum beliau wafat, masyarakatnya dalam kondisi makmur. Demikian sejahteranya sehingga tidak ada lagi orang yang berhak menerima zakat, karena Umar telah membuat mereka sejahtera. Tentu kesejahteraan itu disertai dengan adanya rumah yang layak huni.
Waullahu’alam.
Penulis: Nurfia (Aktivis Dakwah Kampus)
Publisher: Yusrif Aryansyah
Komentar