Anak Indonesia dalam Pusaran Kekerasan, Islam Solusinya

Anak Indonesia dalam Pusaran Kekerasan, Islam Solusinya. Foto ilustrasi

TEGAS.CO,. MUNA – Seolah tidak ada habisnya kasus demi kasus kekerasan terhadap anak terjadi di negeri ini. Baru-baru ini seorang anak berinisial NAT (15 tahun) menjadi korban kekerasan seksual yang berawal dari iming-iming akan mendapatkan banyak uang.

Ia di jerumuskan menjadi seorang Pekerja Seks Komersial (PSK) dan diancam jika berani keluar oleh seseorang berinisial EMT. (Beritasatu.com, 18/09/2022)

Iklan Pemkot Baubau

Nasib lebih miris dialami dua bocah perempuan di Kota Padang, berusia 5 dan 9 tahun yang menjadi korban pencabulan dan pemerkosaan oleh anggota keluarganya sendiri yaitu kakek, paman, dan 3 orang kakaknya, serta 2 tetangganya.

Selain kekerasan seksual anak-anak Indonesia juga mengalami kekerasan fisik seperti penganiayaan yang dialami oleh seorang siswi yang tinggal di panti asuhan yang dilakukan bersama-sama dan videonya menjadi viral di jagat maya.

Ketika kita mengetik kata kunci kekerasan terhadap anak di mesin pencari Google, maka akan banyak sekali postingan, berita, dan video terkait hal ini. Jumlahnya semakin bertambah dengan modus yang beraneka ragam pula.

Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) pada tahun 2921 menunjukan ada 34% anak laki-laki dan 31,05% anak perempuan pernah mengalami salah satu jenis kekerasan sepanjang hidupnya.

Kekerasan terhadap anak bisa berupa kekerasan fisik seperti pemukulan, penganiayaan, hingga pembunuhan. Kekerasan verbal seperti bullying, kekerasan seksual berupa pelecehan, pencabulan, hingga pemerkosaan dan kekerasan sosial berupa pengabaian oleh keluarga dan lingkungan.

Anak-anak adalah aset dan masa depan kemajuan bangsa. Dengan pandangan ini, mantan Presiden Soeharto menetapkan Hari Anak Nasional (HAN)dengan Keppres Nomor 4 Tahun 1984 setiap tanggal 23 Juli. Tema Hari Anak Tahun ini “Anak Terlindungi, Indonesia Maju” Justru terasa sangat ironis.

Harapan anak-anak Indonesia terlindungi ibarat jauh panggang dari api. Rasanya tidak ada jaminan tempat, waktu, dan kondisi anak terhindar dari kekerasan. Anak-anak tidak hanya menjadi korban, tapi juga pelaku tindakan kekerasan.

HAN juga dijadikan sebagai pengingat bagi rakyat Indonesia untuk menggencarkan gerakan Internasional World Fit for Children. Gerakan ini direalisasikan dengan Kota Layak Anak (KLA) di sejumlah kota di Indonesia. Tujuan akhir dari gerakan ini tentu saja mewujudkan Indonesia Layak Anak.

Namun, mirisnya kota- kota yang meraih predikat Kota Layak Anak (KLA) justru masih banyak terjadi kekerasan terhadap anak. Ini membuktikan predikat semacam ini hanya pemanis, administrasi belaka, dan bukan solusi untuk melindungi anak-anak Indonesia.

Islam Solusi Kekerasan Terhadap Anak

Berharap pada sistem kapitalisme hari ini untuk menyelesaikan beragam permasalahan bangsa ini rasanya mustahil. Kita butuh sebuah sistem hidup yang benar-benar mampu menyelesaikan masalah dari akarnya. Sehingga solusi yang ditawarkan tidak tambal sulam seperti hari ini.

Dalam Islam, pemimpin itu adalah pelayan untuk semua rakyatnya. Ia juga diibaratkan pengembala yang harus memastikan gembalaannya tercukupi kebutuhannya, mendapatkan keamanan, dan kesejahteraan.

Aturan Islam memiliki aturan untuk mencegah dan mengatasi agar anak tidak menjadi pelaku dan korban kekerasan.

Pertama, Islam mengatur agar semua rakyat tercukupi semua kebutuhan dasarnya baik pangan, sandang, dan papan per individu. Mekanismenya dengan aturan kewajiban nafkah kepada seorang laki-laki sebagai kepala keluarga. Agar bisa memenuhi nafkah yang layak bagi keluarganya, negara akan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya.

Negara juga akan memberikan bantuan modal kepada yang membutuhkan, atau menjamin langsung nafkah untuk orang yang tidak memiliki keluarga dan tidak mampu mencari nafkah seperti orang yang cacat, sakit, tua renta.

Tidak dapat dipungkiri masalah nafkah ini adalah salah satu pemicu terjadinya tindak kekerasan terhadap anak.

Sementara perempuan tidak dibebani kewajiban nafkah tapi dibolehkan untuk bekerja untuk menyalurkan hobi, bakat, dan keahlian, serta pekerjaan yang memang membutuhkan tenaga perempuan.

Perempuan akan lebih fokus menjalani kewajiban utamanya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga serta madrasah pertama untuk anak-anaknya. Sehingga akan lahir anak-anak yang sehat secara jasmani dan rohaninya. Mereka mendapatkan kasih sayang penuh, perhatian, dan pendidikan dari orang tuanya.

Tidak akan ada lagi anak-anak yang mengais hidup di jalanan, terjebak lingkungan yang rusak, atau melakukan tindakan kemaksiatan. Mereka juga akan terhindar dari tindakan kekeringan.

Negara Islam juga akan menciptakan suasana penuh ketakwaan dengan melakukan pembinaan agama, penjagaan akidah, melalui sistem pendidikan, sistem pergaulan, dan sistem sanski.

Negara juga akan mengontrol informasi yang beredar di masyarakat. Media informasi akan diatur dan diawasi, semua hal yang berdampak negatif bagi masyarakat akan dihilangkan.

Dengan adanya penerangan aturan Islam secara sempurna insya Allah akan melahirkan individu yang takwa, masyarakat yang senantiasa melakukan amar ma’ruf nahi mungkar, dan kebijakan negara yang adil dan tegas.

Orang tua melakukan perannya dengan maksimal. Mengokohkan akidah anak-anaknya dengan memberikan pendidikan agama sedini mungkin. Mengajarkan aturan menutup aurat, batasan interaksi perempuan dan laki-laki, mengajarkan adab, rasa kasih sayang, dan mengingatkan mereka ketika melakukan kesalahan. Orang tua memberikan teladan dengan sikap yang baik, tidak melakukan kekerasan dalam bentuk dan alasan apa pun kecuali yang dibolehkan syara’.

Masyarakat yang saling peduli akan melakukan kontrol sosial ketika terjadi tindakan yang menjurus pada kekerasan. Hari ini masyarakat cendrung bersifat individual, cuek, masa bodoh dengan apa yang terjadi. Bahkan masyarakat memaklumi kekerasan dengan berbagai dalih.

Negara sebagai pembuat kebijakan juga belum mampu membuat aturan yang solutif. Kota Layak Anak, Hari Anak Nasional, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, dan semacamnya nyatanya belum mampu menghentikan kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia.

Kalau pun ada, hanya sebagian kecil dan biasanya ditindak ketika sudah viral. Namun, apakah penyelesaiannya hingga tuntas? Wallahu a’lam bishawab.

Penulis: Yuli Ummu Raihan (Penggiat Literasi)

Publisher: Yusrif Aryansyah

Komentar