Visi Indonesia, Investasi dan Imperialisme Asing

Visi Indonesia dan Investasi

Visi Indonesia dan Investasi
NINING JULIANTI

Upaya pemerintah untuk menekan angka pengangguran di Indonesia, salah satunya lewat membuka kran investasi asing seluas-luasnya di negeri ini. Sebagaimana yang diungkap oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta seluruh pihak untuk tidak alergi terhadap adanya investasi, termasuk investasi asing. Sebab, invetasi asing berguna terutama bagi Indonesia untuk menciptakan lapangan kerja seluas-luasnya. “Kita harus mengundang invetasi yang seluas-luasnya. Dalam rangka apa? Dalam rangka untuk membuka lapangan pekerjaa seluas-luasnya, karena itu jangan alergi terhadap investasi asing,” kata Jokowi dalam pidato yang disampaikannya di Sentul International Convention Center, Bogor, Jawa Barat, Ahad 14 Juli 2019.

Iklan Pemkot Baubau

Hal ini akan sejalan dengan “Visi Indonesia” yang telah diusung untuk periode ke dua pemerintahnya bersama H. Ma’ruf Amin. “Proyek” besar dari visi Indonesia tersebut meliputi 4 hal yakni pembangunan infrastruktur, fokus kepada pembangunan, investasi diklaim menjadi salah satu kunci membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya, menjamin Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang digunakan fokus dan tepat sasaran.

Keseriusan pemerintah terkait investasi ini dapat dilihat dengan kebijakan-kebijakan yang memudahkan para investor berinvestasi di Indonesia. Dalam pidatonya, Jokowi mengatakan, semua hal yang menghambat investasi harus dipangkas. Misalnya, seperti perizinan yang lambat, berbelit-belit hingga terdapat pungutan liar atau pungli di dalamnya. Terkait hal ini, Jokowi berjanji akan melakukan cek langsung ke lapangan. (pilpres.tempo.co/).

Investasi, Solusi Masalah Bangsa ?

Ketika Indonesia merdeka, dimulailah sejarah perkembangan penanaman modal asing. Rancangan Undang-undang penanaman modal asing pertama kali diajukan pada tahun 1952 pada masa kabinet Alisastroamidjojo. Namun, secara resmi undang-undang yang mengatur mengenai penanaman modal asing untuk pertama kalinya adalah UU Nomor 78 Tahun 1958, akan tetapi karena pelaksanaan Undang-undang ini banyak mengalami hambatan, UU Nomor 78 Tahun 1958 tersebut pada tahun 1960 diperbaharui dengan UU Nomor 15 Tahun 1960 .Pada perkembangan selanjutnya, karena adanya anggapan bahwa penanaman modal asing merupakan penghisapan kepada rakyat serta menghambat jalannya revolusi Indonesia, maka UU Nomor 15 Tahun1960 ini dicabut dengan UU Nomor 16 Tahun 1965 .Sehingga mulai tahun 1965 sampai dengan tahun 1967 terdapat kekosongan hukum (Rechts Vacuum) dalam bidang penanaman modal asing. Akhirnya, pada tahun 1967, pemerintah Indonesia mengatur penanaman modal asing dengan diundangkannya UU Nomor 1 Tahun 1967, yang disahkan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 10 Januari 1967 dan kemudian mengalami berbagai perubahan hingga saat ini.

Permasalahannya kemudian adalah, apakah dengan berlakunya undang-undang penanaman modal asing (investasi) pertumbuhan dan perkembangan perekonomian Indonesia menjadi semakin baik?  Apakah penarikan modal asing tidak menimbulkan konflik pada perekonomian dalam negeri?  Dengan kebijakan pemberian insentif dan fasilitas khusus bagi investor asing, apakah tidak mengesampingkan pengusaha lokal? Apakah tidak berbenturan dengan kepentingan nasional yang dirumuskan dalam Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional ?

Hal yang menjadi ironis di negeri kita. Di usia bangsa ini yang mencapai ke-74 ini adalah bukan saja belum terciptanya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat seluruhnya, melainkan kekayaan alam yang menjadi kekuatan bangsa itu semakin digerogoti oleh pihak asing berbenderakan kapitalisme neoliberal. Pembangunan ekonomi yang bersemangatkan demokrasi ekonomi yang berpedoman pada UUD’45 semakin diterjang globalisasi ekonomi berwajah neoliberal yang rakus dan brutal. Bersembunyi dibalik investasi. Karena itu, kini Indonesia semakin kehilangan kedaulatannya dalam mengurus negerinya sendiri. Kehadiran pihak asing atas nama investasi semakin menggerogoti sumber daya alam negeri ini. Kita pun hanya mengklaim isi bumi Indonesia sebagai milik kita, tetapi faktanya bukan. Karena, semua itu sudah digadaikan kepada para kapitalis atas nama investasi. Kekayaan alam di bumi pertiwi ini digiring ke negara-negara kapitalis. Freeport dan Block Cepu adalah contoh konkret bahwa bumi ini de jure milik kita, tetapi de facto milik negara-negara kapitalis.

