Negara Abai Korupsi Tak Berujung Bui

Negara Abai Korupsi Tak Berujung Bui
SITTI NURWAHIDAH (ANGGOTA SMART WITH ISLAM KOLAKA TIMUR)

Korupsi di Indonesia seolah telah menjadi budaya yang tak bisa dipisah dari negeri demokrasi ini. Sejak masa orde baru hingga reformasi saat ini budaya korupsi tak bisa di bendung. Pergantian rezim dan berbagai upayapun telah dilakukan namun hasilnya jauh panggang dari api.

Dilansir oleh JawaPos.com pada jumat (08/02/2019)- Kasus suap yang dilakukan oleh Bupati Kotawaringin Timur Supian Hadi dikecam banyak pihak. Bukan tanpa sebab, kader PDI Perjuangan itu diduga telah merugikan negara dengan angka yang fantastis dari praktik haramnya tersebut, yakni Rp 5,8 triliun.

Pada Oktober 2018, Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra juga menghadapi kasus yang sama. Ia menempati daftar ke-21, kepala daerah yang menjadi tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak Januari hingga Oktober 2018. Sembilan di antara 21 kepala daerah tersebut, berasal dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, termasuk Sunjaya. (Tempo.co/27/10/2018)

Besarnya dana yang biasa dikorupsi seolah menggambarkan akal dan nurani para koruptor telah disuntik mati. Kepedulian terhadap kesejahteraan masyarakat hanyalah omong kosong belaka. Mereka justru hanya berpikir bagaimana memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya dari rakyat dalam tempo sesingkat-singkatnya. Lagi-lagi cara pandang dan akhlak mereka yang jauh dari kata baik ini pun lahir dari dari sistem demokrasi ini. Dimana sekulerisme yang menjadi asanya menjadikan manfaat sebagai standar kehidupan. Tak ada baik dan buruk, terlebih lagi halal dan haram tentu akan dikesampingkan. Yang ada hanyalah manfaat.

Demokrasi Akar Masalah Korupsi

Korupsi menjadi suatu hal biasa di Negeri demokrasi ini. Mengharapkan adanya sanksi yang tegas dan pemberian efek jera rasanya tak mungkin, sebab selalu saja ada kongkaling antara penegak hukum dan pelaku yang saling menutupi kesalahan antara satu sama lain.

Kasus suap-menyuap dalam proyek pemerintah marak adanya. Mulai dari tingkat pusat hingga ke daerah menjadi hal yang tak tabu lagi. Oknum pejabat dan pengusaha hitam tak jarang bekerjasama memanipulasi proyek tersebut demi meraup keuntungan yang besar.

Inilah wajah asli demokrasi-kapitalis yang hanya menguntungkan satu pihak namun menyengsarakan berbagai pihak yang lain. Apakah kita rela bertahan dalam kondisi ini? Tentu tidak. Kita butuh solusi yang menyelesaikan berbagai persoalan ini. Namun rasanya mustahil jika hal itu lagi-lagi berasal dari sistem kapitalis-demokrasi ini.

Jika kita telisik lebih dalam, faktor mengapa pemberantasan korupsi sangat sulit dilakukan. Diantaranya yang pertama, diterapkan sistem sekulerisme dengan akidah pemisahan agama dari Negara dan kehidupan menyebabkan nilai-nilai ketaqwaan hilang dari politik dan pemerintahan.  Kedua, sistem politik demokrasi yang mahal menjadi salah satu sumber masalah korupsi. Butuh biaya besar untuk membiayai kontentasi menjadi kepala daerah, legislatife  bahkan presiden, tidak mungkin tertutupi dengan gaji dan tunjangan selama menjabat. 

Dalam sistem politik demokrasi, agenda pemberantasan korupsi juga sering tersandera oleh berbagai kepentingan kelompok, partai, politisi, pejabat bahkan kepentingan koruptor.  Hal mendasar adalah sistem hukum.  Sayangnya dalam sistem demokrasi, hukum dibuat oleh wakil rakyat bersama pemerintah sehingga sistem hukum berbelit untuk membuktikan kasus korupsi dan banyak celah bagi koruptor untuk lolos.  Sanksi bagi koruptor juga ringan.  Jangankan mencegah orang melakukan korupsi, koruptor pun tidak jera.

