TEGAS.CO., SULAWESI TENGGARA – Tepat 28 Februari 2022, saya pertama kali bertemu dengan Andi Sumangerukka (ASR) di salah satu restoran di Jakarta.
Saya dipertemukan dengan ASR oleh sahabat lama Syahrul Beddu yang juga hadir dalam pertemuan hari itu bersama Andi Ady Aksar (Ketua Gerindra Sultra).
Dalam pertemuan itu kami bersepakat untuk membantu melakukan survei awal pemetaan di Sulawesi Tenggara.
Sebagai orang yang lama bergelut dalam survei perilaku pemilih dan telah mendampingi banyak kandidat kepala daerah di semua wilayah, saya menemukan bahwa ada potensi besar ASR memenangi Pilkada Sultra yang akan dilaksanakan dua tahun kemudian.
Saya mengatakan kepada ASR “Abang punya potensi mematahkan mitos Pilkada Sultra.”
Mitos yang saya maksudkan adalah keyakinan banyak tokoh, akademisi, dan politisi di Sultra bahwa gubernur Sultra hanya akan dimenangkan oleh “putra daerah” yang biasanya melekat pada suku Tolaki, Buton, Muna dan Moronene.
Saat itu, popularitas ASR hanya sekitar 40%, kalah dikenal dibanding Tina Nur Alam (TNA), Lukman Abunawas (LA), Kerry Saiful Konggoasa (KSK), Ridwan Bae (RB), dan La Ode Ida.
Sementara itu, elektabilitas ASR hanya sebesar 8,6%. KSK adalah cagub paling kuat saat itu. Namun, keyakinan saya saat itu bahwa ASR bisa memenangkan Pilkada Sultra didasari pada dua hal.
Pertama, karena dari survei menunjukkan bahwa belum ada cagub premium. Belum ada cagub yang elektabilitasnya di atas 25%.
Kedua justru saya melihat komposisi etnis/suku di Sultra yang membuat saya meyakini bahwa ada potensi kemenangan di sana. ASR berasal dari suku Bugis, suku dari Sulawesi Selatan (Sulsel). Suku Bugis dan suku asal Sulsel mencapai 25-30 % di Sultra.
*****
Pada 27 November 2024, pukul 11.30 WIB melalui Whatsapp Video Call, saya menelepon ASR. Saat itu data exit poll (jajak pendapat yang dilakukan saat pemilih keluar dari TPS) yang kami kerjakan sudah mencapai 90% data masuk dan data tersebut dapat dikatakan proporsional.
Saya mengucapkan selamat kepada ASR atas terpilihnya sebagai Gubernur Sulawesi Tenggara. Berkat analisis data dari exit poll, saya sudah dapat memberikan ucapan selamat meskipun TPS di Sulawesi Tenggara belum resmi ditutup.
Data exit poll pada jam 11.30 WIB menunjukkan bahwa ASR-Hugua memperoleh dukungan sebesar 48,8%, disusul oleh TNA-Iksan dengan 17%, LA-Ida sebesar 13,2%, Ruksamin-Sjafei sebesar 9%, dan 12% pemilih menyatakan pilihannya rahasia.
Jika kelompok pemilih rahasia dibagi secara proporsional, maka estimasi dukungan untuk masing-masing kandidat menjadi: ASR-Hugua sebesar 55,45%; TNA-Iksan sebesar 19,32 %; LA-Ida sebesar 15%; dan Ruksamin-Sjafei sebesar 10,23%.
Tiga jam kemudian, data hitung cepat (quick count) mengkonfirmasi kemenangan ASR. Dua lembaga survei LSI Denny JA dan Charta Politika yang melakukan hitung cepat di Sultra sama-sama menunjukkan bahwa ASR menang telak.
Berdasarkan data 100% dari LSI Denny JA, pasangan ASR-Hugua memperoleh dukungan sebesar 53,22 %, disusul TNA-Iksan sebesar 20,77%, LA-Ida sebesar 16,26 %, dan Ruksamin-Sjafei sebesar 9,75%.
Kemenangan ASR sudah terbaca dalam survei para pemilu. Tepat seminggu sebelum hari pemilihan, tanggal 20 November 2024, saya mempersentasikan data survei LSI Denny JA yang terakhir ke ASR.
Survei terakhir pada 13-19 November 2024 menunjukkan bahwa ASR-Hugua memperoleh dukungan sebesar 42,7%; Tina-Iksan sebesar 20,8%; LA-Ida sebesar 20,3%; dan Ruksamin-Sjafei sebesar 11,7%.
Sementara itu, mereka yang belum menentukan pilihan hanya sebesar 4,5%. Dibandingkan dengan survei sebelumnya, ASR-Hugua naik signifikan. Sementara Tina-Iksan merosot jauh.
*****
Lalu mengapa ASR-Hugua unggul telak dalam Pilkada Sultra yang sedari awal sangat kental isu identitas primordial dan kuatnya mitos putra daerah.
