TEGAS.CO,. NUSANTARA – Dunia pendidikan di Indonesia saat ini sedang disorot, kenapa demikian, karena ada begitu banyak masalah yang menjadi perbincangan hangat ditengah masyarakat, misalnya saja, maraknya bulying, kasus study tour yg merenggut nyawa, hingga masalah naiknya UKT yang membuat pelajar miskin yang berprestasi terganjal dan bahkan memutuskan berhenti melanjutkan pendidikan.
Seperti diketahui belakangngan ini ramai diperbincangkan tentang adanya perguruan tinggi (PTN) yang menaikkan biaya UKT atau uang kuliah tunggal.
UKT sendiri adalah biaya yang wajib dibayar mahasiswa di setiap semester. Sehingga membuat salah satu mahasiswi Siti Aisyah yang lulus UNRI jalur prestasi tapi terpaksa mundur karena tak sanggup bayar UKT.
Ia lolos masuk ke universitas Riau atau UNRI jalur prestasi, namun memilih mundur karena tak sanggup bayar UKT. (Tribun-Medan.com , 21/05/2024)
Juga diketahui sekitar 50 orang calon mahasiswa baru (Camaba) Universitas Riau (Unri) yang lolos Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) memutuskan mundur dari Universitas Riau karena merasa tidak sanggup untuk membayar uang kuliah tunggal (UKT).
Hal itu diungkapkan Presiden Mahasiswa Unri Muhammad Ravi dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) bersama Komisi X DPR.
Namun respon Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) Prof. Abdul Haris hanua mengatakan, sebenarnya calon mahasiswa bisa mengajukan keringanan UKT ke pihak kampus. ( Compas.com , 20/05/2024)
Beberapa hal yang mengakibatkan naiknya UKT di PTN, yaitu mulai dari upaya peningkatan mutu pendidikan, peningkatan biaya ekonomi, hingga adanya penerapan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang digagas Mendikbudristek Nadiem Makarim.
Menteri Nadiem sendiri menyebut bahwa kenaikan UKT sudah sesuai dengan asas keadilan dan inklusivitas.
Kementerian juga menjamin kenaikan UKT tidak akan berdampak besar bagi mahasiswa dengan tingkat ekonomi rendah atau belum mapan sebab prinsip dari UKT adalah mengedepankan asas keadilan dan inklusivitas.
Oleh karenanya, UKT selalu berjenjang. Mahasiswa yang mampu membayar ditempatkan di kelompok UKT menengah dan tinggi sesuai dengan kemampuannya.
Sungguh Memilukan
Jika, ditelaah kembali, maka demi keadilan yang mana? Kehidupan masyarakat saat ini sudah sangat terbebani dengan biaya hidup dari pangan, sandang, papan, serta kesehatan dan pendidikan yang serba naik.
Sedangkan pendidikan terutama menjadi sarjana adalah cara masyarakat meningkatkan taraf kehidupan dan modal mencari kerja.
Sungguh bukan keadilan bagi masyarakat jika UKT ini dinaikkan hingga selangit. Tidak ada keadilan jika pendidikan tinggi mahal karena artinya hanya orang kaya yang bisa mengenyam pendidikan.
Seperti halnya Siti Aisyah salah satu mahasiswi berprestasi yg putus kuliah, dan sekitar 50 calon maba memutuskan untuk tidak melanjutkan pendidikan karena naiknya UKT, jika memang itu keadilan bagi masyarakat maka tidak mungkin banyak yang memutuskan untuk tidak melanjutkan pendidikan tersebut.
Alhasil, kebijakan kenaikan UKT—terlebih di kampus pelat merah—adalah bentuk kezaliman penguasa yang membuat generasi negeri yang berprestasi terganjal untuk melanjutkan pendidikan.
Inilah paradigma penguasa dalam sistem kapitalisme, menjadikan pendidikan bukan lagi kewajiban negara sehingga penguasa mampu bertindak zalim atas rakyatnya sendiri.
Sedangkan di mana pun dan sampai kapan pun, pendidikan adalah kebutuhan komunal dasar suatu masyarakat di sebuah negeri.
Tidak peduli apakah ia mahasiswa kaya atau miskin semua diperlukan sama, bahkan ketika ada yang berprestasi itu seharusnya difasilitasi diberikan kemudahan bukan malah memberikan beban yang berat.
Pendidikan dalam Sistem Kapitalisme
Seperti itulah dalam sistem kapitalisme modal pintar saja tidak cukup untuk mendapatkan pendidikan tinggi, yang utama ialah bisa membayar biaya kuliah.
Akhirnya, sebagian mahasiswa pontang-panting bekerja hingga badan remuk karena harus bekerja paruh waktu, yang terkadang, gaji kerja paruh waktu itu pun habis untuk kebutuhan makan, transportasi, serta biaya kos dan lainnya.
