Desakan Vaksin Booster dan Realitas Penyebaran Omicron

Cinthia Aristha, S.K.M (Pegiat Literasi)

TEGAS.CO.,NUSANTARA – Tengah ramai jadi perbincangan tentang kebijakan pemerintah yang memutuskan untuk melakukan vaksinasi dosis ketiga atau booster mulai 12 Januari 2022 lalu sebagaimana yang dilansir dari Kompas.com.

Bukan tanpa alasan, keputusan tersebut diambil pemerintah guna menahan gelombang ke tiga Covid-19 yang diperkirakan akan memuncak pada awal Februari 2022 mendatang.

Iklan Pemkot Baubau

Hal ini juga didukung dengan laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang telah mencatat kenaikan kasus Covid-19 yang begitu signifikan dalam seminggu terakhir di tahun 2022 di seluruh dunia.

Selain keputusan tentang dilaksanankannya vaksin booster tersebut, yang lebih menjadi perbincangan adalah akan adanya penerapan tarif vaksin booster untuk sebagian masyarakat.

Sebagaimana disampaikan oleh Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebutkan bahwa vaksin booster akan diberikan secara gratis dan berbayar (Kompas.com-06/01/2022).

Hal lain juga disampaikan oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Ia mengatakan, pemerintah akan mengumumkan vaksin booster diberikan secara gratis atau berbayar kepada masyarakat pada pekan depan, usai rapat terbatas bersama dengan Presiden Joko Widodo.

“Itu (vaksin booster berbayar atau gratis) rencananya nanti akan diputuskan hari Senin depan oleh rapat kita,” kata Budi dalam program acara Kompas TV “Satu Meja The Forum”, Rabu (5/1/2022).

Dari wacana antara vaksin booster yang akan berbayar atau digratiskan, ada yang lebih penting lagi yaitu penyebab kenapa dan mengapa muncul desakan vaksin booster itu dilakukan.

 

Realitas Penyebaran Omicron

Dikutip dari detik.com data kasus positif Covid-19 varian Omicron di DKI Jakarta kembali bertambah. Tercatat, kasus Omicron mencapai 725 orang yang didominasi oleh pelaku perjalanan luar negeri.

“Dari 725 orang yang terinfeksi (Omicron), 75 persennya atau sebanyak 545 orang adalah pelaku perjalanan luar negeri, sedangkan 180 lainnya adalah transmisi lokal,” kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan DKI Jakarta Dwi Oktavia dalam keterangan tertulis, Jumat (14/1/2022).

Jika dicermati antara polemik yang terjadi dan solusi yang diambil pemerintah tentunya kurang tepat, sebab seharusnya yang menjadi fokus utamanya adalah menghentikan penyebaran kasus baru terkhusus pintu masuk dari luar negara harus dihentikan dan ditutup sementara.

Kebijakan inilah yang seharusnya dikeluarkan oleh pemerintah demi memutus rantai pertumbuhan penyebaran covid-19 terlebih varian baru dan kemungkinan mutasi genetiknya. Sayangnya hal tersebut enggan dilakukan pemerintah sampai saat ini, alasannya masih sama yaitu lagi-lagi masalah ekonomi.

Tak hanya satu dua kali, semenjak awal mula pandemi berlangsung kebijakan demi kebijakan yang dikeluarkan hanya berorientasi pada keberlangsungan pertumbuhan ekonomi, bukan nyawa rakyat di negeri ini.

Demikianlah tabiat asli dari sistem demokrasi-kapitalisme, sistem yang lahir dari buah pikiran manusia yang terbatas yang hanya akan menimbulkan kesengsaraan dan kesakitan semata.

Bukan hal yang mengherankan jika yang dipertimbangkan hanya masalah untung dan rugi, sebab tujuan yang ingin diraih hanyalah sebatas materi, bukan keberlangsungan kehidupan rakyat kebanyakan apalagi nasib rakyat kecil, maka keamanan, kesejahteraan dan keadilan hanyalah mimpi di siang bolong.

Terdesaknya vaksin booster juga tak semata-mata datang begitu saja, terbukti adanya wacana vaksin berbayar menjadi salah satu tujuannya. Lagi-lagi  atas asas manfaatlah kebijakan itu diterapkan. Tentu ini tidak sejalan dengan realitas penyebaran kasus varian baru yang sedang  terjadi.

 

Islam Solusi Tuntas Mengatasi Pandemi

Jelaslah bahwa sistem demokrasi-kapitalisme telah gagal dalam menangani banyak permasalahan dunia, segala kebijakan yang dibuat hanya berfungsi tambal sulam dan hanya akan menimbulkan masalah baru lain. Sebab itu, dibutuhkan solusi tuntas untuk menangani permasalahan ini.

Islam merupakan agama yang tak hanya mengatur masalah individual seperti sholat, puasa, zakat dan haji saja. Namun, menjadi sumber rujukan petunjuk untuk mengatur masalah berbangsa dan bernegara, termasuk permasalah pandemi yang tengah melanda umat manusia kini.

Paradigma berpikir ala sistem kapitalisme tentu sangat berbeda dengan Islam yang mementingkan keselamatan dan nyawa rakyatnya di atas kepentingan ekonomi. Keselamatan atau keamanan nyawa adalah kebutuhan pokok warga negara yang harus terpenuhi oleh negara sebagai pelindung rakyat. Ini adalah tanggung jawab besar bagi negara dalam Islam.

Rasulullah saw. bersabda; “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR Bukhari).

Untuk menangani pandemi penyakit menular semisal Covid-19 ini secara fundamental, sistem Islam memiliki solusi, setidaknya dalam lima hal, yaitu;

Pertama, pemimpin dalam sistem Islam (Khalifah) akan melakukan lockdown atau menutup wilayah sumber penyakit. Tujuannya agar virus tidak menyebar luas dan daerah yang tidak terinfeksi dapat menjalankan aktivitas sosial ekonomi mereka secara normal tanpa takut tertular. Selain itu, upaya ini membuat penguasa Islam fokus menyelesaikan kasus di daerah terdampak wabah.

Kedua, melakukan 3T (Test-Tracing-Treatment) dan memisahkan orang sehat dari orang sakit. Kemudian akan memberlakukan tes massal, baik rapid test maupun tes usap secara gratis bagi warganya. Bagi mereka yang sakit, negara mengurus pengobatannya hingga sembuh.

Ketiga, menyediakan segala kebutuhan pokok bagi masyarakat di daerah wabah yang tidak terinfeksi penyakit. Juga berupaya menjamin agar semua rakyat dapat melaksanakan protokol kesehatan untuk memutus rantai penularan virus penyakit.

Keempat, menyediakan pelayanan kesehatan yang cukup dan memadai bagi rakyat, juga memberikan tunjangan yang layak bagi tenaga medis/instansi kesehatan.

Kelima, mendukung penuh dengan menyediakan dana yang cukup untuk melakukan riset terhadap vaksin terbaik untuk menangani penemuan virus varian baru.

Begitulah kesempurnaan Islam dalam mengatur  tatanan kehidupan, termasuk permasalahan wabah yang tak berkesudahan ini. Sudah semestinyalah umat ini kembali kepada kemuliaannya dan itu semua hanya dapat terwujud dengan penerapan Islam secara kaffah (sempurna).

Waallahu’alam.

 

Penulis: Cinthia Aristha, S.K.M (Pegiat Literasi)

Editor: H5P

 

Komentar