Jatuh bangunnya negara ini, sangat tergantung dari bangsa ini sendiri. Makin pudar persatuan dan kepedulian, Indonesia hanyalah sekedar nama dan gambar seuntaian pulau di peta._Bung Hatta.
Papua kembali membara. Massa pedemo di Jayapura membakar mobil di jalan. Selain itu kantor pos dan Kantor Telkomsel juga dibakar, Kamis (suara.com, 29/8/2019).
Sehari sebelumnya, bendera Bintang Kejora berkibar di depan Istana Merdeka dalam aksi unjuk rasa para pemuda Papua menuntut referendum. Memprihatinkan. Pasalnya selama ini, bendera bermotif garis putih biru diagonal dengan bintang dibalut merah di sisi kanan tersebut, diidentikkan sebagai simbol separatisme Papua.
Di tengah masifnya semboyan ‘NKRI harga mati’ justru terlihat aparat keamanan yang mengawal aksi unjuk rasa tersebut tak melakukan tindakan tegas terhadap pengibaran Bintang Kejora itu. Pernyataan tegas baru keluar sehari setelah kejadian, lewatKapolr i Jenderal Tito Karnavian.
“Tegakkan hukum sesuai apa adanya kita harus hormati hukum,” kata Tito. (cnnindonesia, 29/8/2019). Memprihatinkan.
Jujur, apa yang terjadi di Papua sekarang bukan sekali ini terjadi. Bagai api dalam sekam, sewaktu-waktu kekacauan bisa tersulut di sana. Setiap kali upaya penyelesaian dilakukan, potensi konflik nyatanya tetap eksis. Hal ini tak lain berarti solusi belum menyentuh akar masalah. Bila sudah, konflik bakal teredam berikut dengan potensinya.
Tanah Papua, Pesona Mutiara Hitam Dalam Dekapan Asing
Daerah luas dengan sumber daya alam melimpah-ruah. Itulah Papua. Tak tanggung-tanggung, mulai dari tembaga, timah, emas bahkan yang ditemukan terbaru, cadangan uranium. Mineral radioaktif yang merupakan bahan pembuat nuklir diperkirakan terdapat dalam jumlah besar di Papua. Sebab karakteristik batuan di sana yang berumur 600 juta tahun dan memiliki kemiripan dengan batuan Australia Utara. Batuan ini telah diketahui sebelumnya memang memiliki cadangan uranium. (kompas.com, 5/8/2010).
Presiden Direktur Freeport Indonesia, Tony Wenas, mengatakan berdasarkan data 2018, Freeport memproduksi 6.065 ton konsentrat per hari. Konsentrat ini adalah pasir olahan dari batuan tambang (ore), yang mengandung tembaga, emas, dan perak.
Dari data Freeport, pada setiap ton konsentrat 26,5% adalah tembaga, Lalu setiap ton konsentrat mengandung 39,34 gram emas. Kemudian dalam setiap ton konsentrat mengandung 70,37 gram perak.
“Jadi kami produksi 240 kg lebih emas per hari dari Papua,” kata Tony. Ini belum termasuk dari tambang bawah tanah yang bisa menghasilkan 3 juta ton konsentrat per tahun. (cnbcnews, 25/8/2019).
Sayang sungguh disayang, bergelimang kekayaan alam tak lantas bikin rakyat Papua menikmatinya. Mengapa? Sebabnya apalagi kalau bukan dicaplok asing. Ya, gemerlap pesona tanah mutiara hitam tentu tak luput dari incaran negara-negara kapitalis mengatasnamakan korporasi mereka.
Amerika Serikat dengan PT. Freeport salah satunya. Dibandingkan berpuluh tahun masa konsesi perusahaan tambang tersebut, yang diperoleh masyarakat Papua hanya sedikit. Lebih banyak yang gigit jari.
Papua, Haruskah Berpisah?
Tentu sah saja bila Papua lantas menuntut pemerataan hingga bisa terwujud kemakmuran. Namun bila yang dipinta adalah referendum, jelas harus dikritisi. Semua pihak harus mewaspadai campur tangan asing dalam upaya pemisahan Papua melalui referendum.
Rakyat Indonesia khususnya Pemerintah, seharusnya paham, negara-negara kapitalis-imperialis tidak akan membiarkan negeri ini menjadi negara yang utuh dan kuat. Demi menjaga kepentingan ekonomi dan politik mereka.
Sementara seperti yang dinyatakan Wakil Sekretaris Jenderal MUI Tengku Zulkarnain dengan tegas bahwa Papua adalah bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tak lagi bisa diubah. (suara.com, 30/8/2019).
Maka akar masalahnya ada pada penerapan demokrasi-kapitalisme. Mengapa? Tak lain karena sistem demokrasi telah memuluskan berbagai UU liberal yang mengesahkan perusahaan asing seperti Freeport untuk merampok kekayaan alam Papua.
Sampai di sini tampak pemisahan Papua dari Indonesia bukanlah solusi bagi persoalan rakyat Papua. Dengan terpisahnya Papua bisa dipastikan negara-negara imperialis yang rakus justru akan lebih leluasa memangsa kekayaan alam dan sumber daya alam Papua.
Islam Selamatkan Negeri
Selain merupakan konsekuensi iman, Islam dengan syariatnya yang paripurna akan menutup celah bagi negara imperialis memecah dan menguasai negeri ini.
Dalilnya dalam firman Allah Swt; “Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada kaum kafir untuk menguasai kaum Mukmin.” (TQS An-nisa’: 141).
Penerapan syariah Islam secara kaffah akan menghentikan imperialisme Amerika, Inggris, Australia dan Barat. Berikutnya akan menjaga keamanan dan menjamin kesejahteraan seluruh rakyat tanpa melihat suku, bangsa, warna kulit maupun agama.
Tambahan lagi, kebijakan politik ekonomi Islam adalah untuk menjamin pemenuhan kebutuhan sandang, pangan dan papan setiap individu rakyat; juga menjamin pendidikan dan kesehatan gratis bagi seluruh rakyat.
Islam menetapkan kekayaan alam yang besar sebagai milik umum, milik bersama seluruh rakyat, yang haram dikuasai swasta apalagi asing.
Kekayaan alam itu harus dikelola oleh negara mewakili rakyat. Hasilnya akan dihimpun di kas negara dan didistribusikan untuk membiayai kepentingan pembangunan dan pelayanan kepada rakyat.
Patokan dalam pendistribusian itu adalah setiap daerah diberi dana sesuai kebutuhannya tanpa memandang berapa besar pemasukan dari daerah itu. Sebab, Islam mewajibkan negara untuk menjaga keseimbangan perekonomian dan pemerataan kekayaan di antara rakyat dan antardaerah.
Dengan demikian kesenjangan dan ketimpangan antar individu dan antar daerah akan dapat diatasi.
Alhasil menyelesaikan masalah Papua adalah dengan menghilangkan kezaliman yang terjadi, mengelola kekayaan negeri demi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, serta mendistribusikan kekayaan itu secara merata dan berkeadilan.
Seluruhnya dapat terlaksana dengan tegaknya syariah kaffah. Semata demi meneladani Nabi saw., mewujudkan Islam rahmatan lil alamin. Wallahu a’lam.
UMMU ZHAFRAN
Komentar