TEGAS.CO,. NUSANTARA – Benerapa waktu lalu Hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan permohonan perkawinan/pernikahan beda agama.
Permohonan tersebut diajukan oleh seorang mempelai laki-laki (JEA) beragama Kristen dan mempelai perempuan (SW) yang beragama Islam. Putusan hakim tersebut berdasarkan UU Administrasi Kependudukan (Adminduk) dan atas pertimbangan sosiologis, yaitu keberagaman masyarakat.
Dalam pasal 35 huruf (a) UU 23/2006 tentang Adminduk diatur bahwa pencatatan perkawinan berlaku pula bagi perkawinan yang ditetapkan oleh pengadilan.
Adapun dalam penjelasannya disebutkan bahwa “Perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan” adalah perkawinan yang dilakukan antarumat berbeda agama. (CNN Indonesia, 26-6-2023).
Maka atas dasar itu Hakim Bintang AL menyatakan putusan itu sesuai Pasal 35 huruf a UU 23/2006 tentang Adminduk. Juga berdasarkan putusan MA Nomor 1400 K/PDT/1986 yang mengabulkan permohonan kasasi tentang izin perkawinan beda agama.
“Bahwa dengan demikian pula Pengadilan berpendapat bahwa perkawinan antar agama secara objektif sosiologis adalah wajar dan sangat memungkinkan terjadi, mengingat letak geografis Indonesia, heterogenitas penduduk Indonesia, dan bermacam agama yang diakui secara sah keberadaannya di Indonesia, maka sangat ironis bilamana perkawinan beda agama di Indonesia tidak diperbolehkan karena tidak diatur dalam suatu undang-undang,” ucap hakim Bintang AL.
Lebih lanjut, dalam pasal 7 ayat 2 huruf (l) UU 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan diatur bahwasanya pejabat pemerintahan berkewajiban untuk mematuhi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Putusan itu menambah jumlah permohonan perkawinan beda agama yang dikabulkan pengadilan di Indonesia. Sebelumnya di Surabaya, Yogyakarta, Tangerang, dan Jakarta Selatan.
Pernikahan beda agama ini dari waktu ke waktu makin marak mulai dari yang tidak tercatat sampai yang rercatat di pengadilan negeri. Dari yang dianggap tabu kini dianggap wajar oleh sebagian kalangan dan nampaknya akan semakin marak jika permohonan izin pernikahan beda agama oleh pengadilan negeri diberikan ruang.
Sekalipun regulasi yang masih berlaku di Indonesia mengenai Perkawinan adalah UU 16/2019 tentang perubahan atas UU 1/1974. Dalam pasal 2 ayat 1 dijelaskan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu. Bahkan, MUI telah mengeluarkan fatwa haram dan tidak sahnya pernikahan beda agama.
Sekularisme yang menjunjung tinggi Hak asasi manusia seakan melegitimasi pelanggaran syariat islam yang mereka anggap tidak berkenan atau menghalangi mereka untuk meraih kesenangan jasadiyah. Dan begitupun atas nama hak asasi manusia (HAM), upaya legalisasi pernikahan beda agama terus diupayakan dan disahkan, sementara hal itu merupakan bentuk pelanggaran terhadap syariat Islam, mengapa hal ini terjadi dan apa yang harus dilakukan?
Memang ironis masyarakat dalam sistem sekuler semakin jauh dari pemahaman islam yang kaffah (menyeluruh), agama dianggap urusan individu diranah private saja sementara urusan kehidupan umum diserahkan pada aturan buatan manusia.
Akhirnya islam dianggap sama seperti agama kerohanian semata, padahal islam adalah aqidah yang terpancar darinya aturan yang mengatur kehidupan dan menyelesaikan seluruh problem kehidupan tanpa terkecuali.
Pernikahan dalam islam adalah ibadah sehingga sudah selayaknya yang mendasari seseorang untuk menikah adalah dorongan untuk beribadah maka memilih pasangan yang seaqidah sudh menjadi pertimbangan yang penting.
Rumah tangga bukan hubungan sebulan dua bulan tapi harapannya rumahtangga itu bisa langgeng hingga maut memisahkan bahkan kelak berkumpul di SyurgaNya.
Namun apa jadinya jika pasangan berbeda agama, terlebih jika suami yang non muslim dan istrinya muslimah tidak ada satu mazhab atau ulama manapun yang membolehkannya, maka pernikahan itu jelas haram.
Allah Swt. telah menurunkan Islam dengan syariatnya yang khas. Islam mengatur seluruh aspek kehidupan termasuk masalah perkawinan. Allah Swt berfirman: “Dan janganlah kalian menikahi wanita-wanita musyrik sehingga mereka beriman. Sesungguhnya seorang budak perempuan yang mukmin itu lebih baik daripada wanita musyrik walaupun dia menarik hatimu dan janganlah kalian menikahkan laki-laki musyrik (dengan wanita muslimah) sehingga mereka beriman. Sesungguhnya budak laki-laki yang beriman itu lebih baik dari pada orang musyrik sekalipun dia menarik hatimu. Mereka itu mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya, dan Allah menjelaskan ayat-ayatnya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran” (QS Al-Baqarah: 221).
Allah Swt telah menjamin Islam sebagai satu-satunya agama yang sempurna sebagaimana firman-Nya: “Dan Kami telah turunkan kepadamu Al-Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allahlah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu” (QS Al-Ma’idah: 48).
Sekularisme menyebabkan berbagai penyimpangan terus terjadi dan akan menimbulkan dampak yang buruk ditengah masyarakat, sementara islam dengan seluruh aturan yang diterapkan dalam bingkai negara meniscayakan syariat islam bisa diterpakn secara kaffah.
Masyarakat akan terbentuk ketaqwaan dalam dirinya sehingga pernikahan dianggap ibadah sakral sehingga memilih pasangan yang seaqidah yang akan menemani dan saling mendukung dalam meningkatkan ketaqwaan kepada Allah swt. negarapun akan mencegah segala bentuk pelanggaran terhadap hukum syara serta menyiapkan sanksi bagi pelanggaran.
Negara islam akan memberlakukan hukum syariat islam dan menjaganya dari segala bentuk upaya pencederaan terhadap hukum-hukumnya.
Wallahua’lam bissawab
Penulis: Nur Aliah,SKM (Member Akademi menulis Kreatif)
Editor/ Publisher: Redaksi
Komentar