Pelarangan Kajian vs Kebolehan Konser Besar

Ulfiah

TEGAS.CO,. NUSANTARA – Baru – baru ini kembali terjadi kekecewaan para pengunjung Muslim Life Fair. Sebab, acara kajian dari sejumlah pendakwah terkemuka Tanah Air yang seharusnya di gelar di sela-sela acara pameran produk Islami itu dibatalkan secara mendadak. Sebagai catatan, Muslim Life Fair yang digelar pada 25-27 Maret 2022 di Istora GBK, Senayan, Jakarta menghadirkan 195 pelaku usaha halal dan Islami, termasuk pelaku usaha mikro kecil, dan menengah (UMKM) siap ambil bagian dalam pameran tersebut.

Mereka akan menampilkan produk-produknya yang terdiri dari produk fesyen, makanan dan minuman halal, hobi dan komunitas, kecantikan dan perawatan diri, paket wisata halal, hingga obat-obatan herbal thibbun nabawi. (bisnis.com, 26/03/2022)

Namun, kegiatan kajian atau ceramah pada acara Muslim Life Fair di Istora Senayan, Gelora Bung Karno (GBK) tersebut dibatalkan oleh aparat kepolisian. Akibat pembatalan pengajian tersebut, yang tersisa hanyalah pameran saja, Pameran Muslim Life Fair yang berlangsung sejak Jumat (25/3) hingga Minggu (27/3).

CEO Lima Event, selaku pelaksana acara, Deddy Andu, membenarkan pembatalan itu. Ia menyebut, pihak pelaksana akan menuruti keputusan soal pembatalan kegiatan kajian tersebut , padahal Andu mengaku bahwa pihaknya sudah mendapat izin, baik dari kepolisian maupun dari pemerintah provinsi DKI Jakarta untuk menggelar MLF. Akan tetapi,  ia menyebut pihak pelaksana akan menuruti keputusan pembatalan itu. (cnnindonesia.com, 26/03/2022 )

MLF yang digagas bersama komunitas pengusaha muslim Indonesia KPMI ini bertujuan untuk membangkitkan UMKM di tengah pandemi covid 19. Hanya saja pelaksana menghadirkan para ustadz untuk menambah suasana keislamannya.

Namun ironisnya,  acara keislaman tersebut dibatalkan oleh penguasa. Dan pada saat yang sama pula penguasa justru membolehkan penyelenggaraan konser musik yang berlangsung selama tiga hari pada 25–27 Maret. Festival yang menyajikan beragam aktivitas itu dilaksanakan di Taman Bhagawan, Bali.

Di tengah suasana festival tersebut yang sangat meriah pemerintah beserta rombongannya justru hadir. Jokowi hadir bersama Menparekraf Sandiaga Uno, Menteri BUMN Erick Thohir, Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan, Kapolri Listyo Sigit Prabowo, dan Panglima TNI Andika Perkasa. Dalam kesempatan itu, Jokowi mengumumkan kabar bahagia bahwa konser musik berskala besar diizinkan untuk diselenggarakan. (jawapos.com 27/03/2022)

Bahkan menurut Sandiaga Uno, presiden memerintahkan pihaknya untuk memfasilitasi dan mengizinkan acara musik dan ekonomi kreatif lainnya. Ia juga mengaku bahwa intruksi presiden ini karena mengingat selama dua tahun terakhir pecinta musik dan Seniman di Indonesia sudah berhastrat mengadakan konser. (kompas.com, 27/03/2022)

Jika mengamati semua ini,  aspek diskriminasi aturan bagi acara-acara keislaman mau tidak mau cukup terasa dan disadari oleh khalayak. Apalagi ketika membandingkan dengan berbagai acara yang berkuasa having fun, seperti konser, balapan motor dan lain-lain sebagainya,  dengan acara-acara yang bernuansa Islami yang dihadiri kaum Muslim justru berbuah tindak indisipliner dibandingkan peserta acara having fun.

Sungguh ironis,  acara yang mengantarkan pada ketaatan justru dipersekusi. Sedangkan acara hedonis seperti konser, balapan motor dan berbagai kegiatan lainnya justru difasilitasi. Padahal hal tersebut sangat tidak pantas, apalagi Indonesia yang notabenenya merupakan negeri muslim terbesar.

Beda perlakuan seperti ini menunjukkan ada stigma terhadap acara islami,  pembatalan/pembubaran, persekusi dan berbagai tindakan lainnya, terus menerus terjadi bukan hanya kali ini saja,  sehingga secara tidak langsung menciptakan opini bagi masyarakat untuk tidak mengikuti atau menyelenggarakan acara-acara islami. Juga akan berdampak munculnya ketakutan dan keraguan peserta, mengingat persekusi terhadap pengajian sudah seringkali terjadi. Dan mirisnya yang mengharuskan hal tersebut adalah petinggi-petinggi yang selalu berdalih menjujung tinggi demokrasi. Sistem yang katanya menjamin kebebasan berpendapat. namun nyatanya mereka sendiri menerapkan standar ganda. Terhadap acara hedonis,  memberi ruang bagi kebebasan berekspresi, merestuinya bahkan menfasilitasinya secara langsung.

Sikap seperti ini menunjukkan betapa sekulernya pemikiran mereka,  yakni menganggap agama khususnya Islam diabaikan/dipisahkan dalam kehidupan. Apapun yang berkaitan dengan ajaran agama Islam seolah-olah dihapuskan. Dan di sisi lain, beberapa pihak juga mennggencarkan ide-ide aneh dan tidak wajar yang tanpa sadar mengerus keyakinan umat terhadap agamanya sendiri.

Pembatalan pengajian tersebut merupakan persekusi terhadap  kegiatan keislaman dan sejatinya cenderung untuk menutupi kebobrokan rezim sekuler agar ummat sibuk dengan persekusi itu. Padahal di luar sana kezaliman mereka kian menggurita.

Oleh karenanya, satu-satunya kunci yang harus dilakukan agar persoalan serupa tak lagi berulang adalah dengan berislam secara kaffah. Dan terus menggencarkan dakwah, menyadarkan ummat sehingga tidak mempan dengan bualan mereka agar kezaliman mereka terbongkar. Sehingga persekusi itu seperti blunder, berbalik menyerang penyerangnya sendiri,

Sebagaimana Allah SWT telah memerintahkan  untuk berislam kaffah,  manjaga aqidah  agar senatiasa menuju syariah kaffah sebagaimana firman-Nya:

“Hai orang-orang yang beriman masuklah kalian ke dalam islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah setan sesungguhnya setan itu musuh yang nyata  bagimu.” (TQS. Al-baqarah:[2]:280)

Untuk itu, sudah saatnya kita sadar bahwa sistem ini tidaklah mememberikan maslahat pada Islam. Dan hanya sistem Islamlah yang mampu menjaga akidah umatnya dan memberi kebebasan dalam menjalankan syariat-Nya. Wallahu a’lam[]

Penulis: Ulfiah

Publisher: Yusrif Aryansyah

Komentar