Setidaknya ada 4 (empat) alasan utama yang dapat menjelaskan hal ini:
Pertama, investasi sosial panjang ASR. Jauh sebelum pilkada, ASR telah merintis berbagai kegiatan sosialnya di Sultra yang bernaung di bawah Yayasan Aku Sahabat Rakyat yang disingkat ASR.
Melalui yayasan tersebut dilakukan kegiatan-kegiatan sosialnya seperti pemberian beasiswa, umroh gratis, bantuan rumah ibadah, batuan sembako, dan lain-lain.
Dengan kegiatan sosial tersebut, ASR ibarat sinterklas yang ditunggu banyak warga Sultra. Kegiatan sosial ini memperkokoh kesan personalitinya sebagai sosok yang dermawan dan merakyat. Temuan survei menunjukkan bahwa dua atribusi kepribadian ini sangat menonjol dan melekat kepada sosok ASR.
Kedua, dipersepsikan sebagai pemimpin bersih. Isu ini penting untuk ASR. Sejak pertarungan dimulai.
Berbagai survei sebelum November 2024 menunjukkan bahwa selisih elektabilitas ASR dengan Tina Nur Alam hanya di bawah 10%.
Di sisi lain, survei menunjukkan bahwa sebesar 94,2% masyarakat Sultra ingin pemimpin yang bersih dari isu korupsi. ASR adalah cagub yang dipersepsikan paling bersih dibanding ketiga cagub lainnya.
Ketiga, isu putra daerah justru mendongkrak suara ASR. Selama proses pilkada, ASR selalu diserang dengan isu putra daerah. ASR bersuku Bugis. Jika Suku Bugis ditambah dengan suku asal Sulsel lainnya yaitu Makassar, Luwu, dan toraja totalnya mencapai 25-30% di Sultra.
Suku lainnya di Sultra seperti Buton, Muna, Tolaki, dan Morenene jumlahnya juga tak lebih banyak, range-nya setiap suku tersebut antara 20-30 % (Suku Morenene lebih sedikit lagi jumlahnya).
Derasnya serangan isu putra daerah justru menaikkan dukungan ASR. Dari suku asal Sulsel (Bugis, Makassar, Toraja), serangan isu putra daerah makin menguatkan dukungan ASR di pemilih suku asal Sulsel (in-group dalam istilah William Graham Sumner). Dan tak hanya suku asal Sulsel, suku lain yang disebut sebagai pendatang pun lebih banyak memilih ASR.
Keempat, wakil gubernur menambah suara. Pilihan ASR memilih Hugua sebagai wakil berbuah manis.
Dengan pengalaman dua kali menjabat Bupati Wakatopi, dan anggota DPR-RI, Hugua mampu menambah performa paket pasangan ASR-Hugua, baik dalam kampanye maupun debat kandidat.
Tak hanya itu, hasil hitung cepat dan real count KPUD Sultra menunjukkan bahwa ASR-Hugua mampu menang besar, di daerah-daerah basis etnis Buton seperti Wakatopi, Bau-Bau, dan Buton Raya.
*****
Kemenangan besar ASR-Hugua juga tak lepas dari merosotnya suara Tina Nur Alam. Tina tak mampu menjangkau pemilih yang lebih luas karena terlalu dominannya Nur Alam dalam perjalanan kampanye Tina.
Nur Alam lebih banyak tampil di setiap kampanye Tina, baik kampanye tatap muka, kampanye besar, maupun kampanye media sosial. Tina-Iksan pun menggunakan tagline “Bahtera Emas Berlayar Kembali”, dalam usaha untuk menguatkan asosiasi Tina dengan Nur Alam.
Keberadaan Nur Alam yang begitu dominan dalam setiap kampanye Tina-Iksan, tak menjadi faktor penambah dukungan, justru menjadi faktor turunnya suara mereka.
Tina-Iksan berupaya menglorifikasi kejayaan masa lalu di saat Nur Alam menjadi gubernur dan menjadikan isu putra daerah sebagai isu utama (pola pikir lama). Narasi ini menurut saya kesalahan besar narasi kampanye Tina-Iksan.
Sementara di sisi lain, narasi ASR menawarkan masa depan dengan fokus pada penyelesaian isu-isu ekonomi mendasar tanpa sekat suku atau agama dan dengan kepemimpinan yang bersih (pola pikir baru).
Pilkada telah usai. Selamat kepada ASR-Hugua yang mampu mematahkan mitos pilkada Sultra. Kini saatnya menata pemerintahan yang baru dan menunaikan janji-janji kampanye. Masa bulan madu antara pemimpin dengan pemilihnya tak berlangsung lama.
Satu tahun pertama akan menjadi ujian setiap pemimpin baru. Dalam pidato kemenangannya di Chicago saat menang pilpres 2008 Obama berkata kepada rakyat Amerika yang tidak memilihnya
“Saya mungkin tidak mendapatkan suara anda, namun saya akan mendengar suara-suara Anda”
ASR-Hugua tak hanya menjadi pemimpin bagi yang memilihnya, namun juga pemimpin bagi semua warga Sultra
Penulis: Adjie Alfaraby (Direktur Ekesekutif KCI – LSI Denny JA)
Komentar