Segudang Pelanggaran Hukum Tanpa Proses, PT Tiran Mineral “The King Of Impunity”

Direktur Aliansi Masyarakat Peduli Hukum (Ampuh) Sultra Hendro Nilopo

Terobos Berbagai Aturan, PT Tiran Mineral Tuai Keistimewaan, Mana Hasil Deklarasi GNPSDA Konut?

TEGAS.CO,. NUSANTARA – Pada 19 Maret 2015 dengan di fasilitasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, sebanyak 29 Kementerian menandatangani nota kesepakatan aksi bersama Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GNPSDA) di Istana Bogor.

Dalam kesempatan itu juga 4 (empat) pilar Institusi Penegak Hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan, TNI dan KPK RI turut mengadakan deklarasi penyelamatan Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia.

Hal itu di yakini menjadi bukti nyata keseriusan pemerintah untuk menjaga pengelolaan SDA negeri ini agar dapat dikelola dengan cara-cara yang benar guna mewujudkan amanat konstitusi sebagaimana tertuang dalam Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang berbunyi “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Dengan demikian, untuk mewujudkan amanat konstitusi sebagaimana di sebutkan dalam Pasal 33 ayat 3 diatas, maka wajib kiranya pemerintah untuk memasifkan langkah-langkah pencegahan (preventif) maupun pemberantasan atau penindakan (represif) terhadap seluruh kegiatan pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di negeri ini.

Beberapa undang-undang sebagai pedoman pengelolaan Sumber Daya Alam di sektor pertambangan mineral diantaranya :

  1. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pencegahan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH)
  2. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 perubahan atas undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).
  3. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (UU Kehutanan)
  4. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegagahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU P3H)
  5. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (UU Pelayaran) dan,

Beberapa pedoman lain yang di rumuskan dan di tetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan Menteri (Permen), Keputusan Menteri (Kepmen) dan Peraturan Daerah (Perda).

Pertanyaannya adalah, sudah efektif implementasi undang-undang sebagai pedoman pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) di negeri ini?

Kemudian sejauh mana langkah-langkah pemerintah dalam melakukan upaya pencegahan dan penindakan terhadap seluruh kegiatan pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) yang tidak sesuai dengan pedoman pengelolaan SDA yang telah di rumuskan dan di tetapkan dalam beberapa undang-undang di negeri ini.

Menurut penulis, pasca deklarasi Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GNPSDA) bahkan pasca penetapan undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau biasa di sebut dengan Omnibus Law.

Pengelolaan Sumber Daya Alam di sektor pertambangan justru semakin “amburadul” dan tak terkendali bahkan ketentuan pidana dalam undang-undang yang berkaitan dengan kegiatan pertambangan seolah terlihat mati atau tak lagi berlaku.

Penulis yang merupakan putra daerah Kabupaten Konawe Utara akan sedikit menguraikan berbagai aturan yang telah di terobos oleh PT. Tiran Mineral dalam melakukan kegiatan penambangan dan penjualan nikel di Kabupaten Konawe Utara – Sulawesi Tenggara.

  • PT Tiran Mineral tidak memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi maupun Operasi Produksi dalam melakukan kegiatan penambangan.
  • PT Tiran Mineral diduga tidak memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dalam melakukan kegiatan pertambangan di dalam Kawasan Hutan Negara
  • PT Tiran Mineral tidak memiliki Izin Pembangunan dan Pengoperasian Terminal Khusus dalam membangun dan mengoperasikan Terminal Khsus
  • PT Tiran Mineral melakukan pembohongan publik dengan mengatakan terdaftar sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) untuk melancarkan kegiatan penambangannya.
  • PT Tiran Mineral diduga tidak memiliki Izin Lingkungan dalam melakukan kegiatan usaha wajib amdal, dan
  • Seluruh kegiatan PT. Tiran Mineral di Konawe Utara tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Konawe Utara.

