Masih Meroket, Tiket Pesawat Bikin Greget

Masih Meroket, Tiket Pesawat Bikin Greget
Mariati Impi, SKM

“Sudah jatuh tertimpa tangga pula.” Peribahasa tersebut kiranya sanga pas mewakili perasaan para pengguna moda transportai udara saat ini. Bagaimana tidak, selain tiket yang masih saja mahal, kebijakan bagasi berbayar semakin memberatkan penumpang. Ongkos bagasi hampir sama dengan ongkos penumpang. Maka semakin menjeritlah masyarakatatas fenomena tersebut.

Dilansir dari CNBC Indonesia (04/04/2019), Kementrian Perhubungan telah merilis Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) tentang aturan tarif maskapai penerbangan berjadwal dalam negeri kelas ekonomi.

Aturan tersebut tertuang dalam Permenhub Nomor 20 Tahun 2019 tentang Tata Cara dan Formulasi Perhitungan Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri yang diteken pada 28 Maret lalu.

Selain itu, Menteri Perhubungan juga menandatangani aturan turunannya, yaitu Keputusan Menhub (KM) Nomor 72 Tahun 2019 Tentang Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri, sehari setelahnya, 29 Maret 2019.

Dalam aturan itu, pemerintah mengubah aturan tarif batas bawah menjadi 35% dari tarif batas atas. Sebab sebelumnya, tarif batas bawah hanya 30% dari tarif batas atas. Aturan tersebut mulai berlaku pada 1 April 2019.

Jumady Sinaga, Direktur Pengembangan SDM dan Ekonomi Kreatifmenuturkan sesuai keterangan Kemenhub, kenaikan Tarif Batas Bawah (TBB) tiket pesawat hanya 5% dari Permenhub Nomor PM 14 Tahun 2016. Tentunya dengan perhitungan yang dilakukan Kemenhub, kenaikan dari 30% menjadi 35% pasti sudah mengakomodasi semua pihak, baik perusahaan maskapai, pilot maupun penumpang (Tagar News, 08/02/2019).

Namun yang terjadi saat ini, kenaikan harga tiket pesawat hampir diangka 60%-65% dari Tarif Batas Atas (TBA). Misalnya rute penerbangan Bengkulu ke Jakarta menggunakan pesawat jet kelas ekonomi, TBA adalah Rp. 1.344.000 dan TBB adalah Rp. 470.400. Namun yang terjadi saat ini, harga minimum tiket sebesar Rp. 847.000. Artinya harga tiket pesawat mencapai 63% dari TBA.

Lebih lanjut Jumady juga menuturkan bahwa semua harga tiket pesawat yang diberlakukan pihak maskapai sangat jauh dari kebijakan kenaikan harga yang disampaikan Kemenhub.

Kebijakan ini tidak hanya dirasakan oleh masyarakat ekonomi kebawah, tetapi juga dirasakan para pelaku UMKM. Kenaikan harga pesawat membuat biaya pengiriman semakin mahal. Harga barang yang dijual tidak sebanding dengan ongkos pengiriman sehingga konsumen yang berani membeli produk dari luar daerah harus berpikir dua kali.

Mengurai Akar Masalah

Menurut Ketua Umum INACA, I Gusti Ngurah Ashkara Danadiputra, kenaikan harga tiket pesawat itu ditengarai oleh beberapa faktor. Diantaranya dikarenakan adanya kenaikan variabel-variabel, avtur, kemudian kurs dan pinjaman (Tribunnews.com, 14/01/2019).

Ari mengklaim sejak 2016 harga tiket pesawat tak pernah naik. Namun biaya operasional penerbangan terus meningkat.

Disamping itu faktor pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat beberapa waktu lalu, turut menjadi pemicu kenaikan biaya operasional. Hal inilah yang berdampak pada harga tiket pesawat terbang yang kian melambung.

Mengenai harga tiket perjalanan keluar negeri yang lebih murah ketimbang penerbangan domestik, disebabkan karena pajak yang dikenakan oleh pemerintah.

Di dalam negeri dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN), namun di luar negeri tidak kena PPN. Penyebab lainnya adalah tingkat frekuensi penerbangan. Frekuensi penerbangan di luar negeri tinggi sehingga maskapai melakukan perang harga.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) ikut bersuara terkait mahalnya harga tiket pesawat domestik. Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menuding adanya permainan kartel yang berupaya menaikkan harga tiket pesawat. Maskapai dilibatkan untuk melakukan kesepakatan untuk menaikkan harga tiket domestik. Kendati demikian pihaknya menunggu penyelidikan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terkait dugaan kartel tarif (iNews.id, 20/03/2019).

Pendapat berbeda disampaikan oleh Faisal Basri, Beliau mengaku tak memahami alasan mahalnya harga tiket pesawat karena avtur. Sebab seluruh Bahan Bakar Minyak (BBM) non-subsidi dari PT Pertamina (Persero) sudah turun sebagai imbas dari penurunan harga minyak mentah dunia (CNN Indonesia, 14/01/2019).

Lebih lanjut Faisal dan beberapa pengamat lain juga menuding bahwa kebijakan pemerintah untuk mengatur batas bawah tarif penerbangan menjadi penyebab lain kenaikan harga tiket pesawat. Batas bawah yang terlampau tinggi membuat penerbangan murah menjadi tidak tersedia.

Mencermati kondisi tersebut, terlihat bahwa sedikit banyak pemerintah memiliki andil dalam meroketnya harga tiket pesawat yang membuat banyak pihak menjerit. Dalam kadar tertentu ada kebijakan tak lazim yang membuat munculnya kenaikan harga tersebut. Lantas dimanakan peran negara dalam menyediakan pelayanan terbaik untuk rakyatnya?

Solusi Mustanir

Kenaikan harga tiket pesawat terjadi karena negara berlepas tangan dari kewajibannya menyediakan transportasi yang memadai. Dalam sistem kapitalis negara hanya berupa fasilitator dan operatornya adalah asing/swasta.

Wilayah udara adalah sumber daya alam yang sangat penting bagi suatu negara olehnya itu wilayah udara indonesia harus dikuasai oleh negara demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Salah satu bentuk pemanfaatan sumber daya udara adalah membangun sistem angkutan udara yang bertujuan memberi manfaat bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Pemerintah pun berkewajiban menyelenggarakan sistem angkutan udara sebagai jawaban dari kebutuhan yang mendesak pada penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan bermasyarakat sehari-hari.

Sekali lagi sistem angkutan udara nasional adalah tanggung jawab dan kewajiban pemerintah dalam mengelolanya.

Pihak swasta yang terlibat dalam penyelenggaraan ini hanyalah sebagai pelengkap dari sebuah sistem besar yang dimiliki dan diselenggarakan oleh negara.

Jelaslah dalam islam, peran sentral negara sebagai perisai (junnah) dan pengurus (Raa’in) bagi kemaslahatan rakyat. Peran sentral negarai tidak boleh digantikan oleh siapapun. Negara ada bukan untuk mencari laba/untung layaknya korporasi. Negara ada untuk menyediakan segala hal yang menjadiihwal kebutuhan rakyat baik individu maupun pengusaha dengan mekanisme syariah yang menutup celah monopoli sebagian atas sebagian lainnya. Wallahu a’lam Bisshawab.

Mariati Impi, SKM

Komentar