Alhasil, pemberantasan korupsi akan sangat sulit dilakukan jika sistem yang digunakan masih sistem demokrasi-sekuler, buktinya sampai saat ini masalah korupsi tidak pernah tuntas bahkan cenderung meningkat setiap tahunnya,  Hal ini terjadi karena system sekuler yang sedang diberlakukan saat ini justru menjadi sebab maraknya korupsi.  Oleh karena itu, diperlukan sistem lain yang akan mampu menyelesaikan korupsi hingga akarnya. Tidak lain sistem tersebut adalah sistem Islam. 

Islam Punya Solusi

Penerapan Islam dalam sebuah institusi daulah khilafah merupakan satu-satunya solusi terbaik dari segala permasalahan manusia. Dimana sistem yang berasal dari sang Khalik dan Al Mudabbir ini terbukti mampu menyelesaikan berbagai problematika yang dihadapi umat.

Sistem ekonomi Islam dalam naungan Khilafah membahas secara rinci dan tuntas masalah kepemilikan, pengeloaan kepemilikan, termasuk distribusi barang dan jasa di tengah-tengah masyarakat juga memastikan berjalannya politik ekonomi [siyasah iqtishadiyyah] dengan benar. Selain itu, Islam memiliki peraturan untuk pencegahan bagi aparatur negara melakukan tindakan korupsi diantaranya yakni :

Pertama, Daulah Khilafah memberikan gaji yang memadai kepada para aparaturnya sehingga kebutuhan primer, sekunder hingga tersier mereka dapat terpenuhi dengan baik.

Kedua, dalam pengangkatannya Khilafah menetapkan syarat adil dan bertaqwa sebagai ketentuan.

Ketiga, Khilafah menetapkan kebijakan perhitungan harta kekayaan mereka sebelum dan setelah menjabat. Jika terdapat selisih yang tidak masuk akal maka Khilafah bisa merampasnya.

Keempat, Khilafah menetapkan hukuman yang berat dalam bentuk publikasi, stigmatisasi, peringatan, penyitaan harta, pengasingan, cambuk hingga hukuman mati. Dalam syariah, kriteria harta ghulul, yakni harta yang diperoleh secara illegal itu jelas.  Harta yang diambil/ditilap di luar imbalan legal; harta yang diperoleh karena faktor jabatan, tugas, posisi, kekuasaan sekalipun disebut hadiah; harta pejabat, aparat dan sebagainya yang melebihi kewajaran yang tidak bisa dibuktikan diperoleh secara legal; semua itu termasuk harta ghulul.  Di akhirat akan mendatangkan azab.

Adapun sanksi dalam Islam bagi pelaku korupsi merupakan bagian dari ta’zir, bentuk dan kadar sanksi atas tindakan korupsi diserahkan pada ijtihad khalifah atau qadhi (hakim).  Bisa disita seperti yang dilakukan khalifah Umar, atau tasyhir (diekspos), penjara, hingga hukuman mati dengan mempertimbangkan dampak, kerugian bagi negara dan dhararnya bagi masyarakat.

Dengan sistem Islam, pemberantasan korupsi bisa benar-benar dilakukan hingga tuntas. Aturan Islam ini lengkap dan efektif dalam menangani masalah tindak pidana korupsi. Islam menyelesaikan masalah dari hal yang mendasar sampai cabangnya.  Sistem Islam juga memiliki cara dalam pencegahan, hingga penyelesaian. Alhasil, jelaslah hanya sistem Islam yang diterapkan dalam Institusi daulah Khilafah yang mampu mencegah dan memberantas berbagai permasalahan yang terjadi pada umat diantaranya kasus suap maupun korupsi, maka seharusnya setiap muslim ikut memperjuangkannya. Ya, betapa kita merindukan penerapan sistem Islam ini, yang bisa membawa umat kepada keberkahan dan kesejahteraan. Wallahu’alam bi ash shawab.

PENULIS: SITTI NURWAHIDAH (ANGGOTA SMART WITH ISLAM KOLAKA TIMUR)

PUBLISHER: MAS’UD

Komentar