Dilansir dari RiauSky.com, seorang ibu paruh baya (50) menangis histeris hingga pingsan ketika melihat rumahnya di Dusun Rancamaya, Rt 03/07 Desa Cikarang, Kecamatan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang Jawa Barat, diratakan dengan tanah. Rumah Ai merupakan satu di antara sejumlah rumah di Kabupaten Sumedang yang dieksekusi untuk kepentingan pembangunan Tol Cisumdawu (Cileunyi Sumedang Dawuan). Sama halnya dengan Cecep Supena (58) pemilik rumah lainnya, ia tidak menolak rencana pemerintah membangun tol, akan tetapi hingga saat ini belum ada ganti rugi atas bangunan rumah dan lahan miliknya. Pemilik lahan lainnya, Yayat (57) mengaku tak bermaksud menghambat jalannya proses pembangunan strategis nasional. Namun, ia hanya meminta lahannya dibayar sesuai harga pasar. Sementara itu, staf PKK lahan Tol Cisumdawu Ir El Parlin Hutasoit mengatakan, eksekusi lahan dilakukan berdasarkan keputusan inkrah Pengadilan Negeri Kabupaten Sumedang (Kamis, 21/11/2019).
Infrastruktur identik dengan prasarana. Secara umum infrastruktur adalah fasilitas umum yang dibutuhkan oleh semua orang yang tidak bisa dimonopoli oleh individu, dan infrastruktur tersebut wajib disediakan oleh negara. Namun sayangnya, infrastruktur yang dibangun pemerintah tidak berpihak pada rakyat, tetapi justru menyengsarakan rakyat.
Saat ini muncul berbagai macam kebutuhan infrastruktur dan dibangun secara besar-besaran, tanpa mempedulikan aspek di sekitarnya. Pembuat kebijakan ketika merancang kebijakan pembangunan infrastruktur harusnya mempertimbangkan dampak pembangunan terhadap masyarakat dan lingkungan setempat. Namun nyatanya, pemerintah membuat hukum dengat kebijakan yang sangat memberi kemudahan pada pelaksanaan pembangunan infrastruktur sementara mengabaikan ongkos sosial yang ditanggung masyarakat setempat. Sehingga pembangunan infrastruktur kerap tidak efisien, salah sasaran, dan tak jarang memunculkan konflik antara pemerintah dan rakyat.
Berbagai macam persoalan yang terjadi saat ini, berkaitan dengan pembangunan infrastruktur sangat lekat dengan sistem yang sudah tentu menyengsarakan rakyat. Sistem kapitalisme yang hanya menawarkan sistem ekonomi yang tidak berkeadilan, sangat identik dengan penjajahan sehingga kapitalisme hanya memfasilitasi ketamakan kaum kapitalis untuk terus mengembangkan kekayaan demi adanya pertumbuhan ekonomi. Ketamakan dalam hal ini, selalu mendorong para kapitalis untuk terus memperluas penguasaan bahan baku, tenaga kerja, dan pasar ke berbagai negara dalam bentuk penjajahan ekonomi.
Saat ini Indonesia sedang menjadi “sapi perah” negara-negara adidaya. Besarnya sebuah negara kapitalis, mengharuskan adanya negara lain yang menderita karena dihisap kekayaannya oleh negara kapitalis tersebut. Padahal kenyataannya, rakyat kecil sangat membutuhkan peran pemerintah untuk menjadi pengayom bagi masyarakat dalam pemenuhan berbagi macam kebutuhan, termasuk di dalamnya kebutuhan infrastruktur. Tentu saja seharusnya pembangunan infrastruktur tersebut untuk kesejahteraan rakyat. Namun faktanya, pembangunan ini justru menunjukkan bahwa pemerintah hanya mendukung kepentingan para investor kapitalis dengan kebijakan-kebijakan yang berpihak kepada kapitalis. Sehingga mempermudah untuk mendapatkan sumber dana dari investor dan mencari keuntungan sebesar-besarnya.
Sistem ekonomi kapitalistik seperti sekarang ini berujung dan bertumpu pada investor swasta, dimana fokus utamanya adalah profit. Sehingga hal ini menjadikan para pemangku kebijakan tidak berpikir bagaimana cara menyejahterakan rakyat dengan adanya proyek tersebut. Akan tetapi menempatkan rakyatnya sebagai konsumen/pembeli dan negara sebagai pedagang. Sungguh ironis, bukan hanya sistem ekonomi yang salah, bahkan sistem yang gagal dan merusak.
Berbeda dengan Islam, negara yang menerapkan Islam akan mengelola seluruh kekayaan yang dimilikinya. Sehingga mampu membangun infrastruktur yang dibutuhkan untuk kemaslahatan publik. Dengan mengelola kekayaan umum (milkiyyah ‘ammah) dan kekayaan negara (milkiyyah daulah) yang benar berdasarkan Islam, menjadikan sebuah negara mandiri tanpa berhutang, termasuk untuk membangun infrastruktur.
Ada empat poin penting pembangunan infrastruktur publik dalam Islam:
Pertama, dalam sistem ekonomi dan politik dalam Islam, pembangunan infrastruktur adalah tanggungjawab negara, bukan sebagai ajang mencari keuntungan atau ajang untuk melancarkan hubungan diplomatik dengan negara lain.
Kedua, sistem ekonomi Islam dalam naungan khilafah dikelola secara rinci dan tuntas. Kepemilikan, pengelolaan kepemilikan (tasharruf), termasuk distribusi barang dan jasa di tengah-tengah masyarakat akan dikelola sesuai sistem ekonomi Islam. Khilafah akan mempunyai sumber kekayaan yang cukup untuk membiayai penyelenggaraan negara.
Ketiga, rancangan tata kelola ruang dan wilayah dalam negara khilafah didesain sedemikian rupa, sehingga menghasilkan infrastruktur yang sesuai dengan kebutuhan tanpa menghambur-hamburkan biaya.
Keempat, pendanaan pembangunan infrastruktur khilafah berasal dari dana baitul mal (kas negara), tanpa memungut sepeser pun dana masyarakat. Hal ini sangat memungkinkan, karena kekayaan milik umum dan kekayaan milik negara memang secara riil dikuasai dan dikelola oleh negara untuk kepentingan umat.
Dengan demikian jelaslah, hanya dengan sistem ekonomi dan politik Islamlah yang akan menjamin pembangunan infrastruktur negara bagi rakyatnya. Dan sistem ekonomi dan politik Islam ini akan dapat terlaksana secara paripurna dalam bingkai khilafah Islam. Sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw, para khulafaur rasyidin hingga khilafahan terakhir yakni Daulah Khilafah Utsmaniyah. Wallahu a’lam bish-shawab.
INE WULANSARI PENDIDIK GENERASI DAN PEGIAT DAKWAH