Example floating
Example floating
Berita UtamaDaerahHukumKesehatanSultra

Kuasa Hukum Bantah Penelantaran Pasien di RSUD Muna

1005
×

Kuasa Hukum Bantah Penelantaran Pasien di RSUD Muna

Sebarkan artikel ini
Kuasa Hukum Bantah Penelantaran Pasien di RSUD Muna
Kuasa Hukum Bantah Penelantaran Pasien di RSUD Muna FOTO : R O S

tegas.co., MUNA, SULTRA – Tim Kuasa Hukum dr. Tamsila L.M Hipno Syaribin,SH dkk, membantah tudingan yang disebarkan oleh Machdin Mandar SE melalui akun Facebooknya maupun media masa,terkait meninggalnya Bayi Reni dan Unyil pada 8 september pekan lalu,di RSUD kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara (Sultra) akibat kelalaian Dokter  Tamsila dan pihak Rumah sakit yang lamban menangani pasien alias melakukan pembiaran/penelantaran pasien.

Melalui Tim Kuasa Hukumnya dr.H Tamsila,Sp.OG,M.Kes mengatakan Tudingan Saudara Machdin Mandar SE itu tidak benar dan hanyalah Fitnah belaka. Machdin menggiring opini masyarakat untuk menghujat Dokter Tamsila.

“Bahkan isu beredar sang dokter kandungan tersebut sudah dipenjarakan,”Ujar Ketua Tim Kuasa Hukum Dokter Tamsila L.M Hipno Syaribin SH dalam Jumpa persnya di Roxi, Rabu (20/9/2017).

Hal senada dibenarkan oleh salah seorang  anggota yang tergabung dalam tim kuasa hukum dokterTamsila, Muh.Ikhsan,SH.MH, Ia mengatakan,apa yang telah dilakukan oleh dr. Tamsila sudah sesuai dengan standar SOP Rumah Sakit. Dokter Tamsila Justru menolong pasien.

“Ibu Reni (pasien) masuk RSUD pada (8/9/2017) pukul 14.30 wiita dalam kondisi inpartu didampingi oleh bidan desa Masria dari desa La Gasa, tanpa membawa surat rujukan dan patograf,”ungkapnya.

Sesuai protap, kamar bersalin bahwa setiap pasien yang masuk  diterima oleh bidan jaga yang bertugas saat itu, sebagaimana protapnya,”Semua pasien yang baru masuk lansung dilakukan pemeriksaan anamnese serta pemeriksaan fisik sebelum dilaporkan ke Dokter,”terang Ikhsan.

Dikatakannya, kegunaan patograf adalah penjelasan kondisi pasien dan bayinya sebelum dirujuk dan alasannya kenapa harus dirujuk.

“Semua bidan harus melakukan ini namun bidan Masria tidak melakukannya, bahkan pengakuan pasien bahwa sudah diobservasi di rumah bidan Masria selama satu hari namun di pulangkan kembali ke rumahnya. Kami tidak mengetahui apa yang dilakukan oleh bidan Masria karena bidan tidak membuat patograf dan surat rujukan,”tutur Ikhsan.

Menurut bidan jaga yang menerima Reni di RSUD pasien mengatakan, kalau bayinya sudah tidak bergerak sejak pagi tadi sebelum masuk ke RSUD. Bidan jaga tetap memantai DJJ ( Denyut Jantung Janin) secara berkala namun tidak menemukan denyut jantung janin tersebut. Bidan jaga lalu melaporkan kejadian tersebut kepada dokter Tamsila via telepon karena dokter sedang melakukan operasi,

“namun dokter tetap memantau perkembangan pasien dengan memberikan instruksi kepada bidan jaga tersebut,”ujarnya.

Ia juga mengatakan, pasien dengan kasus KJDR (Kematian Janin Dalam Rahim) sebaiknya partus normal dan tetap dipantau sesuai dengan protap yang ada.

“Ada garis batas dimana seorang dokter harus bertindak dan mengambil keputusan sesuai keilmuannya, jadi tindakkan dokter tidak dapat di intervensi apalagi soal operasi,”sambung Ikkcsan..

Mengenai obat yang dibeli diluar rumah sakit, tim kuasa hukum mengatakan, jika sebelum melakukan operasi dokter menjelaskan, mengenai resiko tindakan SC dan memberikan izin terhadap dokter dan apabila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, apapun bentuknya menjadi tanggung jawab kami (keluarga pasien) dan tidak menuntut pada dokter.

“Sebelum operasi Reni juga melakukan pemeriksaan penunjang dan pak unyil (suami pasien) bersedia melengkapi kekosongan obat dan alat kesehatan serta menandatangani persetujuan bersedia melengkapi kekurangan alat dan bahan operasi”tutur Ikhsan.

Apa yang dilakukan Dokter Tamsila sudah sesuai tugas dan fungsinya sebagai seorang dokter, menyelamatkan nyawa pasien. Dokter Faham akan undang-undang kesehatan dan undang undang praktik kedokteran.Dokter bekerja menjunjung tinggi profesi dan sumpah jabatan.dokter faham akan undang undang no 32. Apa yang dilakukannya sudah sesuai protap.

“Jadi Tudingan Machdin Mandar SE Itu adalah fitnah yang tujuannya ingin merusak nama baik dokter Tamsila,”tambah Firman SH salah seorang anggota tim kuasa hukum dokter Tamsila lainnya.

Mengenai pembelian obat diluar RS, dokter tidak pernah meminta pasien untuk membeli obat ke tempatnya, namun kenapa sampai obat tersebut tidak ada di apotik lain karna obat tersebut tidak dapat di jual bebas, untuk mendapatkannya harus melalui prosedur menggunakan SP Psitropika, tanda tangan kepala dinas kesehatan, dan yang berkompeten memesan obat tersebut adalah seorang apoteker dan hanya rumah sakit dan klinik yang boleh memilikinya.

“Tentunya dengan pantauan BPOM. Jadi atas dasar kemanusiaan apotik harapan kita melayani resep tersebut”. Ujar tim kuasa hokum lagi.

Operasi berjalan lancar, sang ibu selamat namun bayi meninggal dengan kondisi kulit lepuh-lepuh pecah, plasenta membiru, perut bengkak, air ketuban berbau serta berwarna, hal ini menunjukkan bahwa bayi meninggal dalam tahap manserasi tingkat II yang artinya bayi telah meninggal lebih dari 2×24 jam atau 48 jam bayi telah meninggal dalam rahim sang ibu.

“Hal ini telah membantah alibi bidan Masria yang mengatakan bahwa pasien datang ke RSUD dalam keadaan kondisi bayi masih hidup, serta membantah pemeriksaan dokter yang dilakukan bidan pengabdi yang mengatakan bahwa jantung bayi masih berdetak, kemungkinan suara yang didengar bidan tersebut adalah suara jantung sang ibu,” Tandasnya.

Atas dasar itulah kami sebagai tim kuasa hukum dr. Tamsila akan menindak lanjuti persoalan pencemaran nama baik ini sampai ke meja hijau. Kami akan melaporkan Saudara Machdin Nandar SE, Reni,Unyil dan Masria bidan Desa dengan pencemaran nama baik sesuai Pasal 310 dan 315 KUHP juga  yang akan kami laporkan.

“Kami akan mempersiapkan segala sesuatunya tentang persoalan ini baik secara pidana ataupun perdata, kami akan melaporkan kasus ini ke Polres Muna dan Polda Sultra dalam waktu dekat,”Tutupnya.

R O S

PUBLISHER : MAS’UD