Baca juga

https://tegas.co/2022/01/17/pt-tiran-mineral-resmi-diadukan-ke-kpk-ri-terkait-izin-dan-pnbp/?noamp=available

https://tegas.co/2021/09/06/tak-ada-riwayat-perizinan-pt-tiran-mineral-di-sispadu-ptsp-sultra/?noamp=available

https://tegas.co/2021/09/02/video-sekdis-esdm-sultra-pt-tiran-mineral-secarik-kertas-tak-punya-izin/?noamp=available

Maka, dengan demikian menurut hemat penulis, kegiatan PT. Tiran Mineral telah melabrak atau menyalahi setidaknya 6 (enam) aturan baik yang bersifat Lex Spesialis (aturan khusus) maupun yang bersifat Lex Generalis (aturan umum) seperti :

  1. Menambang tanpa Izin Usaha Pertambangan (IUP), melanggar Pasal 158 UU No.3 Tahun 2020 “Setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000.000”.
  2. Menambang di dalam Kawasan Hutan tanpa Izin, melanggar Pasal 17 dan Pasal 89 UU No.18 Tahun 2013.

Pasal 17 : “Setiap orang dilarang melakukan kegiatan penambangan membawa alat-alat lain yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk melakukan kegiatan pertambangan dan/atau mengangkut hasil tambang di dalam kawasan hutan tanpa Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat”

Pasal 89 : “Korporasi yang melakukan kegiatan penambangan dan membawa alat-alat lain yang lazim dan patut diduga akan digunakan untuk melakukan kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri sebagaimana di sebutkan dalam pasal 17”

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 8 (delapan) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp. 20.000.000.000 (dua puluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 50.000.000.000 (lima puluh miliar rupiah).

3. Membangun dan menggunakan tersus tanpa izin, melanggar Pasal 299 Jo Pasal 104 dan Pasal 300 Jo Pasal 105 UU No.17 Tahun 2008 :
Pasal 299 Jo Pasal 104 “Setiap orang yang membangun dan mengoperasikan terminal khusus tanpa Izin dari menteri sebagaimana di maksud dalam pasal 104 ayat (2) di pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp. 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah).

Pasal 300 Jo Pasal 105 “Setiap orang yang menggunakan terminal khusus untuk kepentingan umum tanpa izin dari menteri sebagaimana di maksud pada pasal 105 di pidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah).

4. Melakukan usaha atau kegiatan tanpa Izin Lingkungan, melanggar Pasal 109 Jo Pasal 36 UU No.32 Tahun 2009 tentang Pencegahan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup “Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)”.

5. Melakukan pembohongan publik, melanggar Pasal 14 ayat (2) UU No.1 Tahun 1946 “Barang siapa menyiarkan suatu berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya 3 tahun”. Dan/atau
Pasal 55 UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) “Setiap orang yang membuat informasi publik yang tidak benar atau menyesatkan dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah).

6. Melakukan kegiatan penambangan di wilayah yang bertentangan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Konawe Utara, melanggar Peraturan Daerah Kabupaten Konawe Utara No.20 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Konawe Utara Tahun 2012 – 2032.

Berdasarkan pemaparan diatas, maka menurut penulis, sangat aneh kemudian ketika PT. Tiran Mineral tidak di proses secara hukum atas segala bentuk pelanggarannya. Jika dengan demikianpun masih tak ada proses hukum terhadap PT. Tiran Mineral, maka penulis berpendapat tidak hanya deklarasi GNPSDA yang sudah mati tetapi penegakan hukum di negeri ini juga turut mati.

Hal itu juga membuktikan bahwa paradigma “Hukum Hanya Tajam Ke Bawah Tapi Tumpul Ke Atas” benar adanya. Sebab melihat dari fakta yang ada, pemilik PT. Tiran Mineral adalah mantan Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman seorang pengusaha sukses yang juga merupakan kerabat dekat H. Syam (Bendahara Pemenangan Jokowi-Ma’ruf) pada pilpres lalu sehingga tidak dapat di proses hukum.

Penulis: Hendro Nilopo (Direktur Aliansi Masyarakat Peduli Hukum – Sulawesi Tenggara)

Publisher: Yusrif Aryansyah

Komentar