Jagad maya saat ini tengah dihebohkan oleh sejumlah guru yang tak senonoh melakukan tindakan asusila terhadap beberapa siswinya. Kejadian tersebut dilakukan oleh 3 oknum guru, salah satunya adalah seorang PNS dan 2 lainnya adalah masih berstatus tenaga honorer. Ironisnya, aksi bejat ketiga guru ini mencekoki minuman keras sebelum mencabuli beberapa siswinya. Berdasarkan pemeriksaan polisi, pencabulan terhadap ketiga siswi oleh tiga pelaku sudah dilakulan sejak November 2018. Naudzubillah min dzalik.
Dari media Online Inews.Id mengabarkan Kapolres Serang saat ini telah mengamankan ketiga pelaku tersebut, yaitu DD, OH dan AS dan menurut Kapolres, ketiga oknum guru bejat itu akan dijerat Pasal 82 ayat 1, 2, dan 3 Undang-Undang No 17 Tahun 2017 tentang Perlindungan anak dengan anacaman hukuman paling ringan 7,5 tahun dan paling berat 20 tahun penjara. Pertanyaannya ialah, apakah undang-undang tersebut mampu memberi efek jera terhadap pelaku?.
Baik mari kita tengok kembali beberapa kasus tindakan asusila yg terjadi belakangan ini sepanjang tahun 2019. Dilansir dari Detik News.com seorang guru agama berinisial BS di Kukar tega mencabuli 9 orang siswi (https://m.detik.com/news/berita/4442695/cabuli-9-siswi-sd-di-kukar-guru-agama-bs-juga-perlihatkan-film-porno)Kemudian disusul dengan kasus yang sama yang terjadi di Sulawesi Selatan,seorang guru honorer di mamuju mencabuli belasan anak muridnya (Detik News.com). Meskipun pemerintah memiliki aturan perundang-undangan untuk menjerat para pelaku namun fakta di lapangan tidak mampu mengurangi dan memberi efek jera bagi pelaku itu sendiri,yang ada kekerasan seksual pada anak justru semakin marak hingga mengakibatkan traumatik bagi korban.
Pemicu atau faktor pencabulan terhadap anak menurut psikologi Indah Usman,B,Sc disebabkan karena kondisi diri dan lemahnya kondisi psikologis seseorang.Selain itu menurutnya beberapa penyebab lainnya adalah faktor teknologi yang menyajikan situs-situs porno yang membuat pelaku kerap tak bisa menahan diri,masalah ekonomi (pengangguran) dan kerap mengonsumsi alkohol serta pengaruh lingkungan sosial seperti adanya kesempatan bagi pelaku untuk melakukan aksinya.Tetapi urgensi dari permasalahan ini ialah adanya sistem yang membebaskan seseorang ‘boleh’ melakukan tindakan kemaksiatan tersebut yaitu sekulerisme.Padahal jika dipandang dalam syari’at islam penyebab adanya faktor-faktor seseorang melakukan tindakan asusila tentu hal ini sangat keras dilarang karena keharamannya. Jikaguru tidak mampu memberikan rasa aman terhadap muridnya lalu dimanakh fungsi serta pernah guru selama ini
Sekulerisme,sebuah sistem yang memisahkan agama dari kehidupan menghilangkan fungsi guru sebagai seorang muallim – ta’lim (memberikan pengetahuan dan pemahaman), mudarris – tadris (mengajarkan murid agar mandiri dalam belajar), mu’addib- ta’dib (mendidik karakter dan adab), murobbi-tarbiyah (mendidik manusia setahap demi setahap hingga mencapai titik sempurna) dan seorang da’i –pendakwah (dakwah yangg dimaksud adalah dakwah Islam, punya kewajiban dakwah kepada keluarga)
Dijelasakan dalam hadits Nabi: “Tinta seorang ilmuan (yang menjadi guru) lebih berharga dari pada darah pada syuhadah”. Bahkan Islam menempatkan guru setingkat dengan derajat rosul, seperti tertulis pada syairnya Al-Syawki: “Berdiri dan hormatilah guru dan berilah penghargaan, seorang guru itu hampir saja merupakan seorang rasul”. Pendapat lain menjelaskan:
“Jadilah engkau sebagai guru, atau pelajar, atau pendengar, atau pecinta dan janganlah kamu menjadi orang yang kelima, sehingga engkau menjadi rusak”.
Al-Ghazali menegaskan bahwa kedudukan yang tinggi yang diduduki oleh orang yang berpengetahuan bahwa orang alim yang bersedia mengamalkan pengetahuannya adalah orang besar disemua kerajaan langit, dia seperti matahari yang menerangi alam, ia mempunyai cahaya dalam dirinya seperti minyak wangi yang mengharumi orang lain karena ia memang wangi.
Begitu mulianya kedudukan seorang guru di dalam islam hingga mensejajarkan dirinya dengan Baginda Rasulullah shallallahu alaihi wassalam,bahkan dikatakan guru sebagai warasatulanbiya(pewaris nabi) yang bertugas beramar ma’ruf nahi mungkar,mengajarkan tauhid serta menyebarkan islam.Karena itulah islam menempatkan fungsi guru sebagai pendidik,mengajarkan serta memahamkan anak didiknya sesuai syari’at islam dan menjadi peran pengganti orang tua disekolah.
Wallahu A’lam bishshowab
HAMSINA HALISI AL FATIH
Komentar