Megaproyek Infrastruktur dalam Pusaran Kapitalisme

Mega Proyek Infrastruktur dalam Pusaran Kapitalisme
Khatimah.

Pembangunan infrastruktur transportasi sejatinya adalah memudahkan masyarakat untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya. Seperti pendistribusian barang/jasa dan nyamannya berlalu lintas, tanpa dipenuhi kekhawatiran akan rusaknya jalan.

Dilansir dari laman berita jurnalisindonesia.id (9/9/2019) Mega proyek pembangunan akses transportasi kereta cepat Bandung-Jakarta yang melewati di Kabupaten Bandung harus diimbangi akses pembangunan jalan desa.

Iklan Pemkot Baubau

Hal ini disebabkan agar adanya proyek pembangunan tersebut dapat dirasakan dampak positifnya oleh masyarakat sekitar. Seperti yang diungkapkan salah satu Anggota DPRD Kota  Bandung, Juwita kepada wartawan Baleendah Kota Bandung Jawa barat, menurutnya: “Dengan adanya pembangunan kereta cepat itu kami berharap jalan-jalan yang ada di kawasan pembangunan harus lebih bagus bukan tambah rusak dan harus memberikan keuntungan bagi masyarakat”.

Hal Itulah yang sedang diwacanakan baru-baru ini di Kota Bandung, infrastruktur mega proyek mungkin bagi sebagian masyarakat yang mendengarkan kabar ini adalah hal yang positif karena akan memberikan manfaat bagi mereka, yaitu dengan waktu yang relatif lebih cepat bisa sampai pada  tujuan.

Apakah wacana semacam ini adalah suatu yang urgent, sementara melihat fakta yang terjadi ditengah-tengah masyarakat masih ada jalanan yang belum layak dilewati dengan nyaman untuk pengendara yang melewatinya. Seperti halnya yang ada di daerah pedesaan  kawasan Cileunyi yang dilewati kereta Cepat ini masih banyak jalan rusak dan belum memadai, kondisi ini diperparah saat musim hujan tiba.

Mungkinkah curahan masyarakat ini sampai ke relung hati para penguasa saat ini, karena seperti yang dilihat bahwa walaupun mega proyek ini sebagian dikelola oleh negara, namun pada faktanya yang terjadi adalah pemerintah ini memberikan izin pengelolaan dan penyelenggaraan pembangunan ini kepada swasta.

Perlu diketahui juga swasta atau para pemilik modal ini notabenenya adalah  bukan asli pribumi, dan kucuran dana yang dipakainya adalah hutang atau pinjaman ribawi. Hal ini lagi-lagi akan dibebankan pada rakyatnya dengan cara pungutan pajak dari segala lini.

Namun, perlu dipahami itulah yang terjadi saat negara menerapkan sistem kapitalisme sekularisme tak ada lagi rasa riayah untuk memperhatikan urusan rakyat secara keseluruhan. Tak ada lagi Halal-haram, riba dianggap biasa.

Inilah kehidupan sekularisme yang memandang agama sebagai spiritual saja, dan melarang agama masuk dalam ranah kehidupan. Kapitalisme yang lebih mementingkan pemilik modal dan melihat banyaknya keuntungan yang diperoleh, tanpa melihat dampak alam atau psikologis masyarakat.

Berbeda dengan sistem Islam, seorang pemimpin harus mementingkan urusan rakyatnya. Misalnya dari segi pembangunan infrastruktur yang termasuk kategori yang harus dipenuhi negara. karena merupakan bagian dari kebutuhan tanpa mengabaikan dan memberikan kerugian pada yang lainnya.

Negara wajib mengelolanya dengan baik tentu saja dana yang dipakai adalah dari hasil kekayaan alam, tidaklah dibenarkan seorang penguasa mengambil keuntungan dengan cara memungut atau memberikan tarif, jangan sampai penguasa negeri ini membuat rakyatnya terbebani dengan pungutan pajak.

Jikalau baitul maal dalam keadaan defisit atau tidak ada sama sekali dalam dana karena minimnya sumber kekayaan alam yang dimiliki, maka negara berhak meminta pajak kepada rakyat mampu dan sesuai kemampuan yang dimiliki mereka.

Sungguh tidaklah mudah menjadi seorang pemimpin, karena di akhirat kelak akan ada banyak pertanyaan tentang apa yang dipimpinnya belum lagi pertanyaan terhadap dirinya sendiri.

Sejarah telah mencatat masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab tentang besarnya perhatian beliau terhadap infrastruktur yang harus menjadi kemaslahatan bagi masyarakat dan juga makhluk hidup lainnya.

Kekhawatirannya bukan tanpa alasan, semua itu dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab sebagai pemimpin umat dan akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat akhir.

Sungguh dari kisah tersebut seharusnya mampu memberikan gambaran bagaimana sosok pemimpin yang bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya, dan semua itu bisa ditemukan hanya dalam Sistem Islam, dalam Daulah Khilafah Ala min hajinubuwah. Wallahua’lam bishawab.

KHATIMAH