Genjot Destinasi Wisata Desa Wabula, untuk Kepentingan Asing atau Masyarakat?

Hamsina Halisi Alfatih

TEGAS.CO.,BUTON – Destinasi pariwisata di Indonesia terbilang lebih memukau jika dibanding dengan negara lain, ini menurut pandangan penulis. Di samping banyaknya kekayaan alam yang tersimpan di setiap wilayahnya, keindahan alamnya pun tak kalah eloknya hingga mampu menarik wisatawan asing berkunjung ke negeri Zamrud Khatulistiwa tersebut.

Berbicara masalah kekayaan dan keindahan alam di Indonesia, Sulawesi Tenggara termaksud salah satu provinsi yang terbilang menyimpan begitu banyak sumber kekayaan alam apalagi destinasi pariwisatanya. Seperti halnya Wakatobi, Buton pun mempunyai potensi bawah laut dengan spesies ikan yang endemik dan memiliki kekhasan flora dan fauna di Hutan Lambusango, dan juga terdapat destinasi wisata di Kecamatan Wabula.

Dilansir dari salah satu media online, Sabtu, 21 Agustus 2021, di kecamatan Wabula, terdapat sebuah desa yang juga disebut Wabula. Desa ini terkenal dengan potensi wisata pantai, alam, sejarah, dan budaya yang kental, serta desa yang mayoritas perempuannya menenun.

Potensi alam, sejarah, budaya serta kreativitas penduduk di sana salah satunya adanya peran perempuan yang menggeluti seni menenun. Atas dasar inilah Kepala Dinas Pariwisata Buton, Rusdi Nudi mengharapkan agar munculnya motivasi dari masyarakat secara bersama membangun pariwisata, khususnya mendukung mewujudkan kenyamanan bagi wisatawan yang berkunjung.

Tak bisa dipungkiri kemajuan sektor pariwisata di negeri ini semakin berkembang pesat apalagi ditunjang dengan berbagai pembangunan infrastrukturnya. Adanya perkembangan sektor pariwisata inilah yang menjadikan titik fokus tiap pemerintah pusat ataupun daerah untuk menggenjot kemajuan pariwisata di negeri ini agar semakin dilirik oleh wisatawan asing.

Tolak ukur pemerintah dalam pengembangan sektor pariwisata dengan dalih mendatangkan devisa bagi negara adalah suatu cara berpikir yang salah. Mengapa demikian? Karena pada dasarnya saat ini kondisi masyarakat masih dilanda kemiskinan yang berkepanjangan apalagi di tengah kondisi pandemik saat ini.

Di tengah kesibukan pemerintah melakukan pengembangan sektor pariwisata bagi kesenangan wisatawan asing, hal ini justru berdampak buruk bagi kesejahteraan masyarakat. Sebab sektor pariwisata bukanlah tujuan utama untuk peningkatan perekonomian negara tetapi justru akan menjadi bumerang sektor tersebut justru dikuasai oleh kapitalis asing.

Sudah menjadi hal yang wajar jika dalam sistem kapitalisme pembangunan yang dianggap sebagai corong untuk kepentingan rakyat justru dijadikan lahan bisnis. Dan bukan tak lain pencapaian keuntungan hanya dinikmati oleh pihak swasta dan mereka yang berkepentingan sementara rakyat hanya bisa menikmati remahannya saja.

Maka jika kita menempatkan permasalahan ini dalam perspektif Islam, sektor pariwisata bukanlah prioritas utama hanya sebatas hiburan semata. Sektor tersebut akan dibangun oleh negara setelah kebutuhan masyarakat telah terpenuhi serta utang negara terselesaikan dan persoalan lainnya.

Di samping adanya dampak negatif yang ditimbulkan dalam pengembangan sektor pariwisata dalam sistem kapitalisme seperti adanya pengaruh budaya luar. Di sini Islam menjadikan sektor pariwisata sebagai objek dakwah seperti dengan melihat keindahan alam yang Allah ciptakan.

Selain itu objek wisata melalui peninggalan sejarah, jika itu berlawanan dengan peradaban Islam maka Khilafah akan menghancurkannya. Sementara objek wisata dari Peninggalan sejarah peradaban Islam akan dikembangkan untuk dikenalkan oleh umat.

Maka dengan demikian, Islam tidak menjadikan sektor pariwisata sebagai pendapatan negara karena sumber tersebut sudah disediakan melalui zakat, jizyah, kharaj, fai’, ghanimah hingga dharibah. Semuanya ini mempunyai kontribusi yang tidak kecil dalam membiayai perekonomian Negara. Islam akan tetap menjaga kemurnian aqidah dan mabdanya agar tidak ter cederai oleh pengaruh budaya lain serta mengembangkan dakwah ideologisnya kepada mereka yang memasuki wilayahnya.
Wallahu A’lam Bishshowab

Penulis: Hamsina Halisi Alfatih
Editor: H5P

Komentar