BPJS: Sapu Jagat Kapitalisasi Hajat Publik

Opini1059 Dilihat

 

 

TEGAS.CO,. NUSANTARA – Tumpukan penderitaan yang dialami rakyat di negeri ini semakin melebar. Sudahlah kebutuhan ekonomi yang semakin mencekik rakyat, kemiskinan belum tuntas teratasi, masalah covid masih menghantui kehidupan, dan masih banyak sejuta persoalan yang masih belum terselesaikan. Di tambah lagi ada kebijakan baru para oligarki yang sangat tidak masuk akal dan cenderung dipaksakan.

Dilansir dari TRIBUNNEWSBOGOR.com pemerintah menerbitkan aturan berupa wajib memiliki Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) untuk bisa mengurus berbagai keperluan, seperti Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), hendak berangkat ibadah haji, dan jual beli tanah.

Kewajiban itu tercantum dalam intruksi presiden (Inpres) No 1 tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional.

Peraturan tersebut ditekankan oleh Presiden pada 6 Januari 2022 lalu, dan akan diberlakukan sebagai syarat wajib bagi masyarakat untuk dapat mengakses sejumlah layanan publik pada 1 Maret 2022 mendatang.

Menanggapi persoalan tersebut, Wakil Ketua Komisi II DPR RI sekaligus politisi dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Luqman Hakim menilai, kebijakan BPJS Kesehatan harus menjadi syarat jual beli tanah adalah kebijakan yang konyol dan irasional.

Lanjutnya, ini adalah salah satu bentuk pemaksaan kebijakan kepada masyarakat. Seharusnya, kepemilikan tanah dan jaminan sosial kesehatan merupakan hak rakyat yang harus dilindungi Negara, sehingga dalam melindungi hak tersebut maka Negara tidak boleh memberangus hak yang lainnya.

Kapitalisasi Hajat Publik

Lagi-lagi rakyat dibuat pusing. Alih-alih menyempurnakan pelayanan, yang ada rakyat justru dipalak secara elegan dan sistematis. Bagaimana tidak, masyarakat dipaksa menjadi anggota BPJS untuk mendapat jaminan kesehatan.

Tingkat layanan kesehatan yang diterima pun disesuaikan dengan kesanggupan membayar iuran. Tentu ini bukan menyempurnakan pelayanan, yang ada rakyat semakin sulit dalam memenuhi kebutuhannya.

Kebijakan pemerintah yang mewajibkan prasyarat BPJS untuk mengurus keperluan, merupakan aturan yang memaksa demi menarik cuan dari rakyat.

Bagaimana tidak, dengan ketetapan ini rakyat akan semakin terbebani dengan kewajiban asuransi, sekalipun itu tidak berhubungan dengan kesehatan.

Meski bentuk pemaksaannya tidak langsung, pemerintah menetapkan aturan yang membuat rakyat tidak berkutik. Karena, jika tidak memiliki kartu peserta BPJS Kesehatan, warga tidak akan bisa menerima layanan publik, seperti pembuatan SIM dan STNK, daftar haji/umrah, hingga jual beli tanah.

Jelas kebijakan tersebut menimbulkan tanda tanya besar dibenak publik. Apakah benar bentuk “pemaksaan” kepesertaan BPJS memang demi rakyat? Atau ada maksud lain? Terlepas benar tidaknya, praduga itu pasti menyeruak ke ruang publik. Karena pada faktanya, premi atau iuran yang dibayar rakyat tidak berbanding lurus dengan pelayanan kesehatan yang selama ini digembar-gemborkan BPJS Kesehatan.

Rupaya para oligarki belum puas dengan apa yang dimiliki. Sampai tega menjadikan rakyat sebagai bulan-bulanan untuk mendapatkan cuan. Harusnya memberikan jaminan dan kesejahteraan bagi rakyat justru mencanangkan pengurasan dengan dalih BPJS.

Kapitalisasi menyapuh bersih urusan rakyat. Rakyat terus dibuat susah dalam berurusan untuk mengenyangkan perut pencari kepentingan. Tak salah lagi semua itu karena asas materi. Yah, lagi-lagi materi. Pondasi dasar para kapital dalam system ini.

Dalam kapitalisme urusan rakyat bukan persoalan utama. Tetapi persoalan sampingan setelah pribadi para kapital. Keadilan dan kesejahteraan rakyat tak lebih penting dari materi.

Maka jelas, sistem kapitalisme gagal memberi perlindungan dan jaminan dari berbagai aspek. Baik dari kepemimpinan, penguasa terpilih tidak pernah berpihak pada kepentingan rakyat. Ini bisa dilihat pada Inpres No.1 Tahun 2022 sebagai salah satu bukti konkretnya.

Benar-benar hidup di era kapitalisme akan semakin mempersulit rakyat. Bukanya  memberikan hal positif bagi pengguna BPJS, tapi malah  menindas rakyat pelan-pelan melalui dana kesehatan yang harus dibayarkan.

Islam Solusi Konkret Problematika Umat

Beginilah bila Agama dipisahkan dari kehidupan. Membalut jaminan kesehatan, nyatanya malah menjadi loncatan meraih keuntungan bagi kapitalisme.

Dengan hal ini, masihkah meragukan sistem Islam? Sistem yang benar-benar menerapkan peraturan dan hukum dari Allah SWT. Yang berdiri berdasarkan sumber dari Al-Qur’an dan Hadist. Dengan sistem khilafah, rakyat dilindungi, dijaga, diriayah, sebagaimana rakyat diutamakan daripada kepentingan pribadi. Hanya Islamlah yang bisa menjamin kesejahteraan rakyat seutuhnya dan hakiki.

Hubungan yang terjalin antara penguasa dan rakyat dalam Islam adalah riayah suunil ummah (mengurus kepentingan umat) tidak ada komersialisasi karena kebijakan tersebut hukumnya haram. Dalam pelayanan umum tidak ada syarat dan prasyarat seperti yang dilakukan penguasa saat ini. Islam mengharuskan penguasa wajib memberikan layanan tersebut secara ihsan sesuai dengan syariat.

Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban negara untuk memberikan pelayanan terbaik dengan proses yang mudah dan sederhana. Negara tidak akan mempersulit rakyat dengan berbagai persyaratan demi mendapatkan pelayanan publik.

Apalagi, kesehatan di dalam Islam tidak dilepas untuk ditangani swasta seperti BPJS. Akan tetapi, kesehatan akan ditangani oleh negara secara langsung sebagai sebuah bentuk pelayanan. Inilah jaminan pelayanan yang diberikan Khilafah yang sangat mengutamakan kemaslahatan umat.

Wallahu a’lam bish shawwab.

Penulis: Nurfia (Aktivis Dakwah Kampus)

Editor: Yusrif Aryansyah

Komentar