Kapitalisme neoliberal adalah paham ekonomi yang mengangkat bendera dengan mengusung konsep pasar bebas. Dari kebebasan mengaktualisasi potensi diri dan potensi alam itulah diharapkan dapat tercipta kesejahteraan bagi semua. Akan tetapi, paham ini melupakan sifat dasar manusia yang cenderung egoistik sehingga yang terjadi adalah membuncahnya keserakahan yang kian menguras energi bumi Indonesia.

Investasi Zaman Now dalam Sudut Pandang Ideologi Islam

Sebagai umat islam kita meyakini bahwa ideology islam (baca : aturan islam) mampu menjawab tantangan-tantangan zaman now termasuk masalah investasi yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Investasi tidak lepas dari ideology yang dianut suatu bangsa yang akan berimplikasi pada system ekonomi, system politik, social, pendidikan, kesehatan dan lainnya jika kita berbicara terkait system. Khusus dalam sistem ekonomi Islam, dalam hal ini adalah tentang pengaturan investasi asing, maka Islam telah memiliki pandangan tersendiri dan inilah yang akan mampu benar-benar mengatur orang asing untuk bisa berinvestasi di Indonesia. Mengapa demikian? Sebab, faktanya, saat ini justru orang asinglah yang telah ‘mengatur’ pemerintah Indonesia agar orang asing tersebut diperbolehkan melakukan eksploitasi-eksploitasi di negara kita melalui berbagai macam UU, seperti UU Migas atau UU Penanaman Modal Asing (PMA), dan UU yang lainnya.Lalu bagaimana Islam mengatur sistem penanaman investasi asing? Ada beberapa tindakan yang wajib dilakukan oleh negara, yaitu sebagai berikut :

  1. Investor asing tidak diperbolehkan melakukan investasi dalam bidang yang strategis atau sangat vital. Mengapa demikian?.Sebab jika pihak asing melakukan investasi terhadap bidang-bidang yang strategis dan vital, maka bisa dipastikan bahwa investor asing tersebut akan dengan seenaknya melakukan praktik bisnis yang merugikan rakyat. Hal ini jelas haram, sebab akan bisa menjadi wasilah (sarana) bagi orang kafir untuk menguasai kaum muslimin.

Allah berfirman:

“….dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.” (QS. An Nisa: 141).

Kaidah syariat juga menyatakan: Al washilatu ilal haram, muharramah (Segala perantaraan yang mengantarkan kepada keharaman, hukumnya juga haram)

Contohnya adalah bidang informasi dan komunikasi, pencetakan uang, industri persenjataan, dan berbagai industri berat lainnya.

  • Investasi asing tidak boleh dalam bidang yang membahayakan

Ada sebuah kaidah syariah: al ashlu fil madhaarut tahriim (segala sesuatu yang membahayakan, hukumnya haram). Oleh karena itu, berinvestasi dalam bisnis yang membahayakan, jelas haram. Contohnya adalah investasi dalam pembalakan hutan, budidaya ganja, produksi khamr maupun ekstasi, dan lain-lain. Semua perbuatan tersebut jelas perbuatan yang membahayakan diri seseorang. Oleh karena itu, investasi semacam ini tidak diperbolehkan. Sebab akan menimbulkan bahaya (dharar) atas kaum muslim.

  • Investor hanya diperbolehkan dalam bidang yang halal

Segala bentuk usaha yang diharamkan oleh Islam, jelas hukumnya haram. Misalnya, usaha prostitusi, usaha perjudian, memproduksi khamr, dan lain-lain. Di Indonesia, banyak dijumpai klub-klub malam dan diskotik, yang diinvestori orang kafir (asing). Sekalipun yang mengelola adalah orang Islam. Hal ini tidak diperbolehkan. Untuk hal-hal haram yang bersifat jasa, kaidah syara’ menjelaskan: Laa tajuuzu ijaaratul ajiir fiimaa manfa-atuhu muharramah (tidak diperbolehkan melakukan kontrak kerja pada jasa yang diharamkan). Sedangkan untuk produksi benda-benda yang diharamkan, kaidah syara’ menjelaskan: ash shinaa’ah ta’khudzu hukma maa tuntijuhu (produksi barang, hukumnya mengikuti hukum barang yang dihasilkan).