Ada yang sampai terjerat lingkaran setan utang pinjol dan rentenir, rela makan nasi dengan lauk bubuk penyedap rasa.
Bahkan tidak sedikit memutuskan untuk tidak melanjutkan pendidikan karena ketidakmampuan nya dalam membayar biaya mahal tersebut.
Dalam sistem pendidikan kapitalisme, jika tidak lolos beasiswa Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIPK), biaya UKT harus ditanggung sendiri, termasuk biaya hidupnya.
Ironisnya lagi, meski ada UKT yang cukup rendah, nyatanya tidak semua orang mampu memperolehnya.
Tanggungan orang tua maupun tulang punggung keluarga merupakan hal yang cukup berat dalam menjalani hidup pada sistem kapitalisme saat ini.
Oleh karenanya, maka Sungguh terlalu jika rencana kenaikan UKT masih dibiarkan ada, terlebih kenaikannya begitu menggila.
Belum lagi dampak buruknya bagi pelajar miskin, padahal banyak dari mereka yang sejatinya berprestasi. Untuk itu, mahalnya UKT jelas bertentangan dengan konsep bahwa pendidikan adalah hak setiap individu rakyat.
Pendidikan dalam Islam
Islam menjadikan pendidikan sebagai salah satu kebutuhan primer rakyat yang disediakan negara dengan biaya murah, bahkan gratis.
Semua individu rakyat punya kesempatan yang sama untuk menikmati pendidikan pada berbagai jenjang, mulai dari prasekolah, dasar, menengah, hingga pendidikan tinggi.
Pendidikan dalam Islam juga merupakan kebutuhan dasar yang wajib dipenuhi negara, mulai pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi.
Selain itu, negara menerapkan syariat Islam secara kafah. “Di bidang ekonomi, maka sistem ekonomi Islam akan mengatur pengelolaan sumber-sumber kekayaan alam agar dapat dimanfaatkan untuk rakyat, seperti tambang minerba dan migas, juga fai, kharaj, jizyah, dan dharibah (pajak).
Khusus untuk pajak, diambil hanya dari rakyat saat kas baitulmal kosong dan dikenakan pada orang kaya laki-laki saja. Bukan bagi segelintir orang sebagaimana saat ini.
Perlu diingat juga bahwa, pemerintah tidak akan melakukan pungutan kepada rakyat secara zalim karena harus mencari sumber-sumber pendapatan sesuai syariat untuk membiayai pendidikan.
Mekanisme pembiayaan yang bersifat penuh untuk pendidikan melalui baitulmal.
Maksudnya, jika sumber pendapatan negara dari kepemilikan umum dan kepemilikan negara ternyata tidak mencukupi, lalu dikhawatirkan akan timbul efek negatif atau dharar jika terjadi penundaan pembiayaannya, maka negara wajib mencukupinya dengan segera dengan cara berutang (qardh).
Utang ini kemudian dilunasi oleh negara dengan dana dari dharibah (pajak) yang dipungut dari kaum muslim yang kaya saja.
Tata kelola pendidikan tinggi di dalam Islam berbasis syariat, yakni Negara mendirikan lembaga pendidikan tinggi sesuai misi yang disyariatkan, yakni terpenuhinya kebutuhan sumber daya manusia untuk menyelesaikan berbagai problematika umat dan mewujudkan kemaslahatan umat.
Sebagai contoh dalam sejarah bahwa madrasah terbesar pertama di dunia Islam adalah Madrasah Nizhamiyah yang lahir pada 1065—1067 M.
Lembaga pendidikan dalam bentuk madrasah dari SD hingga perguruan tinggi ini dikelola oleh pemerintah di Baghdad, yang mempunyai manajemen yang bagus dan dikelola dengan baik, seperti dari segi pendanaan, serta gedung-gedung yang bagus dan banyak.
Guru-guru digaji selama masa jabatannya, perpustakaan lengkap, asrama dan makan untuk mahasiswanya, biaya sekolah gratis, dan kurikulum ditetapkan oleh negara.
Oleh karenanya untuk mewujudkan generasi emas yang akan datang serta untuk menyelamatkan generasi khususnya yang berprestasi agar terus melanjutkan pendidikan.
Maka sudah seharusnya umat Islam merujuk kepada syariat Islam untuk keluar dari problematika tingginya biaya kuliah saat ini. selain itu, karena visi dan tujuan perguruan tinggi adalah memperdalam kepribadian Islam untuk menjadi pemimpin yang menjaga dan melayani umat, serta memperjuangkan syariah Islam dan menerapkannya di tengah umat, serta menjaga dan mendakwahkan Islam ke seluruh penjuru dunia.
Waallahu A’lam
Penulis: Ulfiah (pegiat literasi)
Editor: Yusrif
Komentar