  • Investasi asing tidak diperbolehkan pada kepemilikan umum (harta rakyat)

Apa saja yang termasuk harta rakyat? Imam Abu Dawud meriwayatkan sebuah hadis, Rasulullah bersabda: Al muslimuuna syurakaa-u fi tsalaatsin, fil kalaa-i, wal maa-i, wan naari (Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal: air, hutan, dan api).

Arti berserikat adalah, bahwa kaum muslimin memiliki hak untuk tiga hal, yaitu air, hutan, dan api.

Air, jelas, tidak boleh dijual kepada pihak asing. Tetapi di Indonesia, sumber mata air boleh dimiliki pihak swasta atau individu, baik lokal atau asing. Contohnya, mata air Sigedang yang dikuasai PT. Danone. Jelas, hal ini tidak diperbolehkan.

Hutan, jelas, hal ini juga tidak diperbolehkan untuk dikuasai orang asing. Hutan milik rakyat! Lihatkan hutan-hutan di Indonesia, tidak sedikit yang dijual oleh negara kepada pihak swasta, baik lokal atau asing. Hal ini tidak boleh. Hutan adalah milik rakyat. Adapun negara memiliki kewajiban mengelolanya, dan hasilnya dikembalikan sepenuhnya kepada rakyat.Api, dalam hal ini adalam sumber energi. Sumber energi, apapun itu, tidak boleh dijual ke asing. Sumber energi adalah milik rakyat.

Tidak hanya itu. Ada hal-hal lain yang termasuk kepemilikan umum yang lain, di antaranya sebagai berikut,

Pertama, benda-benda yang merupakan fasilitas umum. Jika tidak ada benda-benda ini, maka kaum muslim akan kesulitan dalam menjalani hidup atau terjadi kekacauan. Misalnya: sumber tenaga listrik.

Kedua, benda-benda yang sifat bentuknya menghalangi untuk dimiliki individu atau pihak-pihak tertentu (sekalipun bukan individu). Misalnya: jalan, jalan raya, laut, danau, sungai, dan lain-lain.

Ketiga, jumlah tambang yag jumlahnya besar. Contohnya: tambang emas di Papua, tambang bijih besi, tambang nikel, dan sebagainya.

  • Investasi asing tidak boleh dalam hal yang membahayakan akhlak orang Islam
    Misalnya pada acara-acara televisi, radio, media cetak, dan lain sebagainya. Tetapi jika investasi asing tersebut tidak membahayakan akhlak kaum muslim, diperbolehkan.
  • Investor tidak diperbolehkan bergerak di sektor riil, tidak boleh di sektor yang nonriil. Contohnya adalah investasi di bidang pasar modal. Jual beli dalam konteks ini tidak diperbolehkan. Sebab, jual beli dalam konteks ini justru menjadi penyebab kehancuran ekonomi sebuah peradaban. Termasuk segala bentuk muamalah yang mengandung riba, semua diharamkan.
  • Investor yang akan berinvestasi, bukanlah investor yang terkategori muharriban fi’lan. yang dimaksud dengara muhariban fi’lan adalah negara yang secara nyata memerangi Islam dan kaum muslimin. Hal ini jelas tidak diperbolehkan. Sebab, bagaimana mungkin negara yang berdasarkan sistem Islam akan menjalin hubungan dengan negara yang nyata-nyata memerangi sistem Islam?

Jadi, inilah pandangan negara berdasarkan syariat Islam. Seluruh investasi asing, benar-benar diatur. Bukan kita yang diatur mereka. Standarnya pun jelas, yaitu halal-haram. Artinya, legal tidaknya suatu investasi, tergantung syariat Islam. Jika syariat Islam membolehkan, maka investasi yang ada hukumnya boleh. Jika syariat Islam mengharamkan, maka investasi yang ada hukumnya ilegal.

Beda dengan yang berlaku di Indonesia dan negara lain pada umumnya. Yang menyatakan legal-tidaknya suatu investasi, bukan halal-haram, tetapi keputusan parlemen atau keputusan Presiden. Jika parlemen menyatakan legal, maka investasi pun akan legal, sekalipun dalam hal-hal yang diharamkan. Wallahu’alam bi shawwab.

NINING JULIANTI

Komentar